NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Menurut Vice Chairman Committee of Mineral and Coal Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Djoko Widajatno, ekspor batu bara Indonesia lebih besar lebih besar daripada ekspor nikel.
Saat ditemui di sela-sela acara Indonesia Critical Minerals Conference & Expo 2024, Rabu (12/6/2024), di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Djoko mengatakan dilihat dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), rekor tertinggi ekspor masih dipegang batu bara.
“Delapan puluh persen pendapatan negara dari batu bara. Mineral nikel dan sebagainya baru 20 persen,” kata pria yang juga menjabat sebagai Dewan Penasihat Pertambangan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI).
Lanjutnya, sementara ini kita masih menggantungkan pendapatan ekspor pada batu bara. Namun, katanya, peralihan batu bara ke green energy tidak akan memengaruhi demand batu bara.
“Permintaan batu bara kita 200 juta per tahun dan itu tetap sampai dengan tahun 2060. Kita akan menggantikan batu bara kalau kita sudah bisa menghasilkan energi bersih yang murah. Kalau tidak, kita tidak akan buat,” ujarnya.
Ketika ditanya energi bersih berasal dari mana, ia menjawab kalau kita punya teknologinya, kita akan buat energi bersih.
“Kalau tidak punya teknologinya bagaimana,” kata Djoko.
Ia menegaskan bahwa sebenarnya energi bersih bukan terletak di sumber daya batu bara, tetapi lebih kepada teknologinya.
Adapun isu penggunaan smelter dengan teknologi RKEF akan dikurangi, Djoko menampik.
“Sebenarnya tidak dikurangi, tapi dibuat energi yang bersih. Energi batu bara yang bersih. Transisinya menuju energi bersih. Primernya, pembawanya, tetap batu bara,” tegasnya.
Ia juga memaparkan penyebab Indonesia berpegang pada batu bara karena tempatnya tersebar.
“Kalau kita buat dengan air, tidak semua pulau punya sungai. Kemudian kalau kita pakai matahari, kita tidak bisa memberikan stroom yang continue, intermittent, dan seterusnya,” lanjutnya.
Sehingga, kita melihat ada kelemahan-kelemahan yang tidak mungkin digantikan oleh energi baru terbarukan. Menurut Djoko, maka Indonesia tetap memakai batu bara, tetapi nanti dipasang pembersihnya.
Hingga kini, produsen terbesar batu bara masih dipegang Kalimantan Selatan, di daerah Banjarmasin ke bawah, tepatnya di daerah Asam-asam, di Senakin, Pulau Laut, dan seterusnya.
“Resources kita masih sebesar 94 billion. Reserved-nya 34 atau 35 billion. Jadi nanti kalau digabungkan masih 100 sekian miliar,” paparnya.
Adapun penggunaan eksor kita masih di angka 700 juta ton. Jadi batu bara kita masih cukup untuk 200 tahun lagi. (Aninda)