NIKEL.CO.ID, MAKASSAR – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menghadiri undangan Dialog Nasional Pertambangan 2024 di Makassar yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Tambang (Ikat) Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI) Makassar, dengan tema: Menakar Untung Rugi Relaksasi Kebijakan RKAB di Sektor Minerba terhadap Perekonomian Negara.
Hadir mewakili APNI, Sekretaris Umum (Sekum) APNI, Meidy Katrin Lengkey, yang menyampaikan pentingnya persoalan non teknis selain teknis di dunia pertambangan di Swiss-Belinn Hotel Panakkukang, Makassar, Selasa (27/8/2024).
Selain itu, Meidy mengingatkan pemerintah untuk tidak jorjoran memberikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) kepada perusahaan karena akan berdampak terjadi kelebihan pasokan (oversupply) kembali yang mengakibatkan harga nikel turun.
Dampaknya itu, katanya menambahkan, harus dilihat mulai dari seberapa banyak kebutuhan raw material (bijih nikel) smelter dan seberapa banyak RKAB yang disetujui pemerintah melalui Kementerian ESDM. Perbandingan inilah yang harus ditakar agar dapat secara cermat dihitung untuk menjaga stabilitas produksi, cadangan, dan harga agar produksi tidak oversupply sehingga harga tidak menurun.
“Tolong setop, setop dikit! Ingat, tahun lalu harga nikel drop karena oversupply. Kalau bahasa jorjoran itu sisi positifnya adalah kita mengundang investasi, sebaliknya, sisi negatifnya, kita kebablasan! Kita tidak menghitung cadangan kita cukup tidak untuk mengcover semua kebutuhan smelter-smelter. Itu yang kita undang untuk membicarakan hal ini di sini, cadangan kita seberapa lama?” katanya.
Ia berpandangan, acara dialog tersebut sangat penting untuk memberikan edukasi kepada publik, pelaku usaha, maupun mahasiswa bukan hanya secara teknis tetapi juga non teknis. Hal-hal teknis itu seperti peraturan RKAB, metode, dan kinerja, sedangkan non teknis adalah komitmen, kesadaran, niatan. Inilah yang paling penting.
Contohnya, dampak salah satu perusahaan ketika tidak melakukan kegiatan produksi, yang akan memberikan dampak domino kepada masyarakat maupun provinsi di wilayah sekitar, khususnya di wilayah-wilayah yang ada pertambangannya.
“Lebih spesifik lagi kami, nikel, dan lebih spesifik lagi dampaknya kepada smelter-smelter domestik yang kehausan bahan baku,” ujarnya.
Oleh karena itu, katanya menekankan, APNI meminta kepada pemerintah dan kementerian agar menyetop pemberian RKAB dan izin pembangunan smelter RKEF yang baru atau pabrik pengolahan bijih nikel saprolit yang cadangan terus menipis secara jorjoran kembali.
APNI juga meminta pemerintah untuk fokus berupaya menjaga cadangan agar tetap stabil dan memberikan dukungan kepada pabrik-pabrik yang sudah ada.
“Jadi, semuanya harus dilihat dari berbagai sisi. Tentu, ada positif dan negatifnya, ada dampaknya. Dampak di sini kalau tidak produksi, berdampak ke daerah maupun pengusaha, termasuk berdampak pada global. Karena, kalau harga makin turun, negara mau dapat apa?” tanyanya.
RKAB 3 Tahun
Mengenai peraturan RKAB 3 tahun yang berlaku saat ini, menurut Meidy, harus diikuti dan dilaksanakan sesuai aturannya secara teknis. Namun, dari sisi non teknis seharusnya perusahaan memiliki komitmen dan kesadaran moral agar tidak ada penyimpangan atau kecurangan dalam laporan teknis. Sehingga, diharapkan ketika ada pelatihan terkait peraturan, salah satunya RKAB, maka seharusnya yang hadir ikut pelatihan langsung dari pengurus perusahaan, bukan dari pihak konsultan.
