Beranda Nikel Mangantar S. Marpaung: Kuota Nikel Harus Dikelola Demi Keberlanjutan Industri Tambang

Mangantar S. Marpaung: Kuota Nikel Harus Dikelola Demi Keberlanjutan Industri Tambang

1061
0
Chairman Djakarta Mining Club, Mangantar S. Marpaung, di acara Training to Miners (TTM) APNI 2024. Dok: MNI/Aninda.

JAKARTA, NIKEL.CO.ID – Chairman Djakarta Mining Club, Mangantar S. Marpaung, menegaskan pentingnya pengelolaan kuota nikel secara berkelanjutan untuk menjaga masa depan industri pertambangan nasional. Ia menyoroti isu pemangkasan kuota nikel yang tengah ramai diperbincangkan. 

Ia menekankan bahwa Indonesia harus berpikir strategis dalam mengelola sumber daya alamnya agar tidak hanya menjadi penyedia bagi negara lain tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap industri domestik.

“Kalau seluruh dunia ini datang ke Indonesia meminta nikel, kita layani semua? Harusnya kita pikirkan dulu, seberapa besar cadangan kita dan seberapa banyak kita bisa melayani tanpa mengorbankan keberlanjutan industri,” ujar pria berambut keabu-abuan ini kepada nikel.co.id dikutip pada Selasa (11/2/2025).

Ia mengibaratkan situasi ini dengan negara lain yang tidak serta-merta memberikan sumber daya strategisnya secara berlebihan kepada pihak luar. 

“Kalau kita minta beras ke Korea atau Vietnam, apakah mereka langsung memberikan secara jor-joran? Tidak, mereka juga berpikir panjang,” tambahnya.

Menurutnya, industri pertambangan harus dikelola dengan prinsip keberlanjutan agar tidak hanya berumur pendek dan meninggalkan daerah bekas tambang menjadi kota mati. 

Ia mencontohkan pentingnya mempertahankan umur tambang sebagaimana yang telah direncanakan sejak tahap studi kelayakan (Feasibility Study atau FS).

“Kalau dalam FS sebuah tambang diproyeksikan berumur 20 tahun, lalu ingin meningkatkan produksi yang berakibat pada pemendekan umur tambang, maka harus dicari dulu cadangan baru sebelum ekspansi dilakukan. Ini agar umur tambang tetap bisa dipertahankan,” jelasnya.

Ia juga menyoroti fenomena kota-kota tambang yang berkembang menjadi pusat ekonomi, seperti Tanjung Pandan, Tanjung Pinang, Pangkal Pinang, dan Sawahlunto. 

Ia berharap industri pertambangan di Indonesia tidak hanya sekadar menggali dan meninggalkan wilayah yang sudah dieksploitasi menjadi ‘ghost town’ atau kota mati.

“Wilayah pertambangan itu harus menjadi wilayah pertumbuhan ekonomi baru, bukan hanya sekadar tempat eksploitasi sumber daya yang setelah habis ditinggalkan begitu saja,” tegasnya.

Dengan demikian, ia menegaskan bahwa kebijakan pengelolaan kuota nikel harus mempertimbangkan jangka panjang dan tidak hanya mengejar keuntungan sesaat. Hal ini demi memastikan industri tambang tetap memberikan manfaat bagi ekonomi nasional secara berkelanjutan. (Aninda)