
NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Kelompok Studi Nikel Internasional (International Nickel Study Group/INSG) menyampaikan hasil pembahasan dengan para pemangku kepentingan di industri nikel mengenai tren pasar nikel global, proyeksi produksi dan konsumsi, serta tantangan dari sisi kebijakan dan keberlanjutan industri.
Hal ini disampaikan usai pertemuan yang dilakukan pada 22 – 23 April 2025 di Lisbon, Portugal, dalam pers rilis yang dikeluarkan INSG per April 2025. INSG mencatat bahwa dinamika kebijakan perdagangan global memicu ketidakpastian baru dalam pasar bahan mentah, termasuk nikel. Di Indonesia, keterlambatan penerbitan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) menyebabkan kelangkaan bijih nikel.
“Dampak kebijakan royalti baru Indonesia terhadap sektor pertambangan masih perlu dievaluasi secara menyeluruh,” ujar INSG dalam keterangannya tersebut.
Meski begitu, produksi berbagai jenis produk nikel seperti nickel pig iron (NPI), mixed hydroxide precipitate (MHP) dari pabrik HPAL, nikel matte, nikel katoda, dan nikel sulfat diperkirakan akan terus meningkat pada 2025.
Di Tiongkok, produksi nikel primer juga diproyeksikan tumbuh berkat ekspansi kapasitas nikel katoda dan nikel sulfat, meskipun produksi NPI diprediksi terus menurun. Sementara itu, sejumlah fasilitas produksi di negara lain mengalami penurunan atau bahkan penghentian operasi akibat tekanan profitabilitas.
INSG juga memperkirakan pertumbuhan lebih lanjut di sektor baja nirkarat (stainless steel) pada 2025. Namun, perluasan penggunaan nikel dalam baterai kendaraan listrik tidak secepat yang diantisipasi sebelumnya, lantaran meningkatnya dominasi baterai LFP (lithium iron phosphate) yang tidak mengandung nikel, serta tingginya permintaan kendaraan hibrida dibanding kendaraan listrik murni.

Meski demikian, proyek pengembangan material prekursor katoda ternary (pCAM) di berbagai belahan dunia diyakini akan menopang permintaan nikel ke depan.
Produksi nikel primer global mencapai 3,363 juta ton pada 2023, naik menjadi 3,526 juta ton pada 2024, dan diprediksi menembus 3,735 juta ton pada 2025. Sementara itu, konsumsi dunia diperkirakan naik dari 3,193 juta ton (2023) menjadi 3,537 juta ton (2025). Surplus pasar masing-masing diproyeksikan sebesar 170 ribu ton (2023), 179 ribu ton (2024), dan 198 ribu ton (2025).
Selain itu, pertemuan INSG ini juga menjadi forum berbagi wawasan dari berbagai pakar. Di antaranya, Tim Collins (Sekretaris Jenderal Worldstainless) membahas proyeksi permintaan baja nirkarat ke depan. Jorge Uzcategui dari Benchmark Mineral Intelligence menyampaikan bahwa “baterai lithium-ion akan menentukan masa depan pasar nikel.”
Christy Gellert dari Vale Canada Limited memaparkan perkembangan terkini pasar nikel dari perspektif produsen. Frank Wäckerle dari CRONIMET Ferroleg GmbH menyampaikan dinamika terbaru pasar skrap baja nirkarat. Sementara itu, Dr. Mark Mistry dari Nickel Institute menekankan pentingnya tata kelola rantai pasok nikel yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Dalam kesempatan itu, Komite Lingkungan dan Ekonomi juga membahas tema produksi nikel berkelanjutan. Meng Bai dari China Nonferrous Metals Industry Association mempresentasikan perkembangan pasar nikel Tiongkok. Sementara itu, Solange Harpham dari Paris Peace Forum mengangkat isu diplomasi dalam pengelolaan mineral transisi. (Shiddiq)