Beranda Berita Nasional Baterai NMC Paling Efisien daripada LFP

Baterai NMC Paling Efisien daripada LFP

8523
0

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Beberapa waktu lalu baterai LFP (Lithium Fero Phosphate) dan baterai NMC (Nickel Manganese and Cobalt) menjadi perdebatan hangat di kalangan praktisi energi untuk menentukan baterai mana yang terbaik untuk digunakan industri kendaraan listrik Indonesia.

Kalau dilihat dari arah kebijakan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) yang mencanangkan program hilirisasi nikel dibarengi dengan larangan ekspor bijih nikel mentah bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah pada komoditas nikel sehingga mendongkrak pendapatan negara jauh lebih besar dari sebelumnya. 

Tujuan hilirisasi ini untuk menjadikan bijih nikel menjadi end product atau barang jadi. Sehingga Indonesia beralih dari negara agraria menjadi negara industri kedepannya. 

Untuk mewujudkan itu, maka Presiden Jokowi bercita-cita untuk Indonesia menjadi Raja Baterai Listrik maupun Raja Mobil Listrik terbesar di dunia. Hal ini karena ditopang dengan sumber daya nikel yang dimiliki Indonesia itu sendiri, yang merupakan negara dengan cadangan nomor satu dunia dan produsen nikel terbesar nomor satu dunia.

Langkah-langkah strategis pemerintah secara bertahap dijalankan dengan pembukaan investasi di pertambangan nikel, mulai dari hulu hingga ke hilir. Dari mulai penambangan bijih nikel di pertambangan hulu hingga menjadi produk setengah jadi (intermediate) di smelter hilir sampai dengan langkah akhir menjadi end product (barang jadi) di industri baterai dan kendaraan listrik. 

Sebagai tanggungjawab pemerintah, maka pemenuhan bahan baku baterai listrik dan kendaraan listrik harus diarahkan kepada dasar utama, yaitu nikel. Nikel sebagai bahan baku baterai listrik dan mobil listrik untuk melangkah ke tahap negara industri. 

Lalu bagaimana Indonesia seharusnya mewujudkan baterai listrik dan mobil listrik berbahan baterai nikel MNC ketika dihadapkan dengan LFP. 

Mengutip laman bisnis.com segmen Podjok Energi, pada 23 Januari 2024, mengenai baterai nikel NMC atau LFP yang terbaik, Praktisi Energi, Archandra Tahar, mengatakan, pemilihan baterai yang terbaik harus dilihat dari mobility bukan yang hanya stationery (diam). 

“Kita membutuhkan energy density yang lebih, artinya apa, untuk berat yang sama dia bisa menempuh berapa kilometer. Nikel masih yang paling efisien sampai hari ini, nickel manganese cobalt (NMC) itu masih yang efisien, dia untuk berat yang sama (LFP), karena untuk mobil itu butuh yang ringan,” kata Archandra. 

Menurutnya, jika berat material baterai nikel NMC dengan LFP sama di dua kendaraan maka kendaraan dengan baterai NMC jarak tempuhnya lebih jauh dan materialnya lebih ringan. Sedangkan kendaraan yang menggunakan baterai LFP jarak tempuhnya lebih pendek dan materialnya lebih berat.

“Sekarang yang kedua, untuk jarak tempuh yang sama baterai LFP lebih berat daripada baterai nikel,” ujarnya. 

Dia menjelaskan, adapun keunggulan yang dimiliki baterai LFP dari segi harga lebih murah dibandingkan NMC yang harganya lebih mahal.

“Karena bahan bakunya cuma iron, sementara NMC itu bahan bakunya ada nickel, manganese dan cobalt,” jelas Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2016-2019.

Ia menuturkan, untuk bahan baku baterai NMC sendiri campurannya antara nikel dan kobalt dari segi harga lebih mahal kobalt daripada nikel. Misalnya, untuk campuran bahan nikel dan kobalt, yaitu untuk 411 NMC berisi 4 nikel, 1 kobalt dan 1 manganese atau NMC 811 berisi 8 nikel, 1 kobalt dan 1 manganese. 

Archandra menegaskan, penggunaan baterai antara NMC dan LFP itu tergantung kebutuhan konsumen atau pembeli. Kalau pembeli membutuhkan penggunaan jarak dekat maka yang dibutuhkan adalah kendaraan dengan baterai LFP. Sedangkan untuk kebutuhan penggunaan yang jaraknya lebih jauh maka yang dibutuhkan adalah kendaraan dengan baterai NMC.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah, juga menyatakan perihal yang sama bahwa LFP memiliki kekurangan di sektor density energy yang lebih rendah dibandingkan NMC ketika ditemui di kantor Kementerian ESDM, pada Jum’at (26/1/2024).

“Jadi density energy itu lebih rendah. Kalau dia skala 10 density energy-nya nikel, yang LFP-nya itu density itu 5,” kata Agus. 

Menurutnya, hal ini berarti kalau density energy atau kepadatan energi LFP mau disamakan dengan baterai NMC maka materialnya harus lebih besar lagi.

“Misalnya, motor, (jarak tempuh) motor itu sekitar 10km hingga 11km yang MNC tapi kalau memakai LFP bisa mencapai 16km sampai 17km,” ujarnya. 

Hal ini, dia jelaskan, karena density energy LFP lebih kecil sehingga perubahan berat material baterai yang terjadi lebih besar. 

“Sekarang bayangkan kalau kamu memakai mobil yang lebih mahal habis beratnya sama baterai! Jadi kalau barang mahal pakai baterai mahal saja yang lebih enteng (ringan) NMC, jaraknya bisa lebih jauh,” jelasnya. 

Ia menuturkan, spesifikasi baterai LFP ini umumnya dipergunakan untuk kendaraan besar seperti truck, bus dan sebagainya. Karena kendaraan besar bisa membawa beban berat. 

“Tapi kendaraan yang dipakai disebutnya kendaraan low end,” tuturnya. 

Agus membeberkan, mengenai umur baterai LFP itu lebih baik daripada baterai MNC. Ia beralasan bahwa panas baterai LFP yang dihasilkan lebih kecil sehingga mengeluarkan daya lebih rendah. 

Sehingga kalau panas yang dihasilkan lebih tinggi maka umur baterai lebih pendek dan saat ini sedang dilakukan uji coba agar umur baterai lebih panjang.

“Jarak tempuh lebih panjang, lebih murah. Itu yang menjadi tantangan teknologi,” bebernya. (Shiddiq