NIKEL.CO.ID, JAKARTA- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan kesepakatan untuk melakukan moratorium pembangunan smelter nikel.
Kesepakatan tersebut dilakukan bersama dengan Kementerian Perindustrian (Kemenprin). Adapun smelter nikel yang dimoratorium atau dihentikan pembangunannya adalah yang menghasilkan Nikel Pig Iron (NPI) dengan jenis metode Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF).
“Kita moratorium, Nikel Pig Iron (NPI). Perindustrian (Kemenperin) sudah sepakat gak ada lagi tambahan untuk RKEF,” terang Menteri Arifin dikutip melalui CNBC Indonesia, Jumat (2/8/2024).
Arifin menegaskan smelter yang memproduksi komoditas dengan nilai tambah rendah mesti dihentikan. Indonesia kini dinilai perlu fokus menghasilkan produk intermediate atau setengah jadi yang belum ada saat ini.
“Harus kita kendalikan betul sehingga memang inginnya mempunyai prospek nilai tambah yang lebih baik, menyiapkan tenaga kerja lebih baik, serta mendukung transisi energi kita,” ungkapnya.
Dirinya menjelaskan moratorium smelter RKEF bertujuan untuk mengendalikan cadangan dan produksi nikel ore di dalam negeri. Tercatat, saat ini sumber daya nikel masih sebanyak 17 miliar ton dengan cadangan mencapai 5 miliar ton. Sementara itu, produksi nikel ore mencapai 240 juta ton dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2024 ini.
“Ini harus kita kendalikan betul-betul sehingga hilirnya mempunyai prospek nilai tambah lebih baik. Terus bisa mendukung transisi energi kita ke industri Electric Vehicle (EV),” ujarnya.
Dirinya mengaku, pemerintah kini tengah mengevaluasi industri-industri nickel base, yang menghasilkan nilai tambah yang tidak tinggi.
Dalam catatan ESDM, fasilitas pemurnian yang mengolah empat jenis mineral itu telah menghasilkan produk intermediate. Dari tujuh smelter bauksit mampu memproduksi smelter grade alumina dan chemical grade alumina. Selanjutnya, tujuh smelter nikel mampu memproduksi feronikel, NPI, dan nickel matte.
Adapun, produk intermediate yang belum tersedia di Tanah Air adalah fasilitas pemurnian untuk menghasilkan mixed hydroxide precipitate (MHP), sinter, anode slimes, serta gypsum.
“Ini yang perlu kita dorong bagaimana supaya ini bisa cepat jalan. Kita juga sedang mengevaluasi industri-industri yang memang nickel base, yang menghasilkan nilai tambah yang tidak tinggi dan sudah mulai sunset itu kita evaluasi, untuk tidak dilakukan lagi pengembangan pembangunan pabrik-pabrik baru,” tukasnya. (Lili Handayani)