Beranda Korporasi PT KFI Akui Impor 51.000 Ton Bijih Nikel dari Filipina untuk Kelangsungan...

PT KFI Akui Impor 51.000 Ton Bijih Nikel dari Filipina untuk Kelangsungan Smelter

2349
0
PT Kalimantan Ferro Industry (KFI). (Dok. PLN)
PT Kalimantan Ferro Industry (KFI). (Dok. PLN)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – PT Kalimantan Ferro Industry (KFI) mengonfirmasi bahwa mereka mengimpor bijih nikel dari Filipina untuk memastikan operasi berkelanjutan dari proyek smelter di Desa Pendingin, Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. 

Direktur Utama PT Nityasa Prima, Muhammad Ardhi Soemargo, menyatakan bahwa impor ini terpaksa dilakukan karena pasokan bahan baku di dalam negeri kurang akibat tertundanya persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari perusahaan tambang. 

“Ketika Bapak mengatakan kenapa kami harus ambil dari Filipina karena beberapa tambang belum dapat RKAB, ketika tambang belum ada RKAB, maka kami gak bisa beli,” ujarnya dalam RDPU bersama Komisi VII DPR RI, Senin (8/7/2024).

Soemargo menambahkan bahwa kelangsungan operasi smelter sangat penting, terutama karena 1.400 tenaga kerja bergantung pada smelter tersebut. 

“Tadi ketika saya sampaikan kepada bapak pimpinan mengenai adanya nikel datang dari Filipina disampaikan bahwa nikel Filipina itu kami baru masuk hanya 1 vessel pak sekitar 51 ribu dan posisi kami hanya untuk membantu menambahkan hal-hal atau nickel ore yang saat ini kekurangan pak,” tambahnya.

Sebelumnya, CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Alexander Barus, juga menyoroti impor bijih nikel dari Filipina oleh perusahaan smelter. Meskipun Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan nikel terbesar di dunia, dengan total sumber daya bijih nikel mencapai 17 miliar ton dan total cadangan mencapai 5 miliar ton, stok bijih nikel dengan kadar 1,7% untuk keperluan smelter sudah berkurang. 

“Yang kita impor ini adalah nikel dengan kadar fero tinggi untuk memenuhi spek feronikel kita, tetapi itu pun masih kecil, kita baru dua kapal kita impor ini,” kata Alexander dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Rabu (10/7/2024).

Menurut Alexander, kebijakan impor bijih nikel dilakukan karena suplai bijih nikel kadar tinggi di dalam negeri terus menurun. 

“Kita harus melihat juga bahwa itu suplai kadar tinggi sudah cukup berkurang, apalagi dengan beroperasinya smelter sekarang, sekarang smelter kita ini terutama untuk produk NPI itu, itu sudah membutuhkan lebih 200 juta metrik ton nikel high grade per tahun,” jelasnya. (Aninda)