NIKEL.CO.ID, 11 APRIl 2023 – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Anggawira menyebutkan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) dapat memberikan angin segar bagi para pelaku usaha EBET. Hipmi berharap bisa dilibatkan dalam penyusunan RUU EBET.
“Kami mengharapkan dengan adanya RUU EBET ini bisa memberikan angin segar terhadap pelaku usaha EBET. Kami dari Hipmi, khususnya, dan pelaku usaha bisa dilibatkan dalam penyusunan RUU tersebut, sehingga kami bisa menyampaikan aspirasi hal-hal apa yang bisa memberikan dukungan terhadap pelaku usaha EBET di masa depan,” tutur Anggawira saat audiensi dengan Komisi Vll DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 10 April 2023.
Menurutnya, hal ini dilatarbelakangi oleh pemanfaatan solar panel untuk atap rumah yang dirancang PT PLN Persero. Namun dalam pelaksanaannya ada batasan yang ditentukan PLN untuk pemasangan solar panel di setiap rumah, sehingga tidak menguntungkan bagi para pelaku usaha EBET.
”Tetapi pada berjalannya ini, realisasinya hanya dibatasi 10% sampai 15% aja oleh PLN, dan tentunya ini dari segi ekonomiannya juga nggak masuk untuk pelaku usaha EBET,” ungkapnya.
Dia menambahkan, para pengusaha saat ini yang notabene mayoritas dari kalangan milenial dan gadget yang melek teknologi sudah mengetahui adanya era transisi energi, dan para pengusaha ini pun mulai melakukan pengembangan bisnis EBET.
“Tapi masih tidak merasa mendapatkan dukungan yang sangat maksimal dari pemerintah,” kritiknya.
Sebelumnya Anggawira mewakili Hipmi di sektor EBET sangat berharap RUU EBET agar segera dapat direalisasikan di hadapan Ketua dan Anggota Komisi Vll DPR RI dalam forum tersebut. Menurutnya, RUU EBET ini sangat penting bila dilihat dari flasback, yaitu adanya penandatanganan Paris Agreement oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2016, dan target nasional Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) di 2060.
“Tapi untuk para pelaku industri EBET ini masih memiliki banyak kendala. Yang kita ketahui, pertama mengenai sregulasi, kedua masalah harga, dan ketiga beberapa isu–isu lain seperti kapasitas daya terpasang atau maksimum kapasitas terpasang,” tutur Sekjen Hipmi.
Lebih lanjut, ia memaparkan, terkait persoalan pembiyaan dalam pendanaan usaha EBET oleh lembaga keuangan atau perbankan masih sangat minim perhatiannya. Bila pun ada perbankan yang mau memberikan pinjaman atau pendanaan itu sifatnya sindikasi (patungan beberapa bank).
Selain itu, para pelaku usaha EBET juga harus memenuhi syarat pinjaman salah satunya harus sudah menandatangani Pajak Penghasilan (PPh) dan bila PPh itu belum ditandatangani, maka pihak bank tidak akan mencairkan dananya tersebut.
Hal inilah yang menurut Sekjen Hipmi masih menjadi persoalan pelaku usaha EBET, karena untuk pembangunan EBET dibutuhkan biaya yang cukup besar. Sehingga bila dilakukan hanya dengan modal sendiri, maka sudah dipastikan akan mengelaurkan biaya yang sangat besar.
“Kita nggak usah bicara panas bumi, untuk solar panel saja itu juga butuh dukungan. Lalu ada hal-hal yang juga menjadi isu tadi ada beberapa teman-teman pelaku bisnis solar panel, menyampaikan dari segi produksinya atau supply-nya bahan bakunya itu kita bisa supply dari negara kita,” pungkasnya. (Shiddiq)