Beranda Juli 2024 Gag Nickel: Sangat Bagus Indonesia Miliki Indonesia Metal Exchange, Keseimbangan Harga

Gag Nickel: Sangat Bagus Indonesia Miliki Indonesia Metal Exchange, Keseimbangan Harga

1792
0
Sales dan Marketing Manager, PT Gag Nickel Tbk., (GN), Yohannes, Hotel Pullman, Jakarta Barat, Kamis (19/7/2024). Dok. MNI

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Sales dan Marketing Manager, PT Gag Nickel Tbk., (GN), Yohannes, menyatakan, sangat bagus sekali kalau Indonesia mempunyai pasar komoditas nikel sendiri seperti London Metal Exchange (LME) yakni Indonesia Metal Exchange (IME) agar adanya keseimbangan harga antara pembeli dan penjual.

“Menurut saya lebih bagusnya kalau Indonesia yang membuat sendiri dan dipakai di Indonesia sendiri. Jadi antara kebutuhan penambang dan kebutuhan smelter itu bisa dipadukan sehingga nanti sama-sama tidak ada yang dirugikan maupun diuntungkan secara besar,” kata Yohannes kepada nikel.co.id, di Hotel Pullmaan Central Park, Jakarta Barat, Kamis (18/7/2024).

Dia menjelaskan, selama ini hubungan antara para pengusaha tambang dan pengusaha smelter berjalan baik dan berkomunikasi dengan lancar dalam transaksi komoditas nikel dengan patokan dari pemerintah.

“Sehingga antara penambang dan industri smelter saya kira tidak ada masalah, yang penting itu seperti Harga Patokan Mineral (HPM) kita menggunakan patokan di LME,” ujarnya.

Namun, dia mengungkapkan, terkait permasalahan tarif harga komoditas nikel antara penambang dan smelter telah diselesaikan secara baik antara pengusaha dan pemerintah sehingga menghasilkan kesepakatan bersama dalam tarif harga bijih nikel. Pemerintah telah memutuskan untuk menggunakan HPM dengan mengacu kepada harga pasar inetrnasional di bursa LME.

“Saya kira kalau dilihat dari harga sekarang ini sudah menguntungkan pihak tambang dan smelter,” ungkapnya.

Tapi, ia menuturkan, kalau Indonesia punya sendiri tarif harga acuan untuk komoditas nikel seperti IME maka itu seharusnya akan memberikan keuntungan yang lebih baik lagi bagi perusahaan tambang maupun smelter.

“Tentunya harganya juga harus jauh lebih ringan dari LME dan lebih berkeadilan kalau nanti IME jadi dibentuk oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) dan tidak ada lagi alasan kalau smelter selalu rugi, padahal mereka sudah diuntungkan,” pungkasnya.

Usulan pembentukan IME ini berasal dari Sekretaris Umum (Sekum) APNI, Meidy Katrin Lengkey, dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Kementerian Perdagangan RI, di Hotel Luxton, Kota Bandung, Jawa Barat pada Jumat (5/7/2024). Diskusi itu menyoal implementasi validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) pada komoditas nikel dalam Sistem Informasi Mineral dan baru Bara antar Kementerian dan Lembaga (Simbara) untuk meningkatkan khususnya produk nikel.

“Tahun ini kita menargetkan untuk mendirikan IME sehingga akan lebih transparan lagi dan transaksinya langsung di pasar bursa sehingga transaksinya akan terdata dan terintegrasi,” kata Meidy dalam diskusi tersebut.

Hal ini, menurutnya, dilatarbelakangi berbagai permasalahan yang dialami pada saat jual beli bijih nikel di antaranya perbedaan kadar nikel dari penghitungan kadar penambang maupun smelter oleh surveyor.

Ditambah, penelusuran (tracking) asal usul bijih nikel ketika dijual di kawasan industri yang dikumpulkan dalam sebuah gudang menjadi satu sehingga tidak dapat diverifikasi asal usul bijih nikel dari penambang siapa dan dari wilayah mana terkait materi karbon sebagai standar green energy.

Kebanyakan kawasan industri itu menyediakan gudang penampungan, para penambang mengirim ke gudang penampungan itu sudah tercampur sehingga dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) A, IUP B, IUP C sudah tidak teridentifikasi, yang bisa teridentifikasi itu hanya kadar 1,5 dan 1,6 serta 1,7 hingga kadar 2. Jadi sudah tidak tahu lagi asal bijih nikelnya darimana.

Meidy menjelaskan, di sini sering terjadi permasalahan yang cukup menghebohkan para pemilik IUP ketika terjadi perbedaan kadar maka sudah tidak bisa lagi melakukan tes ulang karena bijih nikelnya sudah tercampur dengan bijih nikel dari IUP tambang lain dan para surveyor mengetahui hal ini.

“Jadi kalau kadar bijih nikel dari penambang atau penjual, bijih nikel itu sudah tidak bisa terverifiksasi karena kalau kita bicara kawasan industri masuk dari pelabuhan, pelabuhan langsung tumpah ke gudang penampungan, dan itu dari sumber yang mana kita sudah tidak tahu lagi. Hal ini harus menjadi konsentrasi (perhatian),” pungkasnya. (Shiddiq)