NIKEL.CO.ID, 13 Februari 2023—Harga Patokan Mineral (HPM) Februari 2023 untuk kadar nikel (Ni) 1,8%, Corrective Factor(CF) 19%, dan Moisture Content (MC) 35%, sebesar US$ 68,10 wet metric ton (wmt). Terkerek naik US$ 7,01 wmt dibandingkan HPM Nikel Januari yang sebesar US$ 61,09 wmt.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif telah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor: 27.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batubara Acuan untuk Februari 2023. Kepmen yang ditandatangani Arifin Tasrif pada 10 Februari 2023 menyebutkan Harga Mineral Acuan (HMA) Nikel US$ 28.444,50 dry metric ton (dmt) lebih tinggi US$ 961,88 dmt dibandingkan HMA Nikel Januari 2023, sebesar US$ 27.482,62 dmt.
Berdasarkan perhitungan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), untuk Ni 1,6%, CF 17%, dan MC 35%, dari HMA US$ 28.444,50 dmt, HPM Nikel sebesar US$ 50,29 wmt. Kemudian, Ni 1,7%, CF 18%, dan MC 35%, HPM Nikel US$ 60,93 wmt. Ni 1,9%, CF 20%, MC 35%, maka HPM Nikel US$ 70,26 wmt. Ni 2,0%, CF 21%, MC 35%, HPM Nikel US$ 77,65 wmt.
“HMA Nikel adalah harga logam nikel dalam cash seller and settlement yang dipublikasikan London Metal Exchange (LME) rata-rata dari tanggal 20 dua bulan sebelum periode HPM sampai tanggal 19 satu bulan sebelum periode HPM,” tulis Menteri ESDM, Arifin Tasrif dalam Kepmen HMA Nikel Februari 2023.
Ketentuan HMA dan HPM Nikel Februari 2023 ini menjadi pedoman penambang dan pabrik pemurnian dan pengolahan bijih nikel dalam transaksi jual beli bijih nikel dari Ni 1,6% hingga 2,0%. Sementara regulasi tentang HPM Nikel telah tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 07 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batu Bara, serta Kepmen ESDM No. 2946 K/30/MEM/2017.
Menteri ESDM, Arifin Tasfir juga menjelaskan dasar dikeluarkanya Kepmen ESDM untuk HMA Februari 2023 dalam rangka melaksanakan Pasal 6 ayat (6) dan Pasal 8 ayat (6) Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batu Bara. Atas dasar Permen ESDM tersebut, maka Kementerian ESDM setiap bulan membuat Kepmen ESDM tentang HMA Mineral Logam dan Batu Bara.
Pasal 2A Permen EDSM Nomor 11 Tahun 2020 juga mempertegas, sebagai berikut:
1). Pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK Operasi Produksi Mineral Logam yang memproduksi bijih nikel, wajib mengacu pada HPM Logam dalam melakukan penjualan bijih nikel yang diproduksi.
2). Kewajiban untuk mengacu pada HPM Logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK Operasi Produksi Mineral Logam dalam menjual bijih nikel yang diproduksi kepada Afiliasinya.
3). Pihak lain yang melakukan pemurnian bijih nikel yang berasal dari pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK Operasi Produksi Mineral Logam wajib melakukan pembelian bijih nikel dengan mengacu pada HPM Logam.
Sementara Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba juga mengatur tentang saksi jika transaksi jual beli bijih nikel tidak berdasarkan HPM. Pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam, IUPK Operasi Produksi Mineral Logam, yang tidak menjual bijih nikel sesuai dengan HPM dikenakan sanksi administratif. Sanksi administratif dapat berupa:
- Peringatan tertulis;
- Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan; dan/atau;
- Pencabutan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.
Bagi pihak smelter, berdasarkan Pasal 12 ayat (4) Permen ESDM No. 11 Tahun 2020 menyatakan: “Dalam hal Pihak lain tidak memenuhi atau melanggar ketentuan, Menteri dapat menyampaikan rekomendasi kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri untuk mengenakan sanksi administratif berupa: a. Peringatan tertulis. b. Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan. c. Pencabutan izin.
Belum Sesuai Regulasi
Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020 juga mengatur transaksi jual beli bijih nikel wajib berbasis Free on Board (FOB). Namun, menurut Sekretaris Umum APNI, pembeli menerapkan skema Cost, Insurance, and Freight (CIF).
Meidy Katrin Lengkey mengutarakan, para penambang sesuai ketentuan Permen ESDM No. 11 Tahun 2020 berkewajiban membayar PNBP, royalty, dan PPh. Jika transaksi penjualan berdasarkan FOB, setelah ditentukan harga pembelian kemudian penambang membayar PNBP, royalty, dan PPh untuk diserahkan ke negara.
“Jika penambang melakukan kontrak trading dengan smelter berbasis CIF, pihak smelter hanya memberikan subsidi 0-US$ 3 per ton. Sementara biaya untuk tongkang antara 4, 8, 10, sampai US$ 12 per ton bijih nikel. Jika dirata-ratakan dengan harga tongkang, berarti penambang harus subsidi antara US$ 4- US$ 6,” ungkapnya.
Ia menyebutkan, metode trading dengan CIF kendala yang dihadapi para penambang, pertama, mereka harus menanggung subsidi biaya pengiriman atau biaya tongkang. Kedua, terjadi perbedaan hasil analisa, baik di pelabuhan muat maupun di pelabuhan smelter.
Di sisi lain, lanjutnya, invoice yang disampaikan kepada pihak pembeli (smelter), jika analisa terjadi penurunan kadar, maka invoice yang disampaikan penjual adalah di kadar yang telah berubah, bukan kadar hasil analisis awal.
Dari kondisi yang terjadi di lapangan tersebut, Direktur Jenderal Minerba, Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin mengeluarkan Surat Pemberitahuan Surat Pemberitahuan Dirjen Minerba Nomor: T-1780/MB.04/DJB.M/2022 tanggal 26 April 2022 kepada Badan Usaha/Direksi agar mematuhi serta memberlakukan harga HPM Nikel.
Tak hanya itu, Plh. Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, M. Idris F. Sihite juga mengelaurkan Surat Edaran Nomor: 3.E/MB.01/DJB/2022 tentang Kewajiban Pelaksanaan Transaksi Penjualan dan Pembelian Bijih Nikel dalam Basis Free On Board (FOB).
Bagaimana realisasinya? (Syarif)