Beranda Asosiasi Pertambangan Market Pengusaha Tambang Hulu Nikel adalah Industri Baterai dan Kendaraan Listrik

Market Pengusaha Tambang Hulu Nikel adalah Industri Baterai dan Kendaraan Listrik

1073
0
DPP APNI Kawasan Uni Eropa Olfriady Letunggamu (Dok. MNI/nikel.co.id)

NIKEL.CO.ID, 12 MEI 2023 – Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Bidang Humas Kawasan Uni Eropa dan Rusia, Olfriady Letunggamu mengatakan, pasar bagi pengusaha hulu pertambangan nikel adalah baterai dan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) seperti mobil, bus, dan sepeda motor. 

“Electric vehicle ada bus, mobil, dan sepeda motor, dan lain lain,” kata Olfriady, baru-baru ini di Jakarta.

Menurutnya, ekosistem baterai dan kendaraan listrik memiliki hubungan erat dalam bisnis pertambangan hulu. Karena ia adalah pemasok bahan baku dalam komponen baterai EV yang memiliki kandungan salah satunya adalah nikel. 

“Memang salah satu yang banyak orang tahu adalah nikel sebagai bahan baku komponen baterai EV. Padahal, tidak hanya cuma di baterai, di series baterai lainnya juga membutuhkan material nikel,” ujarnya. 

Sejak disepakatinya Paris Agreement tentang Net Zero Emishi (NZE), maka banyak negara membuat kebijakan transisi energi untuk beralih dari penggunaan bahan bakar fosil ke bahan bakar ramah lingkungan. Sehingga penggunaan baterai EV dan kendaraan listrik terus berkembang. 

Tentu, ini akan bersinergi dengan bisnis pertambangan nikel dari hulu ke hilir dalam pemenuhan bahan baku baterai EV dan kendaraan listrik. Selain menciptakan NZE karena menggunakan energi ramah lingkungan. Ditambah dengan berbagai kampanyenya untuk penggunaan green energy di berbagai negara di dunia akan menjadi peluang bisnis yang cerah dimasa depan. 

“Sehingga ekosistem dari EV akan benar-benar menjadi net zero emission dan hasilnya pun dari energi hijau itu semua menjadi nilai tambah pada kehidupan kita manusia secara populasi dunia,” imbuhnya. 

Olfriady berpandangan, sebagai organisasi pengusaha tambang nikel disektor hulu, dia melihat industri pertambangan hulu dari sisi bisnis industri menengah hingga akhir (end product). Mereka menginginkan penggunaan alat mesin pertambangan dipertambangan mereka dari kendaraan listrik. 

“Kita ingin, misalnya alat-alat kita nanti, seperi  dump truck sudah electrical. Terus survivor kita semua, listrik yang dihasilkan dari energi hijau juga, bukan dari pembakaran bahan bakar fosil. Jika sudah seperti itu, maka ekosistem di dunia ini akan menjadi sangat baik sekali,” jelasnya. 

Dia menuturkan, dari dunia pertambangan juga menilai polusi udara, dan itu bukan hanya karbondioksida (CO2), tapi polusi suara dari mesin kendaraan yang membuat bising. 

“Kita harus menurunkan emisi ini sehingga ke depan akan baik sekali. Jadi tidak hanya EV untuk kurangi NZE, tapi juga energi yang disuplai kepada energi EV yang merupakan energi bersih,” tuturnya. 

Menurut data APNI, kata dia, saat ini di Indonesia sudah ada sebanyak 239 perusahaan tambang nikel yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dari 239 perusahaan tambang nikel yang beroperasi saat ini berapa kemampuan mereka untuk menyerap atau memproduksi nikel per tahun jika dibandingkan dengan cadangan nikel yang dimiliki Indonesia sebesar 4,5 miliar metrik ton. Jika dilihat dari kebutuhan yang diperlukan pabrik smelter hingga 2026 sekitar 337,7 juta metrik ton per tahun. 

 “Artinya nikel dari kadar tinggi 1,7% itu dalam enam tahun ke depan sudah sulit untuk ditemukan lagi. Batu bara kita yang kadar tinggi sudah susah di cari. Sedangkan nikel yang di bawah 1,7% atau yang kadar rendah, itu masih mempunyai waktu lebih lama, itu masih 80 tahun cadangan kita,” jelasnya. 

Olfriady melanjutkan, bisnis pertambangan hulu nikel yang menghasilkan bijih nikel kadar rendah atau limonit inilah yang diperjualbelikan ke pabrik smelter untuk bahan baku baterai EV dan kendaraan listrik. Dalam proses bisnis dimulai dari tambang lalu dimasukkan ke transportasi menggunakan truck dipindahkan ke kapal laut untuk dikirim ke pabrik smelter.

Bijih nikel ini memiliki added value (nilai tambah) ketika diolah menjadi nikel sulfat sebanyak 11,4 kali, dari nikel sulfat ke prekursor 19,4 kali, dari prekursor ke katoda sebanyak 37,5 kali dan dari katoda menjadi baterai cell sebanyak 67,7 kali.

Penggunaan bahan baku nikel untuk menjadi baterai EV dalam bisnis green energy untuk memenuhi NZE tentu akan menguras semua kandungan nikel yang ada. Sedangkan nikel termasuk bahan tambang yang terbatas yang akan habis bila terus dieksplorasi.

“Jadi cadangannya bukan banyak sekali namun indahnya nikel ini, di nikel ini dapat diolah kembali atau di recycling,” paparnya. 

Dia mencontohkan, baterai pack diisi listrik di stasiun pengisian baterai, ketika sudah bertahun-tahun dan rusak itu bisa didaur ulang. Inilah yang menurutnya, jika dilihat dari industri penambangan hulu nikel dan hilir berpadu menciptakan produk dari mulai bahan mentah hingga menjadi produk. Seperti baterai EV dan kendaraan listrik yang ramah lingkungan. 

“Kita ingin baterai EV plus itu selalu ada, dan banyak di Indonesia, dan juga kita ingin menghirup udara yang bersih, karena kebersihan udara itu berpengaruh buat kita semua,” pungkasnya. (Shiddiq)