Beranda Berita Nasional Ditjen Minerba: Tegaskan, Segera Bahas RUU Minerba 4/2009 setelah Draft Resmi Didapat

Ditjen Minerba: Tegaskan, Segera Bahas RUU Minerba 4/2009 setelah Draft Resmi Didapat

834
0
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Julian Ambassador Shiddiq ketika menyampaikan materi acara Strategic Discussion oleh IMI, Wertin Jakarta, Selasa (4/2/2025). Dok. MNI

NIKEL.CO.ID, JAKARRTA – Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Julian Ambassador Shiddiq, menegaskan akan segera membahas Usulan Rancangan Perubahan ke-4 draft Revisi Undang-Undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009 setelah mendapatkan draft resmi terkait pemberian konsesi lahan tambang bagi Perguruan Tinggi (Kampus), Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan Organisasi Kemasyarakatan (ormas) Keagamaan.

Revisi UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Minerba resmi menjadi Usulan Inisiatif DPR setelah disahkan pada Rapat Paripurna ke-11 DPR pada hari Kamis tanggal 23 Januari 2025. Terkait hal itu, pemerintah menyambut baik dan pada saatnya akan mempersiapkan untuk melakukan pembahasan RUU ini secara bersama-sama dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Hal ini, terkait dengan substansi yang diusulkan oleh Baleg, seperti pembatasan kriteria atau persyaratan dari Perguruan Tinggi atau Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM) serta Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan yang diberikan DPR secara prioritas.

“Selain itu terkait dengan pemodalan, juga kemampuan teknis Perguruan Tinggi atau Badan Usaha tentunya akan menjadi materi yang akan kami bahas bersama-sama dengan DPR apabila kami sudah mendapatkan draft-nya secara resmi,” tegas Julian di Jakarta, baru-baru ini

Dia menekankan, tidak menutup kemungkinan apabila diperlukan pengaturan lebih lanjut dan sifatnya teknis, maka nanti akan dimasukkan kriteria atau persyaratan khusus bagi Perguruan Tinggi, UMKM yang dapat menerima izin usaha pertambangan (IUP) secara prioritas sesuai dengan usulan dari DPR melalui peraturan pemerintah sebagaimana pelaksanaan dari UU yang telah diperlukan.

Ia mengingatkan, dalam RUU 4/2009 telah diubah dalam perubahan atas UU 3/2020 sebelumnya, di ditujukan untuk mempermudah perizinan usaha karena sebelumnya terjadi tumpang tindih, terjadinya dualisme kepemimpinan pengurusan izin pembangunan smelter untuk pengolahan murni dan usaha industri antara Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian. Hal ini menyebabkan adanya ketidakpastian dalam usaha pertambangan.

“Sehingga dengan terbitnya undang-undang nomor 3 tahun 2020 untuk perizinan smelter yang tidak terintegrasi itu dibawa kewenangan Kementerian Penindustrian sedangkan untuk smelter yang terintegrasi dengan penambangan penerbitan izinya itu dibawa Kementerian ESDM,” jelasnya.

UU 3/2020 ini juga, memberikan jaminan ruang, di mana sebelumnya kawasan peruntukan pertambangan seringkali tumpang tindih dengan kawasan peruntukan lainnya, sehingga adanya perubahan UU 3/2020 ini memberikan kepastian pada jaminan ruang. Selain itu, mengakomodir putusan Mahkamah Kontitusi (MK) atas pengujian material UU 4/2009 yaitu terkait dengan wilayah pertambangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, di mana pada perubahan tersebut ditentukan bahwa pemerintah daerah provinsi sesuai dengan kewenangannya, yaitu adanya perluasan besaran luas minimum pada wilayah eksplorasi sebesar 5.000 hektare.

“Kemudian, terkait dengan konsesi wilayah hukum pertambangan ini juga ada perubahan di UU nomor 4 tahun 2009, di mana wilayah hukum pertambangan adalah seluruh wilayah di seluruh Indonesia,” tuturnya.

Julian juga menuturkan, untuk penyesuaian nomenklatur dan izin dalam perizinan perusahaan berbasis resiko, di mana pada pasal 35 UU 3/2020 disebutkan untuk perizinan perusahaan dilakukan dengan pemberian nomor induk berusaha (NIB). Adanya sertifikat standar dan usaha jasa konsultasi serta perencanaan dan atau perizinan. Perubahan yang terjadi juga terkait dengan pemuatan peran BUMN yang dapat memiliki lebih dari satu IUP atau IUPK, dan luasnya lebih luas dari ketentuan undang-undang prioritas.

Kemudian juga ditambah, adanya pemuatan pelaksanaan reklamasi dan pasca tambang dan upaya peningkatan penerimaan negara di sektor pertambangan, di mana peningkatan penerimaan negara dalam perpanjangan kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) menjadi IUPK.

“Adanya kepastian hukum terkait perpanjangan KK dan PKP2B dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian dan terakhir itu adanya penegasan peran pemerintah daerah provinsi dalam pengurangan pertambangan minerba,” pungkasnya. (Shiddiq)