Beranda Asosiasi Pertambangan Audiensi APNI dan KPK Bahas Tata Kelola dan Tata Niaga Nikel

Audiensi APNI dan KPK Bahas Tata Kelola dan Tata Niaga Nikel

2403
0
Jajaran Pengurus APNI dan Jajaran Direktur AKBU KPK usai Audiensi, di Gedung KPK Lama, Jakarta, Rabu (12/3/2025). Dok. MNI

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, memaparkan materi terkait tata kelola dan tata niaga nikel dalam audiensi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Audiensi ini bertujuan untuk membahas berbagai isu yang mempengaruhi industri nikel di Indonesia, termasuk hilirisasi, investasi, serta dampak sosial yang ditimbulkan oleh sektor tambang.

Meidy mengungkapkan bahwa Indonesia kini menjadi pelopor dalam penetapan harga ekspor nikel, dan negara-negara seperti Filipina serta Kaledonia Baru turut mengikuti langkah Indonesia dalam menetapkan harga tersebut. Namun, dia juga menyoroti pernyataan kontradiktif dari para pejabat pemerintah terkait kebijakan investasi.

Dia mengutip pernyataan Menteri Investasi dan Hilirisasi, yang juga Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan P Roeslani, yang menyatakan bahwa penurunan harga nikel bisa menjadi peluang bagi masuknya investasi asing. Namun, ia mencatat, pernyataan ini bertolak belakang dengan pendapat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang menegaskan bahwa Indonesia tidak membutuhkan investasi asing.

“Rosan bilang kita butuh investasi, tetapi Bahlil menegaskan, untuk apa investasi kalau tidak memberikan dampak pada masyarakat sekitar tambang? Kita lihat, investasi terus masuk, tapi ekonomi masyarakat di sekitar tambang justru menurun. Bahkan, ada dampak sosial yang sangat signifikan, dan kita belum siap untuk itu,” ungkapnya di Gedung KPK Lama Jl. HR. Rasuna Said Kav. C1, Jakarta Selatan, Rabu (12/3/2025).

Ia juga menyoroti masalah yang lebih mendalam terkait dampak sosial dari investasi yang dilakukan tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang. Menurutnya, meskipun investasi pada sektor hilirisasi nikel, seperti smelter, membawa keuntungan besar bagi pengusaha, namun masyarakat sekitar tidak merasakan manfaat yang sebanding.

“Investasi itu paling enak, tapi paling tidak nyaman. Mereka mendapat keuntungan besar, tetapi masyarakat tidak mendapatkan dampaknya. Bahkan ada banyak masalah, seperti pajak yang belum dibayar oleh smelter, dan itu merugikan daerah penghasil nikel,” tambahnya.

Dalam audiensi tersebut, Meidy juga mengungkapkan bahwa smelter yang seharusnya membayar pajak ke daerah, malah menggugat balik pejabat daerah yang meminta pembayaran pajak.

“Pajak smelter itu bagian dari daerah, tapi sampai sekarang mereka belum membayar pajak tersebut. Bahkan, mereka menggugat balik pejabat daerah karena tidak mau membayar pajak,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Aminudin menanggapi hal ini dengan memberikan penjelasan terkait hilirisasi, termasuk pengolahan produk antara dan smelter yang masuk dalam sektor hilir.

“Pada sisi smelter, kita perlu memastikan bahwa produk yang dihasilkan diolah dengan baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Aminuddin.

Meidy melanjutkan, keprihatinannya terkait potensi mineral strategis yang belum dimanfaatkan secara maksimal, serta kekhawatiran akan adanya oknum-oknum yang merugikan potensi kekayaan mineral Indonesia.

“Ada potensi besar yang belum dimanfaatkan, dan kami berharap bisa memberikan rekomendasi yang tepat kepada pemerintah dan Presiden untuk memastikan bahwa sektor mineral kita dikelola dengan baik,” tandasnya.

Sebagai bagian dari audiensi tersebut, Meidy meminta agar ada kanal yang tepat untuk mendukung kebijakan yang bisa memberi keuntungan jangka panjang bagi negara dan masyarakat.

“Kita harus memastikan bahwa kanal yang digunakan benar-benar mendukung pengelolaan yang baik, agar potensi mineral Indonesia tidak disalahgunakan,” tutupnya.

Audiensi ini menandai langkah awal untuk mengoptimalkan tata kelola dan tata niaga nikel, serta memastikan bahwa investasi yang masuk memberikan manfaat yang seimbang bagi negara dan masyarakat. KPK dan APNI berharap dapat bekerja sama lebih erat untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada dalam industri nikel Indonesia.

Adapun pengurus APNI yang turut hadir dalam audiensi APNI dan KPK antara lain, Ketua Umum (Ketum) APNI, Komjen Pol (Purn) Drs. Nanan Soekarna, Competent Person Independent Rizal Kasli, dan Korwil Maluku Utara APNI Maria Chandra Pical. Sedangkan dari KPK sendiri hadir antara lain, Kasatgas 1 AKBU KPK Sulistyo, Kasatgas 4 AKBU KPK Ipi, Kasatgas di Monitoring KPK Rachmawati beserta staf jajarannya. (Shiddiq)