“Jangan sembarang hanya tahunya kasih ke konsultan! Itulah kekurangan perusahaan. Kalau ada diklat, ada bimbingan, ada training, maka yang diutus konsultan. Perusahaannya mana? Sebenarnya, ini ujungnya perusahaan. Jadi, perusahaan dong yang harus hadir,” tuturnya serius.
Kalau misalkan konsultan itu nakal, lanjutnya, maka perusahaan sudah mempunyai backup dari orang perusahaan yang memiliki pengetahuan dari training, diklat yang diikuti pengurus perusahaan.
“Jadi, tahu secara detail, teknis, maupun non teknis aturan, kelengkapan, dan kewajiban. Jangan semua kita kasih ke konsultan. Dan, jangan juga semua mengeluh, ‘RKAB saya kok belum nih, RKAB saya ada apa ini!’ Kita ceklah, ternyata memang masih ada kekurangan,” jelasnya.
Menurut dia, tidak adil kalau hanya mengeluh, tapi tidak menyiapkan diri secara teknis maupun non teknis padahal masih banyak kekurangan yang ada pada diri sendiri. Jadi, semua harus dikaji dari berbagai sisi, mulai dari sisi pelaku industri, pabrik dan sisi lingkungan alam, maupun bisnis atau keuntungan.
“Pendapatan negara, perusahaan, dan daerah, ini yang harus kita pelajari sama-sama dan kita harus mempublikasikan mengenai RKAB agar orang tahu RKAB itu apa, syarat kelengkapan RKAB, kewajiban RKAB. Jangan hanya mengeluh, tapi ternyata masih banyak kekurangan,” lanjutnya.
Dalam industri pertambangan, ujarnya mengingatkan, mempunyai aturan. Ada hak dan kewajiban yang harus dijalankan secara seimbang. Jadi, jangan hanya meminta hak, tanpa melaksankan kewajiban. Hal itu sangat penting karena tambang bukan milik perusahaan. Tambang itu milik negara. Perusahaan hanya diberikan hak pengelolaan tambang oleh negara.
Jadi, katanya kembali menekankan, tambang bukan milik perusahaan, tetapi milik negara. Akan tetapi, ketika ada kebijakan pemerintah yang kurang tepat, bahkan mungkin salah dan keliru, maka para pengusaha dan pihak terkait diperbolehkan untuk memberikan kritik, saran, dan masukan, bahkan ide atau gagasan yang memberikan dampak positif bagi industri pertambangan.
“Seperti APNI, kami membuat Harga Patokan Mineral (HPM) dan mengajukan dengan berharap dapat disetujui oleh pemerintah. APNI mengajukan usulan RKAB per 5 tahun, puji Tuhan, disetujui RKAB 3 tahun. Ini meringankan tugas pemerintah dalam evaluasi, meringankan waktu, energi, dan biaya perusahaan. Tetapi, APNI dibenci para konsultan karena kerja 3 tahun jadi cuma satu tahun,” ungkapnya.
Terakhir, Meidy memberikan apresiasi kepada Ikatan Alumni Tambang Universitas Negeri Makassar. Ia berharap acara-acara seperti ini harus sering dilakukan di setiap daerah, seperti Kendari hingga Maluku Utara.
“Biar kita lebih mengedukasi lagi universitas yang ada di situ, bisa memberikan informasi yang benar dan jangan sampai salah mendapatkan informasi dari orang yang kurang tepat,” pungkasnya.
Acara Dialog Nasional Pertambangan 2024 menghadirkan para panelis yang kompeten di bidangnya masing-masing antara lain, 1. Sekum APNI Meidy Katrin Lengkey, 2. Pakar Hukum Pertambangan Nasional, Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, SH. MH., 3. Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Ir. Rizal Kasli, S.T., IPU., ASEAN. Eng., 4. Direktur Eksekutif Asosiasi Tambang Batuan Indonesia (ATBI), Ir. Wisnu Salman, S.T., IPM., ASEAN Eng., C.EIA. (Shiddiq)