Beranda Artikel Bamsoet Dukung Keinginan JTA International Holding Investasi Hilirisasi Mineral

Bamsoet Dukung Keinginan JTA International Holding Investasi Hilirisasi Mineral

1057
0
Ketua Umum APNI, Nanan Soekarna dan Sekjen APNI, Meidy Katrin Lengkey saat mendampingi CEO of JTA International Holding, Dr. Amir Ali Salemi bertemu dengan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo di Jakarta, Senin (18/4/2022)
Ketua Umum APNI, Nanan Soekarna dan Sekjen APNI, Meidy Katrin Lengkey saat mendampingi CEO of JTA International Holding, Dr. Amir Ali Salemi bertemu dengan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo di Jakarta, Senin (18/4/2022)

NIKEL.CO.ID, 18 April 2022-Ketua Umum APNI, Nanan Soekarna dan Sekjen APNI, Meidy Katrin Lengkey mendampingi CEO of JTA International Holding, Dr. Amir Ali Salemi untuk bertemu Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) di Jakarta, Senin (18/4/2022). Bamsoet mendukung keinginan JTA Holding berinvestasi di sektor hilirisasi mineral di Indonesia.

Dalam pertemuan tersebut, turut hadir Pengurus Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia, antara lain Sekretaris Kepada Badan Junaidi Elvis, dan Kepala Hubungan KADIN dengan Kepolisian Robert J. Kardinal.

Bamsoet mengatakan, JTA International Holding adalah sebuah perusahaan investasi internasional berkantor pusat di Qatar yang bergerak dalam pembiayaan untuk proyek dan konsultasi pengembangan bisnis. JTA Holding ingin berinvestasi dalam hilirisasi mineral di Indonesia,  khususnya untuk komoditas nikel.

Menurut Bamsoet, masuknya investasi JTA Holding sekaligus sebagai dukungan terhadap langkah Pemerintah Indonesia menghentikan ekspor bahan mentah, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Disampaikan, menurut data US Geological Survey cadangan nikel Indonesia diproyeksikan mencapai 21 juta metrik ton, dan sekitar 40 persen nikel dunia ada di Indonesia. Potensi ini menjadikan Indonesia sebagai pemain utama nikel dunia, disusul oleh Australia dengan cadangan nikel mencapai 19 juta metrik ton.

“US Geological Survey juga melaporkan pada tahun 2021, Indonesia menempati peringkat pertama negara produsen nikel terbesar dunia. Indonesia memproduksi 1 juta metrik ton nikel atau sekitar 37 persen dari total produksi nikel dunia yang berkisar di angka 2,7 juta metrik ton. Di peringkat kedua, ditempati Filipina dengan produksi nikel mencapai 370 ribu metric ton. Disusul Rusia dengan 250 ribu metrc ton,” papar Bamsoet yang juga menjabat Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia.

Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, selain berkantor pusat di Qatar, JTA International Holding juga mengelola sekitar 32 kantor lokal yang tersebar di seluruh dunia, antara lain di Inggris, Jepang, Australia, Afrika Selatan, Finlandia, Nigeria, Kanada, Jerman, Luksemburg, Aljazair, Spanyol, Yunani, Belanda, Swiss, Malaysia, Rusia, Oman, Italia, Bulgaria, Norwegia, Singapura, Maladewa, Turki, Denmark, Amerika Serikat, Irak, Uzbekistan, Kirgistan, dan Indonesia. Sekaligus mengelola berbagai bisnis internasional melalui 22 anak perusahaan yang berada di Doha, Qatar dan London, Inggris.

“Selain di sektor mineral, JTA International Holding juga berencana berinvestasi di berbagai sektor lainnya di Indonesia. Seperti rumah sakit, infrastruktur, hingga properti. Menunjukan bahwa posisi Indonesia di mata para investor Indonesia sangat kuat,” ucap Bamsoet.

Pemerintah Indonesia memang sedang membumikan program peningkatan nilai tambah (value added) bijih nikel kadar rendah atau limonite yang diolah menjadi katoda sebagai komponen baterai listrik. Dikatakan Bamsoet, permintaan nikel dari industri kendaraan listrik diperkirakan akan tumbuh sebesar 28,0 persen CAGR sepanjang 2020-2030 menjadi 1,3 juta ton. Indonesia ditargetkan akan menjadi pusat produksi kendaraan listrik dan fokus di hilir, menargetkan 300.000 mobil listrik dan 2,5 juta sepeda motor listrik pada 2030. Menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor.

