NIKEL.CO.ID, BALI – Pulau Obi, Maluku Utara, semakin menjadi pusat perhatian dunia dalam pengembangan industri nikel dan baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Harita Nickel, salah satu pelaku utama dalam industri ini, terus berkomitmen memperkuat posisinya sebagai pionir dalam ekosistem baterai EV di Indonesia.
Presiden Direktur Harita Nickel, Roy Arman Arfandy, mengungkapkan perkembangan signifikan dari proyek mereka sejak pertama kali memulai operasi pada 2017.
“Proses kami menggunakan teknologi hidrometalurgi, yang memungkinkan kami menghasilkan mixed hydroxide precipitate (MHP) sebagai bahan utama untuk produksi nikel sulfat dan kobalt sulfat. Ini adalah komponen vital dalam pembuatan baterai kendaraan listrik,” jelas Roy dalam diskusi panel ASEAN Mining Conference 2024 Bali, di The Meru Sanur Hotel, Bali, Selasa (19/11/2024).
Menurutnya, Harita Nickel telah berhasil membangun dan mengoperasikan fasilitas pemurnian nikel terintegrasi di Pulau Obi, menjadikannya salah satu smelter pertama yang menghasilkan produk nikel sejak 2017. Proyek besar lainnya, Obi Nickel Cobalt (ONC), yang mulai beroperasi pada 2021, telah mencapai kapasitas penuh pada pertengahan 2023.
“Dengan kapasitas yang telah ditingkatkan, kami sekarang mampu memproduksi bahan baku baterai secara mandiri,” ujarnya.
Roy mengungkapkan, pentingnya dorongan pemerintah dan peran strategis Indonesia dalam mencapai ekosistem baterai EV di Indonesia.
“Pemerintah memberikan dorongan kuat bagi investor untuk membangun rantai nilai baterai di dalam negeri. Sebagai contoh, Hyundai dan LG telah memulai pembangunan pabrik baterai di Indonesia, yang rencananya akan mulai beroperasi akhir tahun ini atau awal tahun depan,” ungkapnya.
Meskipun begitu, Roy mencatat bahwa masih ada tantangan, termasuk ketergantungan ekspor bahan baku.
“Saat ini, hampir semua bahan baku masih diekspor. Harapannya, ke depan kita dapat memasok bahan baku ini untuk industri baterai domestik sehingga rantai nilai ekosistem baterai EV benar-benar terintegrasi di Indonesia,” tambahnya.
Selain itu, dia memaparkan bahwa Pulau Obi merupakan pusat operasi Harita Nickel, perusahaannya telah melakukan investasi besar-besaran untuk pengembangan fasilitas di Pulau Obi. Di sana, perusahaan memiliki tambang sendiri yang mendukung operasional smelter dan kilang mereka.
“Kami memiliki dua proyek besar yang berjalan, dan keduanya telah mencapai kapasitas penuh pada tahun ini. Proyek ONC, misalnya, baru saja menyelesaikan peningkatan kapasitas pada Agustus dan telah beroperasi pada kapasitas 100%,” paparnya.
Dengan hasil produksi nikel sulfat dan kobalt sulfat, Harita Nickel kini menjadi salah satu pemain kunci dalam mendukung kebutuhan global akan bahan baku baterai kendaraan listrik.
Roy juga menuturkan, masa depan industri nikel dan baterai di Indonesia, menurutnya melalui upaya kolaborasi antara pemerintah dan industri, dia optimis bahwa Indonesia akan menjadi pemain utama dalam rantai nilai baterai global.
“Kami berharap dapat menciptakan ekosistem yang terintegrasi, di mana bahan baku tidak hanya diekspor, tetapi juga digunakan untuk industri baterai di dalam negeri. Ini akan memberikan nilai tambah bagi Indonesia,” pungkasnya.
Dengan komitmen seperti ini, Harita Nickel tidak hanya membantu mewujudkan visi Indonesia sebagai pusat baterai EV dunia, tetapi juga memperkuat posisi negara dalam peta industri hijau global. (Shiddiq)