Beranda Asosiasi Pertambangan Ketua Asosiasi Prometindo Jelaskan Smelter dan Risiko bagi Pekerjanya

Ketua Asosiasi Prometindo Jelaskan Smelter dan Risiko bagi Pekerjanya

2414
0

NIKEL.CO.ID, 10 FEBRUARI 2023 – Ketua Asosiasi Profesi Metalurgi Indonesia (Prometindo), Bouman Situmorang menjelaskan, smelter adalah proses ekstraksi bijih dengan temperatur tinggi yang mengolah menjadi logam dan memprediksi area yang berpotensi rawan terjadinya kecelakaan sesuai K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). 

Hal itu disampaikannya saat pemaparan materi dalam acara webinar Majalah Tambang bekerja sama dengan ExxonMobil dengan tema “Praktik dan Strategi Memperkuat K3 di Industri Smelter” pada Kamis (9/2/2023) kemarin. 

“Cara mengekstraksi mineral dari bijih sampai menjadi logam, pabrik ini disebut smelter,” kata Bouman saat mengisi materi, diikuti nikel.co.id, Jum’at (10/2/2023).

Menurut Bouman, tidak semua pabrik dapat disebut sebagai smelter. Untuk mengetahui pabrik smelter yang mengolah bijih mentah menjadi logam ada tiga jalur yang dapat diketahui, yaitu jalur hidrometalurgi, elektrometalurgi, dan pirometalurgi. 

Secara umum, masih ada orang yang beranggapan bahwa hidrometalurgi merupakan smelter dingin atau smelter chemical. Padahal yang disebut smelter adalah proses ekstraksi mineral dengan menggunakan pirometalurgi.

“Artinya kita mengekstraksi bijih logam untuk mendapat logamnya dengan temperatur tinggi. Inilah yang kita sebut smelter,” tekannya. 

Jadi, kata dia, di pabrik smelter umumnya menggunakan temperatur bertekanan tinggi, ada yang 1200 derajat celcius, 1500 derajat celcius, dan 1600 derajat celcius, dan sebagainya. 

“Kita akan bermain dengan temperatur tinggi, misalnya untuk nikel 1500 derajat celcius, untuk tembaga 1200 derajat celcius, untuk baja atau besi sekitar 1600 derajat celcius,” ujarnya. 

Lingkungan Kerja di Area Smelter

Bouman menjelaskan tentang lingkungan kerja di area smelter yang merupakan pabrik peleburan akan banyak berhadapan dengan berbagai macam peralatan dan kondisi lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya dan terjadinya kecelakaan. Misalnya alat furnace, cairan logam, lingkungan berdebu, alat bertegangan tinggi, bahan kimia, crane, dump truck, dan lain-lain. 

Potensi bahaya yang sering terjadi kecelakaan, contohnya batu bara halus yang biasanya mudah terbakar dengan sendirinya. Kebakaran itu bisa disebabkan karena panas matahari yang membuat batu bara terbakar.

“Jadi kita menyimpan di gudang tertutup terkena panas, akhirnya terbakar,” ungkapnya. 

Menurutnya, pada umumnya orang yang bekerja di area yang berbahaya dan berisiko tinggi terjadinya kecelakaan. Mereka akan lebih berhati-hati dan mengantisipasi segala resiko sehingga mereka tetap aman dan selamat.

“Namun hal-hal kecil yang tidak kentara malah menyebabkan kecelakaan yang parah,” paparnya. 

Untuk memetakan area yang rawan bahaya dan memiliki potensi tinggi kecelakaan, maka Prometindo melakukan prediksi area yang sering mengalami kecelakaan dan memiliki rIsiko yang berbahaya. Area-area tersebut antara lain, burning, phreatic explotion, mealt leakage/overflow, furnace leakage, back firing, gas leakage, dan lain-lain. 

Contohnya, batu bara halus yang mudah terbakar, saluran gas buang yang kita tangkap dengan di filter tapi hasil pengontrolannya kurang baik menimbulkan kebakaran di filter. 

“Kebakaran akibat lelehan logam, kebocoran furnace,” cetusnya. 

Oleh karena itu, K3 menjadi penting untuk diterapkan untuk memberikan jaminan keamanan dan keselamatan sehingga terhindar dan menekan angka kecelakaan yang terjadi di area yang berbahaya dan berIsiko tinggi terjadinya kecelakaan. 

Menurut Bouman, skema K3 yang berlaku saat ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012, yaitu segala usaha untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. 

Selain itu, menurut data dari OHSAS 18001, k3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan Kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan Kerja dan penyakit akibat kerja. 

Sedangkan menurut ILO 2008, K3 adalah sebuah ilmu untuk antisipasiantisipasi, rekoginis, evaluasi dan pengendalian bahaya yang muncul di tempat kerja yang dapat berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan pekerja, serta dampak yang mungkin bisa dirasakan oleh komunitas sekitar dan lingkungan umum. (Shiddiq)