Beranda Berita Nasional Merugikan Negara, Menteri ESDM: Penanganan Peti Sangat Mendesak

Merugikan Negara, Menteri ESDM: Penanganan Peti Sangat Mendesak

1093
0
Menteri ESDM, Arifin Tasrif. Foto: Dok.Humas Kementerian ESDM.

NIKEL.CO.ID, 29 Maret 2023-Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menekankan, kebutuhan Satuan Tugas dan Penegakan Hukum penambangan tanpa izin (Peti) sudah sangat mendesak. Pelaku Peti dapat dijerat hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 miliar.

Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengutarakan, pembentukan Satgas dan Gakum Peti yang diajukan pemerintah saat ini sedang berproses di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).  

“Kebutuhan penanganan ilegal mining sudah sangat mendesak, maka ada inisiatif lintas kementerian untuk membentuk satuan tugas gabungan,” kata Menteri Arifin saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, baru-baru ini.

Menurut Arifin, untuk menangani tindakan melawan hukum di lapangan dibutuhkan koordinasi dan kerja sama dari seluruh pihak. Karena, penanganannya bukan hanya masalah sosial, namun banyak unsur-unsur lain yang perlu diatasi bersama.

Ia mengutarakan, ketegasan Kementerian ESDM dalam penegakan hukum terhadap ilegal mining sudah dilakukan, antara lain asistensi terhadap aparat penegak hukum. Sepanjang tahun 2022 Direktorat Jenderal Minerba telah melaporkan pertambangan tanpa izin (Peti) sebanyak 43 laporan Peti kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Kemudian, memberikan 85 kali penugasan Inspektur Tambang untuk kegiatan penyelidikan dan penyidikan proses hukum yang dilakukan oleh pengadilan dan kejaksaan.

Sebaran Peti

Peti terus menjadi perhatian pemerintah. Karena itu, diperlukan upaya bersama dan dukungan seluruh pihak untuk mendorong penanganan isu Peti beserta dampak yang ditimbulkan. Ditjen Minerba melaporkan terdapat lebih dari 2.700 lokasi Peti yang tersebar di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lokasi Peti batubara sekitar 96 lokasi dan Peti Mineral sekitar 2.645 lokasi berdasarkan data tahun 2021 (triwulan-3). Salah satu lokasi Peti yang terbanyak yaitu di Provinsi Sumatera Selatan.

Peti adalah kegiatan memproduksi mineral atau batu bara yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.

“Peti adalah kegiatan tanpa izin, dan memicu kerusakan lingkungan. Kegiatan ini juga memicu terjadinya konflik horisontal di dalam masyarakat,” kata Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Herdadi, belum lama ini.

Selain itu, Peti juga mengabaikan kewajiban-kewajiban, baik terhadap negara maupun terhadap masyarakat sekitar.

“Karena mereka tidak berizin, tentu akan mengabaikan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab penambang sebagaimana mestinya. Mereka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengalokasian dananya,” ujar Sunindyo.

Menghadapi Peti, pemerintah tidak tinggal diam. Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Polhukam, Kementerian ESDM bersama Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), Kementerian Dalam Negeri, dan Kepolisian RI, terus bekerja sama untuk mengatasi Peti.

“Upaya yang dilakukan antara lain dengan inventarisasi lokasi Peti, penataan wilayah pertambangan dan dukungan regulasi guna mendukung pertambangan berbasis rakyat, pendataan dan pemantauan oleh Inspektur Tambang, usulan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sesuai usulan Pemerintah Daerah, hingga upaya penegakan hukum,” jelasnya.

Peti Langgar Undang-Undang

Dari sisi regulasi, Peti melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam Pasal 160.

Di Pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.

Perhatian khusus Pemerintah terhadap praktik penambangan ilegal ini tidak lain disebabkan karena banyaknya dampak negatif dari pengoperasian Peti, di antaranya berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Dampak sosial kegiatan Peti antara lain menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai RTRW, dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan dalam masyarakat, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, berpotensi menimbulkan penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia.

“Peti juga berdampak bagi perekonomian negara karena berpotensi menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan pajak. Selain itu, akan memicu kesenjangan ekonomi masyarakat, menimbulkan kelangkaan BBM, dan berpotensi terjadinya kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat,” imbuh Sunindyo.

Dari sisi lingkungan, Peti akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan, dapat menimbulkan bencana lingkungan, mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan, serta dapat menimbulkan kekeruhan air sungai dan pencemaran air.

“Pada umumnya lahan bekas Peti dengan metode tambang terbuka yang sudah tidak beroperasi meninggalkan void dan genangan air sehingga lahan tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan dengan baik. Seluruh kegiatan Peti tidak memiliki fasilitas pengolahan air asam tambang, sehingga genangan-genangan air serta air yang mengalir di sekitar Peti bersifat asam. Hal ini berpotensi mencemari air sungai,” paparnya.

Bahaya lain yang ditimbulkan Peti, lanjutnya, adalah batu bara yang terekspos langsung ke permukaan berpotensi menyebabkan swabakar, sehingga dalam skala besar berpotensi menyebabkan kebakaran hutan.

Pelaksanaan Peti juga umumnya mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Banyak terjadi pelanggaran seperti menggunakan peralatan yang tidak standard, tidak menggunakan alat pengamanan diri (APD), tidak adanya ventilasi udara pada tambang bawah tanah, dan tidak terdapat penyanggaan pada tambang bawah tanah. (DKD). (Syarif)