Beranda Asosiasi Pertambangan Direktur APKPI: Aspek K3 Bagian Utama di Pertambangan, Ciptakan Operasional Aman dan...

Direktur APKPI: Aspek K3 Bagian Utama di Pertambangan, Ciptakan Operasional Aman dan Produktif

239
0

NIKEL.CO.OD, 13 FEBRUARI 2023 – Direktur Asosiasi Profesi Keselamatan Pertambangan Indonesia (APKPI), Alwahono mengatakan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah bagian utama di pertambangan dengan tujuan menciptakan operasional tambang yang aman dan produktif.

“Aspek K3 di tambang itu menjadi bagian utama karena di pertambangan itu kita menerapkan good mining practice (GMP),” kata Direktur APKPI, Alwahono melalui percakapan telepon kepada nikel.co.id, Senin (13/2/2023).

Pria yang akrab disapa Al menyampaikan, di GMP salah satunya adalah keselamatan pertambangan. Di dalam pertambangan itu tidak hanya aspek K3 saja, tapi juga ada Keselamatan Organisasi (KO). Tujuannya adalah agar pekerja tambang itu sehat dan selamat, serta menciptakan operasional tambang yang aman dan produktif.

Ia menekankan, dalam bidang teknik pertambangan penerapan K3 di pertambangan menjadi sangat penting, dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 96.

Penerapan K3 di Smelter

Al selanjutnya menuturkan penerapan K3 di pabrik atau smelter, baik di pertambangan maupun non pertambangan bagi para pekerjanya. Karena tujuan dari K3 itu sendiri bukan hanya untuk memberikan keselamatan para pekerja saja, tapi juga untuk menyelamatkan produksi.

Justru, katanya, di dalam produksi itu K3 menjadi bagian yang sangat penting. Karena bila para pekerja tidak dapat dikelola dengan baik, maka sudah pasti produksi yang merupakan bahan kebutuhan pertambangan itu akan terganggu, bahkan bisa berhenti operasional yang berdampak perusahaan bisa tutup.

“Oleh karena itu harus dikelola, disinergikan dengan pengelolaan dari perusahaan pertambangan,” ujarnya.

Al menerangkan bahwa dampak positif dari penerapan K3 terhadap para pekerja merupakan hal yang sangat penting dan mendasar karena merupakan hak dasar kehidupan manusia. Jadi menjadi dasar kebutuhan hidup, seperti kebutuhan minum, sandang, pangan itu adalah hak dasar.

“Keselamatan sudah menjadi kebutuhan dasar dari orang-orang yang bekerja. K3 itu diterapkan karena untuk menghadapi risiko kecelakaan, mengurangi kecelakaan dan menghindari terjadinya kecelakaan di tempat kerja,” tuturnya.

Sebaliknya, bila K3 tidak diterapkan dalam sebuah perusahaan tambang atau smelter, maka yang paling mengalami kerugian adalah para pekerja. Karena K3 itu merupakan kebutuhan penting bagi karyawan agar tetap sehat dan selamat.

“Kalau pekerja tidak mau mematuhi keselamatan, orang yang paling rugi pertama itu bukan pengusaha, kerugian terbesar utama buat pekerja itu sendiri,” katanya.

Oleh karena itu, menurutnya, bila pekerja hidupnya sudah sejahtera dan sesuai dengan cita-cita PBB melalui ILO tahun 2030, maka sesungguhnya bekerja di industri smelter dan pertambangan itu sudah bekerja layak. Jika mereka sudah bekerja layak, maka kebutuhan keselamatan menjadi penting, sehingga bila mereka sudah sejahtera, maka hidupnya tidak mengalami kesusahan.

“Orang yang sudah sejahtera nggak mau turun sejahteranya. Tentu dia tidak mau akan ada penyakit, cacat, dan lain-lain akibat kerja,” ujarnya.

Ia menguraikan tentang risiko-risiko potensi terjadinya kecelakaan yang harusnya sudah di-mapping (petakan) pihak perusahaan atau organisasi melalui manajemen risiko. Kemudian dilakukan proses pencegahan dan mitigasi potensi risiko.

“Jadi, perusahaan wajib menerapkan K3, semua perusahaan harus menerapkan K3,”tegasnya.

Al mencontohkan, perusahaan memiliki 100 karyawan atau lebih, maka dia memiliki kewajiban untuk menerapkan K3 dan sistem manajemen K3.

Di berbagai negara di dunia dua atau tiga negara, Indonesia termasuk salah satu yang mewajibkan menerapkan K3 dan sistem manajemen K3. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Minerba Nomor 50 Tahun 2012 dan sejak tahun 2014 perusahaan pertambangan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan pertambangan.

Dalam penerapan K3, berbagai perusahaan pertambangan sedang dalam proses penerapan. Untuk perusahaan pertambangan yang besar dan sesuai GMP umumnya telah menerapkan K3 dan sistem manajemen K3 dengan sangat baik. Namun, masih ada beberapa perusahaan yang sedang berproses untuk meningkatkan kualitas K3 dan sistem manajemen K3 ke arah yang lebih baik lagi.

“Tapi intinya, berbagai perusahaan sebagian besar sudah sadar atau awar betapa pentingnya keselamatan walau sebagian lagi tentu ada yang separuh hati karena peraturan,” paparnya.

Selain itu, dia juga menceritakan mengenai sejarah keberadaan K3 sebelum tahun 1970 fokus wilayahnya pada engineering. Wilayah engineering itu seperti proses pembangunan pabrik, teknologi, alat peralatan yang dipakai, membuat desain, dan lain-lain.

Seiring berjalan, masuk era 1970 hingga 2000, K3 mulai bertambah wilayahnya dari semula di engineering bertambah pada faktor manusia tentang risiko terjadinya kecelakaan atau disebut human factor.

Pada era 2000 ke atas sudah merambah ke wilayah organisasi dan sistem. Hal itu karena penerapan keselamatan yang baik tergantung kepada organisasi, struktur organisasi, kebijakan organisasi sampai corporate culture dari organisasi itu.

Sehingga penerapan K3 di tahun 2000 hingga sekarang, pertama adalah aspek humannya (aspek manusianya) dan dibagi menjadi human capability dan leadership.

Kedua, adalah proses dan teknologi. Bagaimana K3 mengolah proses-proses dan teknologi, perawatan alat-alat, kondisi alat dan lingkungan yang dapat dipastikan dalam keadaan yang layak.

Ketiga, komponen besarnya sesuai perkembangan ke atas sampai tahun 2020, adalah organisasi dan sistemnya. Maka saat ini perusahaan mulai menerapkan sistem manajemen. Sehingga organisasi itu meletakkan safety (K3) berada corporate culture.

Al menegaskan, penerapan dari tiga komponen dasar ini yang disebut safety resilience yang bertujuan untuk menciptakan pengembangan safety yang tangguh. Safety yang tangguh berarti mampu belajar dari masa lalu menghadapi kondisi saat ini dan mampu mengantisipasi segala kemungkinan-kemungkinan risiko akan datang.

Saat ini, kata dia, APKPI sedang mengkampanyekan safety resilience (tangguh) yang menjadi isu dunia bahwa pengelolaan keselamatan harus resilience (tangguh).

“Maka kami juga membuat satu jurnal bagaimana menurunkan angka kecelakaan dari buletin ini,” ujarnya. (Shiddiq)

Artikulli paraprakHPM Nikel Februari Terkerek Naik, Bagaimana Implementasi Jual Beli Bijih Nikel?
Artikulli tjetërMenko Marves: Indonesia Jajaki Kerja Sama dengan Pengusaha Lithium Australia