Beranda Juli 2024 Sekum APNI: UU IRA Ancam Sektor Nikel

Sekum APNI: UU IRA Ancam Sektor Nikel

1501
0
Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (Sekum APNI), Meidy Katrin Lengkey. (Tangkapan layar youtube CNBC Indonesia)
Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (Sekum APNI), Meidy Katrin Lengkey. (Tangkapan layar youtube CNBC Indonesia)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA- Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) 2024 saat ini tengah berjalan dan tentunya menjadi sorotan seluruh dunia. Terpilihnya salah satu dari dua calon presiden negara adidaya itu tentu dinilai akan berdampak dalam dunia usaha di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (Sekum APNI), Meidy Katrin Lengkey mengungkapkan jika saat AS tengah menerapkan Undang-Undang (UU) Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA).

Hal tersebut dinilai dapat mengancam dalam sektor nikel, sehingga kebijakan Presiden AS mendatang menjadi penting untuk menjaga keberlangsungan nikel di Indnesia.

“Kita tahu bersama, saat ini nikel sedang menjadi sorotan dunia, terkait ekosistem baterai. Nah, kita tahu juga bahwa AS beberapa tahun lalu merilis satu aturan dengan insentif IRA,” katanya, dalam bincang Profit CNBC Indonesia, Kamis, (18/7/2024).

Direktur dari Rajawali Investasi Grup ini juga menerangkan salah satu pasal dari IRA ialah me-reject nikel Indonesia yang katanya terlalu dirty atau kotor.

Namun, dirinya menilai, sosok Donald Trump memiliki jiwa pengusaha. Pengusaha tentu take profit, sehingga bisa mendapatkan penghasilan untuk negaranya sendiri pada saat menjabat sebagai presiden nantinya.

Namun, pihaknya menilai dari segi bagaimana kesinambungan kerjasama yang dilakukan antara Indonesia terlebih untuk bahan baku natural resources Indonesia. 

Ia mengatakan, Ini tidak hanya untuk nikel, namun juga mineral-meneral lain yang secara tidak langsung dibutuhkan oleh negara Indonesia.

“Nah kita berharap ada revisi atau ada aturan baru nanti dari Amerika yang betul betul bisa mengakomodir bahan baku atau natural resouces dari Indonesia itu sendiri. Contohnya kan seperti IRA, dan saat ini kan pemerintah Indonesia juga sedang berusaha dalam merealisasi kan critical mineral agreement,” ungkapnya.

Untuk itu, dirinya berharap bagaimana Indonesia dapat encourage  atau engage perusahaan Amerika untuk ikut masuk juga bekerja sama di Indonesia, dalam rangka pengolahan mineral Indonesia atau natural resources Indonesia. 

“Tapi kembali lagi, sejauh mana pemerintah Indonesia mendukung pengusaha Amerika, itu tadi salah satunya insentif. untuk pengusahanya sendiri sehingga bisa taking profite terhadap mineral mineral dari negara lain,” lanjutnya.

Ia menjelaskan, bahwa pengusaha harus mendapatkan keuntungan. Kembali ke pengusaha, pengusaha tentunya juga mencari market. Dan itu bukan hanya semata pada negara China. Baik itu dalam aturan hilirisasi, ataupun nikel downstream.

Itu bukan hanya fokus kepada negara China, tapi kita terbuka untuk semua negara. Nah, dalam hal ini beberapa pengusaha. Saya sendiri sudah berdiskusi dengan Tesla, kemudian dengan Element, kemudian dengan pabrik Ford juga di Amerika, mereka sebenarnya secara tidak langsung, butuh bahan baku kita, dalam rangka ekosistem baterai, yaitu NMC atau nikel mangan cobalt. tapi masih terkait terhadap UU IRA itu sendiri,” terangnya.

Untuk itu, dirinya berharap adanya revisi atau aturan baru sehingga usaha Amerika itu sendiri bisa dan mau bekerja sama dengan Indonesia dalam rangka green energy kedepannya.

“Nah kita berharap mudah mudahan itu terjadi,” pungkas Meidy. (Lili Handayani)