NIKEL.CO.ID – Indonesia dianggap semakin siap untuk menjadi salah satu pemain dalam industri pembuatan baterai kendaraan listrik (electric vehicle/ EV). Dengan pasokan bahan baku yang berlimpah, serta ceruk pasar domestik yang menggiurkan, ini dianggap menjadi keuntungan Indonesia untuk mengembangkan pabrik baterai kendaraan listrik.
Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Nasional Agus Tjahajana Wirakusumah menjelaskan bahan baku baterai yang paling utama adalah nikel, dan Indonesia memiliki pasokan cadangan nikel yang sangat besar untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin. Dengan demikian, negara bisa mendapatkan nilai tambah mulai dari hulu hingga hilir.
“Tidak bisa dipungkiri kita memiliki pasokan atau cadangan (nikel) yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kegunaan program ini dan proyek ini. Bagaimana kita bisa memaksimalkan cadangan ini untuk kita dapatkan nilai yang sebesar-besarnya,” tutur Agus yang juga merupakan Komisaris Utama Inalum kepada CNBC Indonesia, Rabu (02/12/2020).
Menurutnya saat ini yang paling penting adalah bisa menggaet mitra yang mumpuni (qualified) dalam memproduksi baterai kendaraan listrik ini. Pasalnya, pembuatan baterai EV skala besar saat ini masih terbilang baru, sementara kemampuan negara dalam pembuatan bahan bakar mobil listrik ini masih dalam jumlah yang kecil.
Nantinya, dengan bekerja sama dengan mitra, maka diharapkan terjadi transfer ilmu (transfer knowledge) dari mitra yang berpengalaman. Ini artinya, mitra akan memberikan teknologi dan cara bekerja dengan cepat, sementara Indonesia menawarkan pasar domestik dan bahan baku.
Dia mengatakan, saat ini Indonesia telah merakit baterai untuk keperluan penyimpanan energi oleh PLN. Namun komponen baterai masih diimpor.
Agus yakin dengan bekal itu Indonesia mampu membuat pabrik baterai secara gradual.
“Tentu kita menyadari Indonesia pada posisi berkembang ke arah penggunaan electric vehicle, tapi kita tidak akan sulit untuk memproduksinya melihat pengalaman produksi otomotif selama 20 tahun dan komponen mobil EV lebih sedikit dibanding combustion engine,” katanya.
Sebagai informasi, pada 2040 mendatang permintaan mobil listrik diproyeksikan akan mencapai 60 juta unit. Agus menambahkan, perkembangan industri otomotif akan sejalan dengan pertumbuhan populasi manusia, sehingga 20 tahun mendatang 60% mobil dunia adalah berbasis listrik.
Sementara di domestik sendiri, permintaan mobil listrik dalam 10 tahun mendatang diperkirakan akan mencapai 400-600 ribu unit dengan asumsi penjualan mobil nasional mencapai 2 jutaan unit.
Sumber: CNBC Indonesia