NIKEL.CO.ID, JAKARTA- Wakil Ketua Komite Hilirisasi Mineral dan Batubara Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Djoko Widayatno, menanggapi wacana kenaikan tarif royalti nikel yang dilakukan pemerintan beberapa waktu belakangan ini.
Menurutnya, rencana pemerintah berencana menaikkan tarif royalti nikel menjadi 14% hingga 19% tersebut perlu dikaji secara matang.

“Negara-negara lain penghasil nikel menetapkan royalti rata-rata di kisaran 2% hingga 7%, atau maksimal 9%. Jika Indonesia meningkatkan royalti menjadi 14% hingga 19%, terutama untuk harga mineral acuan (HMA) sebesar US$18.000, kita akan menjadi negara dengan tarif royalti tertinggi di dunia,” ungkapnya kepada dikutip melalui Warta Ekonomi, Kamis (27/03/2025).
Menurut Djoko, harga nikel global saat ini sedang mengalami tren penurunan, sehingga mencapai HMA sebesar US$18.000 dalam waktu dekat dinilai sulit.

Ia juga menegaskan bahwa penetapan tarif royalti seharusnya tidak hanya mempertimbangkan harga pokok produksi (HPP), tetapi juga dampak terhadap pemegang saham dan iklim investasi di sektor ekstraktif.
“Perusahaan juga harus membagi dividen kepada pemegang saham, sementara bagian yang diterima pengusaha semakin kecil jika dibandingkan dengan porsi yang diambil pemerintah. Hal ini berpotensi memperlambat investasi di industri ekstraktif dan melemahkan daya saing Indonesia dengan negara-negara penghasil komoditas lainnya,” lanjutnya.
Djoko juga menyoroti pentingnya pemanfaatan dana royalti untuk pengembangan industri, termasuk penelitian dan pengembangan (R&D) serta peningkatan sumber daya manusia (SDM).

“Kami mendukung adanya royalti, asalkan tidak memberatkan anggota Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) dan dapat mengembangkan teknologi pengolahan yang menjadi tulang punggung hilirisasi. Namun, kami perlu memastikan bahwa pemerintah telah memanfaatkan dana royalti tersebut untuk R&D, penguatan SDM, dan pengembangan teknologi ekstraksi,” ujarnya.
Dengan situasi harga nikel yang terus melemah dan tantangan daya saing global, Djoko berharap pemerintah dapat mengambil kebijakan yang lebih strategis demi menjaga keberlanjutan industri nikel Indonesia serta mendukung hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah komoditas mineral. (Lili Handayani)