Menurutnya, sebagai salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam mengembangkan kendaraan listrik, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Indonesia juga sudah mendirikan Indonesia Battery Corporation (IBC), sebuah holding yang dibentuk oleh empat BUMN, yaitu PT. Indonesia Asahan Aluminium, PT. Aneka Tambang Tbk, PT. Pertamina, dan PT. PLN, untuk mengelola industri baterai terintegrasi dari hulu sampai ke hilir di Tanah Air.

“Keterlibatan JTA International Holding dalam berbagai investasinya di sektor nikel, diharapkan bisa mendukung industri nikel Indonesia yang kuat, lengkap dengan smelter operasional dan infrastruktur pemrosesan, serta kemitraan internasional,” imbuhnya.

Investasi di Smelter Hidrometalurgi

Sebelumnya dalam sebuah pertemuan di Jakarta, CEO of JTA International Holding, Dr. Amir Ali Salemi menyampaikan kepada Sekjen APNI, Meidy Katrin Lengkey, Indonesia akan menjadi penghasil bijih nikel dan baterai terbesar dunia. Karena, program hilirisasi industri lebih dominan untuk sektor nikel.

“Melihat peluang yang besar di Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa besar, kami telah mengangkat dan menunjuk Mrs. Meidy Katrin Lengkey sebagai Country Manager JTA Indonesia, https://jtaholding.qa/OurTeam sebagai bagian dari perusahaan JTA yang khusus mengatur dan bertanggung jawab untuk segala kerja sama bisnis di Indonesia,” tutur Amir.

Menurutnya, selain untuk baterai listrik, utilisasi smelterisasi nikel harus dilakukan pengolahan nikel menjadi ferronikel, sehingga mejadi 90–95%, hasil olahan yang dihasilkan dari nikel sehari hari yang kita kenal seperti sendok, sepeda, jam tangan, garpu, dan hampir 300.000 jenis produk olahan. Dan produk campuran lainnya yang dihasilkan dari bijih nikel sebanyak 300 jenis.

“Pendorong Indonesia menjadi raja nikel dan bisa menjadi raja baterai dunia tentu akan memperoleh keuntungan terbesar,” kata Amir.

Amir berpandangan, banyaknya minat perusahaan dunia ingin membangun pabrik pengolahan di Indonesia, hal ini disebabkan pertimbangan bahwa cadangan bijih nikel di Indonesia yang sangat melimpah. Hal ini pula yang membuat JTA International Holding ingin ikut berpartisipasi membangun hilirisasi mineral di Indonesia, dan tentu saja karena melihat sisi ekonomi bisnis peluang investasi di Indonesia sangat menjanjikan untuk masa depan.

Dirinya mengungkapkan, banyak perusahaan yang turut berpartisipasi dalam mendukung hilirisasi mineral di Indonesia, melalui pengembangan industri baterai kendaraan listrik. Salah satu contohnya adalah Trinitan Group yang telah berhasil mengembangkan teknologi pengolahan nikel secara hidrometalurgi, yaitu Step Temperature Acid Leaching (STAL) yang dapat mengolah potensi nikel yang melimpah di Indonesia, khususnya nikel kadar rendah untuk menghasilkan nikel kelas satu.

“Menurut kami Teknologi STAL merupakan teknologi baru yang inovatif dan memiliki unique selling point. Karena, selain dapat menjawab kebutuhan dunia akan nikel kelas satu yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik, ternyata emisi karbon yang dihasilkan oleh STAL jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan teknologi pengolahan nikel lainnya,” jelasnya.

Pihak JTA Holding juga sudah melakukan peninjauan dan diskusi detail dengan CEO PT Trinitan Metals dan Mineral untuk menindaklanjuti rencana kerja sama pembiayaan untuk industri hilirisasi nikel melalui teknologi pengolahan nikel secara hidrometalurgi, yaitu Step Temperature Acid Leaching (STAL). (Syarif)

Artikulli paraprakDirjen Minerba: Pemberlakuan Perpres 55/2022 Jangan Menimbulkan “Kekacauan” Perizinan
Artikulli tjetërLME Tahan Harga Nikel Meski Stok Terus Menyusut