
NIKEL.CO.ID, 15 MEI 2023 – Asisten Deputi (Added) Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), Tubagus Nugraha, mengatakan, rencana pemerintah membatasi produksi bijih nikel akan membuat harga nikel lebih ekonomis.
Hal ini disampaikan Tubagus saat menyampaikan materi dalam acara Training of Trainers (TOT) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) dengan tema “Peningkatan Tata Kelola Pertambangan dan Hilirisasi Nikel Untuk Pembangunan Nasional” hari ini.
“Harga bijih yang lebih kompetitif akan mendorong pelaku usaha pemurnian untuk meningkatkan efisiensinya agar dapat menyerap bijih nikel berkadar lebih rendah (harga lebih ekonomis),” katanya dalam TOT APNI, Hotel Sahid, Jakarta, diikuti nikel.co.id, Senin, (15/5/2023).
Menurutnya, kebijakan alternatif terkait pembatasan Rencana Produksi Bijih dalam Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) Izin Usaha Pertambangan (IUP) dilatarbelakangi semenjak penerapan larangan ekspor bijih mentah di tahun 2020, dan hal ini menyebabkan terjadinya praktek kartel harga bijih oleh pelaku usaha pemurnian. Karena saat itu industri pemurnian belum banyak yang terbangun dan beroperasi, demand untuk bijih menjadi rendah, sementara pelaku usaha pertambangan sudah tidak bisa melakukan ekspor.
“Akibatnya, daya tawar pelaku usaha pertambangan menjadi sangat rendah. Sehingga harga cenderung didikte oleh pelaku usaha pemurnian, sekalipun pemerintah telah menerbitkan regulasi tentang Harga Patokan Mineral,” jelasnya.
Nugraha memaparkan, jika moratorium smelter diterapkan, kondisi serupa berisiko berulang kembali. Moratorium akan secara langsung dan tangible mengakibatkan demand atas bijih nikel menjadi statis, sehingga akan terjadi persaingan di antara pelaku usaha pertambangan untuk mendapatkan offtaker atas produk bijih mereka. Namun jika pemerintah membatasi rencana produksi bijih setiap pelaku usaha pertambangan, supply menjadi lebih rendah daripada demand.
“Sehingga dalam jangka pendek harga patokan mineral dapat terimplementasi dengan baik,” paparnya.
Dia juga menegaskan, dalam jangka menengah, investasi untuk smelter logam dasar menjadi kurang atraktif karena harga bahan baku menjadi lebih tinggi.
“Sehingga laju pembangunan smelter baru menjadi terkendali,” tegasnya.
Asisten Deputi Pertambangan Kemenko Marves ini juga berharap, investasi akan teralihkan ke industri intermediate (turunan). Sehingga dalam jangka panjang, hanya smelter-smelter yang efisien yang akan bertahan. Sementara di sisi hulu, harga yang lebih kompetitif akan menurunkan cut off grade sehingga cadangan menjadi lebih besar.
“Selain itu, margin untuk membiayai kegiatan eksplorasi juga bertambah,” pungkasnya. (Shiddiq).