Beranda Nikel Ini Tiga Rekomendasi Itjen ESDM tentang Tata Kelola Nikel

Ini Tiga Rekomendasi Itjen ESDM tentang Tata Kelola Nikel

751
0

Kementerian ESDM

Inspektur Jenderal Kementerian ESDM,  Prof Akhmad Syakhroza. Foto: Istimewa

NIKEL.CO.ID– Inspektur Jenderal Kementerian ESDM,  Prof Akhmad Syakhroza menyampaikan tiga rekomendasi perbaikan tata kelola nikel. Apa saja?

Akhmad Syakhroza memaparkan tiga rekomendasi tersebut, yaitu pertama, penyempurnaan regulasi yang ada terkait dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) pembangunan smelter dan realtime. Kedua, RKAB yang diajukan oleh Badan Usaha ke Ditjen Minerba wajib mencantumkan titik koordinat rencana produksi dalam IUP yang dimiliki dan titik serah penjualan.

Ketiga, lanjutnya, perbaikan sistem E-Minerba yang realtime dan terintegrasi, baik di internal Ditjen Minerba seperti untuk RKAB, Minerba One Data Indonesia (MODI), Minerba One Map Indonesia (MOMI), Wakil Pemerintah sebagai saksi pada Titik Serah, dan PNBP.

“Sedangkan eksternal untuk Ditjen Bea Cukai, Ditjen Anggaran, Ditjen Perhubungan Laut–Syahbandar, dan Ditjen Daglu serta bank,” kata Akhamd Syakhroza ketika menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi (Rakor) tentang ‘Kolaborasi Tinjauan Tata Kelola Industri Pertambangan Nikel di Ternate, Maluku Utara’, Selasa (9/11).

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam rakor tersebut menyampaikan bahwa  pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang ada di Indonesia bisa mensejahterakan masyarakat. Tapi, dalam banyak kasus masyarakat yang tinggal di sekitar tambang eksplorasi selalu hidup dalam kemiskinan.

Karena itu, Alexander mendorong pihak-pihak terkait untuk mencarikan solusi permasalahan pengelolaan SDA, tak terkecuali di sektor pertambangan nikel.

Alexander mengungkap berbagai permasalahan dalam tata kelola nikel. Pertama, tidak konsistennya kebijakan peningkatan nilai tambah nikel, sehingga memberi insentif terjadinya ekspor illegal. Kedua, tidak adanya indikator kinerja utama dalam pembangunan smelter mengakibatkan lemahnya sistem penilaian dan monitoring evaluasi pembangunan smelter. Ketiga, lemahnya sistem verifikasi pengangkutan dan penjualan komoditas nikel, karena dalam Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) Badan Usaha tidak mencantumkan titik koordinat dan titik serah penjualan.

“Permasalahan  keempat, belum terintegrasi secara realtime sistem yang ada di internal Ditjen Minerba, maupun dengan sistem eksternal DJBC, Ditjen Anggaran, Ditjen Hubla, dan Ditjen Daglu,” paparnya.

Selain itu, menurut Alexander, aktivitas pertambangan nikel juga belum mengindahkan prinsip good mining practices. Sehingga masih ditemukan fakta kerusakan lingkungan di sekitar kawasan pertambangan.

Melalui rakor itu, Alexander berharap menjadi jalan perbaikan tata kelola dan efektivitas penegakan hukum di komoditas nikel Indonesia. Sehingga, amanat konstitusi untuk melakukan pengelolaan yang bermuara pada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat terwujud. (Herkis/Rief)

.

Artikulli paraprakKPK : Tupoksi Pengawasan K/L di Sektor SDA Harus Diperkuat
Artikulli tjetërDelapan Smelter Nikel Terkendala Pendanaan