NIKEL.CO.ID, 16 MEI 2023-Analis Kebijakan Direktorat Penerimaan Mineral dan Batu Bara, Ditjen Minerba, Kementerian ESDM, Parlindungan Sitinjak menegaskan bahwa iuran produksi yang disetorkan ke kas negara dihitung ketika sudah dilakukan transaksi penjualan.
Analis Kebijakan Penerimaan Minerba, Ditjen Minerba, Parlindungan Sitinjak menyampaikan materi Penerimaan Negara Bukan Pajak 2% atau 10% dari Sektor Pertambangan Nikel di hari kedua Training of Trainers APNI di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Parlindungan Sitinjak mengatakan, iuran tetap komoditas mineral dan batu bara (minerba) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022.
“PNBP mengatur ketentuan iuran per kementerian. Iuran nikel dan batubara semua mengacu pada regulasi,” kata Parlindungan Sitinjak.
Ia menjelaskan, jenis PNBP minerba ada dua, yaitu iuran tetap, seperi landrent atau deadrent yang dibayarkan kepada negara sebagai imbalan atas kesempatan penyelidikan umum, studi kelayakan, konstruksi, eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kuasa pertambangan/kontrak karya/perjanjian karya pengusahaan pertambangan minerba. Kedua, iuran atas Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus (IUPK).
IUP untuk tambang kemudian dibagi lagi menjadi dua tahap, yaitu tahap eksplorasi dan tahap produksi. IUP saat tahap eksplorasi dikenakan tarif pajak sebesar Rp 30 ribu per hektare. Sementara IUP ketika sudah tahap produksi dikenakan pajak sebesar Rp 60 ribu per hektar.
Pajak IUP tahap eksplorasi maupun tahap produksi harus dibayarkan sekali dalam setahun sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2022.
Parlindungan mengutarakan, iuran tetap itu dibayarkan paling lambat sudah dibayar pemilik IUP tanggal 10 Januari setiap tahun. Jika pembayaran iuran tetap lewat dari tanggal 10 Januari, maka dikenakan sanksi denda sebesar 2 persen per bulan. Besaran denda itu bisa juga dihitung dari lamanya iuran tetap tersebut telat untuk dibayarkan.
“Ketentuan ini berlaku untuk IUPK,” jelasnya.
Namun, Kepmen ESDM memberi batasan waktu terlambatnya denda itu tidak dibayarkan, terhitung melewati 10 Januari hingga maksimal 2 x 24 bulan. Jika melewati tenggat itu, maka sanksi dendanya lebih besar lagi.
Sementara itu, lanjutnya, sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022, PNBP tidak hanya diberlakukan kepada pelaku pertambangan minerba di hulu, namun juga mengatur tentang iuran produksi perusahaan pengolahan bahan baku nikel.
“Iuran produksi disetorkan ke kas negara berdasarkan hasil penjualan, bukan berdasarkan hasil produksi. Jadi, kata kunci untuk pembayaran royalti adalah penjualan,” Parlindungan menegaskan.
Iuran Produksi dalam PP Nomor 26 Tahun 2022 menggunakan tiga variabel. Variabel pertama mengatur kententuan besaran pajak produk bijih nikel kadar tinggi sebesar 10% dari harga. Variabel kedua, pengenaan pajak produk bijih nikel kadar rendah sebesar 2%.
Parlindungan mencontohkan, ada seseorang menciptakan sebuah lagu, kemudian lagu tersebut dijual pihak lain dan dia mendapatkan manfaat ekonomi. Maka, si penjual lagu harus membayarkan royalti sekian persen untuk pencipta lagu.
Jika dianalogikan dengan pertambangan, kata Parlindungan, pencipta lagu itu adalah negara yang memiliki hak atas pengusahaan pengelolaan pertambangan, dan yang menjual pertambangan adalah pengusaha.
Ia kembali mencontohkan, jika perusahaan menjual 1.000 ton nikel, maka dari hasil penjualan tersebut sebesar 10% harus dibayarkan kepada negara. Itu yang namanya royalti. Misalkan dari jumlah produksi 1.000 ton nikel dengan harga 1 ton US$ 50.00, perhitungannya adalah 1.000 dikali US$ 50.000, total dari hasil perhitungannya dikenai tarif royalti 10% untuk disetorkan ke kas negara.
“Itulah PNBP royalti,” ujarnya.
Sementara pajak untuk produk bijih nikel kadar rendah 2%, imbuh Parlindungan, karena pemerintah ingin mendorong dan mengembangkan industri baterai kendaraan listrik. Nikel kadar rendah diolah menjadi MHP atau nikel sulfat sebagai bahan baku prekursor dan katoda baterai kendaraan listrik. (Syarif)