NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah, menyebutkan, baterai Lithium Ferro Phosphate (LFP) memiliki kekurangan di sektor density (kepadatan) energy lebih rendah dibandingkan Nickel Mangan Cobalt (NMC).
“Jadi density energy itu lebih rendah. Kalau dia skala 10 density energy-nya nikel, yang LFP-nya itu density itu 5,” sebut Agus sapaan akrabnya kepada wartawan di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (26/1/2024).
Menurutnya, hal ini berarti kalau density atau kepadatan energi LFP mau disamakan dengan baterai NMC maka materialnya harus lebih besar lagi.
“Misalnya, motor, (jarak tempuh) motor itu sekitar 10km hingga 11km yang MNC tapi kalau memakai LFP bisa mencapai 16km sampai 17km,” ujarnya.
Dia menjelaskan, hal itu terjadi karena density energy LFP lebih kecil sehingga perubahan (berat material baterai) yang terjadi lebih besar.
“Sekarang bayangkan kalau kamu memakai mobil yang lebih mahal habis beratnya sama baterai! Jadi kalau barang mahal pakai baterai mahal saja yang lebih enteng (ringan) NMC, jaraknya bisa lebih jauh,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan, spesifikasi baterai LFP ini lebih baik digunakan untuk kendaraan-kendaraan besar, seperti truck, bus dan lainnya. Hal itu karena dia tidak tergantung dengan berat sebesar apapun yang dibawanya.
“Tapi kendaraan yang dipakai disebutnya kendaraan low end,” tuturnya.
Agus membeberkan, mengenai umur baterai LFP itu lebih baik daripada baterai MNC. Ia beralasan bahwa panas baterai LFP yang dihasilkan lebih kecil sehingga mengeluarkan daya lebih rendah.
Sehingga kalau panas yang dihasilkan lebih tinggi maka umur baterai lebih pendek dan saat ini sedang dilakukan uji coba agar umur baterai lebih panjang.
“Jarak tempuh lebih panjang, lebih murah. Itu yang menjadi tantangan teknologi,” bebernya.
Sementara, mengutip databoks.katadata yang mengatakan, Global EV Outlook 2023 dari International Energy Agency (IEA), tren penggunaan baterai LFP untuk kendaraan listrik menguat, menggerus popularitas baterai nikel.
Selama periode 2018-2022 pangsa pasar baterai LFP global naik dari 7% menjadi 27%, sedangkan baterai nikel kadar tinggi (high-nickel) turun dari 78% menjadi 66%.
Poweroad mengatakan, perusahaan baterai asal China, baterai LFP memang memiliki sejumlah keunggulan dibanding baterai nikel, terutama dalam aspek siklus hidup (life cycle).
LFP mampu diisi ulang hingga 3.000 kali sebelum performanya menurun. Bahkan jika perawatannya baik, usianya bisa mencapai 6.000 kali isi ulang.
Sedangkan untuk baterai NMC, umumnya hanya bisa diisi ulang sekitar 800 kali. Hal ini menunjukkan bahwa baterai LFP lebih tahan lama.
Poweroad juga menilai baterai LFP jauh lebih aman dibanding baterai nikel.
Jika terkena guncangan, tekanan berat, atau dilempar dari ketinggian, baterai LFP tidak berpotensi meledak atau terbakar, hanya mungkin mengeluarkan asap. Baterai LFP juga lebih stabil saat berada di tengah suhu panas
Sementara, dalam kondisi-kondisi serupa, baterai NMC yang berbasis nikel memiliki potensi meledak atau terbakar yang relatif besar.
Namun, baterai LFP memiliki kandungan kepadatan energi (energy density) yang lebih rendah.
Poweroad mencatat, baterai LFP umumnya hanya bisa mengandung energi 120 watt-hour per kilogram (WH/kg), sedangkan baterai NMC bisa sampai 220 WH/kg. (Shiddiq)