Beranda Berita Nasional Meidy Katrin Lengkey Sebutkan Persiapan Indonesia Menjadi Raja Baterai Lithium Dunia

Meidy Katrin Lengkey Sebutkan Persiapan Indonesia Menjadi Raja Baterai Lithium Dunia

527
0

Nikel.co.id, 21 Maret 2023-Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) mencuit di akun Twitter pribadi miliknya pada Sabtu (18/3/2023) bahwa Indonesia akan menjadi raja baterai lithium nomor 3 dunia tahun 2026. Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey mengatakan, perlu beberapa tahapan persiapan untuk mencapai cita-cita tersebut.

Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan memaparkan, ada investasi sebesar US$ 31,9 miliar atau sekitar Rp 489 triliun untuk pengembangan kendaraan, termasuk kendaraan listrik di Indonesia hingga 2026. Pemerintah Indonesia membuka pintu bagi investor yang ingin membangun industri hijau di dalam negeri, tentunya harus mengikuti “aturan main” yang telah dibuat oleh Pemerintah Indonesia.

Menyikapi cita-cita Pemerintah Indonesia, Sekum APNI, Meidy Katrin Lengkey menyampaikan, pertumbuhan investasi di sektor hilir semakin berkembang di Indonesia, seiring diberlakukannya penghentian larangan ekspor raw material nikel di 2020. Saking banyaknya industri hilir, APNI mengusulkan kepada pemerintah untuk menghentikan sementara pembangunan smelter.

Pasalnya, ungkap Meidy, hal ini berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya dan cadangan bijih nikel  di Indonesia. Menurut data APNI, saat ini sudah ada smelter yang sudah melakukan kegiatan produksi, baik yang  menghasilkan NPI dan MHP sebanyak 50 smelter. Khusus smelter yang memproduksi NPI saat ini sudah berproduksi 163 line.

Diuraikan, NPI diproduksi smelter pirometalurgi dari bijih nikel kadar tinggi atau saprolit. Jumlah smelter pirometalurgi lebih banyak dibandingkan smelter hidrometalurgi yang mengolah bijih nikel kadar rendah atau limonit. Smelter hidrometalurgi menghasilkan MHP dan nikel sulfat untuk selanjutnya diolah menjadi prekursor sampai katoda baterai listrik. Saat ini baru empat smelter hidrometalurgi yang berproduksi.

Sementara cadangan terukur bijih nikel kadar tinggi, bilangnya, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan cadangan terukur bijih nikel kadar rendah.  Jika pembangunan smelter pirometalurgi terlalu masif, dikhawatirkan akan terganggu kesinambungan supply chain bijih nikel kadar tinggi.

Bicara menuju renewable energy atau transisi energi, maka kata Mediy, perlu beberapa tahapan yang dipersiapkan Indonesia. Pertama, jangan mengundang semua investor untuk membangun smelter pirometalurgi, karena sumberdaya dan cadangan saprolitnya terbatas. Kedua, harus menerapkan konsep hijau, baik dari proses penambangannya dengan mengaplikasikan good mining practice hingga  prosesing pengolahan bijih nikel memperhatikan enviroment, social, and governance (ESG).

“Ketiga, harus disiapkan penerapan konsep Life Cycle Assesment (LCA) dalam industri pertambangan dan pengolahan nikel,” kata Meidy dalam sebuah acara live di salah satu televisi swasta nasional, Selasa (21/3/2023).

Ia mengutarakan, Indonesia saat ini membuka peluang investasi sebesar-besarnya untuk pembangunan industri pengolahan bijih nikel. Namun, APNI meminta pemerintah moratorium investasi untuk pembangunan smelter pirometalurgi. Investasi yang masuk kemudian diarahkan untuk pembangunan smelter hidrometalurgi, karena ini pula sesuai cita-cita Pemerintah Indonesia ingin menjadi raja baterai lithium nomor 3 dunia di 2026.

Tak hanya itu, Meidy juga meminta pemerintah agar investasi yang masuk tersebut ditujukan untuk pembangunan pabrik yang lebih hilir. Jangan hanya memproduksi barang setengah jadi kemudian diekspor .

“Kita juga ingin Indonesia bisa menghasilkan produk made in Indonesia,” harapnya.

Karena itu, menurutnya, dibutuhkan kesiapan dan kerja sama yang baik, ekosistem yang terpadu antara policy maker yaitu pemerintah kemudian para stakehoder atau pelaku industri pertambangan.

Ketersediaan Bahan Baku Baterai

Menyoal dukungan ketersediaan bahan baku untuk baterai lithium, menurut Meidy, Indonesia baru siap untuk dukungan prosesing sampai tahap katoda. Namun, untuk bahan baku baterai seri NMC (Nikel, Mangan, Cobalt), bahan bakunya ada di Indonesia.

“Indonesia hanya minim lithium untuk proses pembuatan anoda baterai listrik,” bilangnya.

Meidy mengetahui saat ini Pemerintah Indonesia sedang melakukan penjajakan kerja sama dengan beberapa negara penghasil lithium, di antaranya Australia dan Argentina.  Dirinya menyatakan kesetujuannya Pemerintah Indonesia berkolaborasi dengan beberapa negara penghasil lithium.

“Kalau dulu kita ekspor bijih nikel, sekarang kita bisa impor lithium untuk mendukung proses pembuatan baterai lithium atau NMC secara utuh. Sehingga seluruh rangkaian baterai itu benar-benar ada di Indonesia,” paprnya.

Menurutnya, Indonesia ingin menjadi raja baterai lithium nomor 3 dunia 2026, namun jika salah satu materialnya tidak ada di Indonesia, bagaimana cita-cita itu terealisasikan. (Syarif)

Artikulli paraprakDirjen Minerba Sebut Esensi Pengurangan Karbon Tak Kurangi Industri Pertambangan
Artikulli tjetërMenko Marves Sebut SPBE adalah Digitalisasi dari Pilar Ekonomi Indonesia