NIKEL.CO.ID., 7 November 2022—Pemerintah sudah mengatur tata niaga nikel melalui Permen No. 11 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batu Bara. Dalam peraturan tersebut diatur bahwa Harga Patokan Mineral (HPM) logam menjadi acuan harga penjualan bijih nikel bagi penambang nikel ke perusahaan smelter di dalam negeri.
Akan tetapi, kenyataan di lapangan seringkali terjadi polemik perbedaan penentuan kadar nikel terus berlanjut hingga menimbulkan sengketa antara penambang dan smelter. Pihak smelter memakai kadar bijih nikel yang diterimanya berdasarkan hasil survei di pabrik, sedangkan penambang memakai kadar nikel hasil survei di tempat penambang.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Septian Hario Seto, dalam kegiatan Training of Trainers: Analisis Kuantitatif dan Kualitatif Mineral Nikel, menceritakan, Menko Marves sudah berkirim surat kepada Menteri ESDM. Isinya mengimbau penggunaan hasil survei yang akan diambil adalah hasil survei di titik muat penambang. Tidak ada lagi penentuan kadar nikel berdasarkan hasil survei yang dilakukan di smelter.
“Tidak ada lagi survei yang dilakukan di titik bongkar, yang selama ini selalu dijadikan acuan,” ujar Seto seraya menceritakan progresnya masih berjalan dan ia sempat melihat sudah ada draf keputusan menteri ESDM untuk hal tersebut.
Sebenarnya, katanya menambahkan, ada dua hal terkait surveyor. Jasa survei itu pembina sektornya ada dua, yakni Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM, terutama Direktorat Jenderal Minerba, karena domainnya memang memang ada di Kementerian ESDM
“Jadi, menurut pendapat kami, dari sisi pengaturannya, seharusnya penentuan titik verifikasi yang menjadi dasar penentuan harga, kualitas, dan lainnya memang ada Kementerian ESDM,” katanya pada kegiatan yang berlangsung di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Senin, 7 November 2022.
Seto mengatakan, ada satu hal lain yang menjadi fokus perhatian yang harus diperbaiki, yaitu standardisasi terkait penilaian kualitas bijih nikel ini. Pihaknya, sudah menawarkan Tekmira untuk menyusun terlebih dahulu semacam juknis untuk ini.
Memang, katanya menambahkan, mengenai hal ini perlu ada koordinasi lintas Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM.
“Kalau juknis-juknis seperti ini logikanya memang harus dari pembina sektor, yakni Kementerian Perdagangan, dan Kementerian ESDM bisa membantu dalam pembuatan juknis, untuk sementara ini, juknis standardisasi,” Seto mengusulkan.
Ia mengatakan, pihaknya akan mendorong terus terbitnya keputusan menteri terkait referensi titik penentuan harga dan kualitas ada di titik bongkar. Jadi, penentuannya bukan lagi di titik bongkat, tetapi di titik muat. (Rus)