NIKEL.CO.ID, 6 SEPTEMBER 2023 – Plt Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Letjen (Purn) (Mar) Bambang Suswantono, menegaskan, dalam pelayanan perizinan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) kepada para pengusaha pertambangan di Direktorat Jenderal (Ditjen) Minerba Kementerian ESDM harus tetap mengutamakan cara yang prosedural tidak boleh potong kompas.
Hal ini disampaikan Bambang dalam acara “Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Menteri ESDM Terkait RKAB” – dan tata cara penyusunan, penyampaian, persetujuan RKAB serta tata cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambahan Mineral dan Batubara, yang diselengarakan oleh Bagian Hukum Ditjen Minerba untuk para asosiasi pertambangan.
“Kita akan menyambut baik seluruh izin-izin itu tetapi mohon semuanya harus melalui prosedur. Tidak ada yang potong kompas. Potong kompas tahu ya, ini bahasa tentara, by pass. Semuanya ikutin prosedur, semuanya ikutin aturan,” tegas Bambang dalam acara tersebut, di Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta, Rabu, (6/9/2023).
Menurutnya, dalam proses perizinan tidak ada lagi pejabat Minerba Kementerian ESDM bermain-main dengan para pengusaha untuk saling suap menyuap dan bermain-main dengan gratifikasi.
“Ingat, apabila ada diantara kita yang antara suap dan di suap. Saya tidak ingin, ini akan membuat tata kelola ditempat kita buruk,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi berbagai permasalahan hukum imbas dari persoalan kasus hukum Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang menjerat beberapa petinggi Kementerian ESDM beberapa waktu lalu diantaranya masalah penyederhanaan perizinan yang dinilai melanggar aturan, maka Ditjen Minerba melakukan beberapa langkah.
Dia menerangkan, langkah pertama adalah menggandeng semua pihak yang terkait dan penegak hukum untuk bekerja sama dengan Polri, Kejaksaan Agung RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberian pemahaman tentang aturan hukum mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan.
Hal ini supaya semua pihak mengetahui dan memahami masing-masing aturan yang ada, sehingga semua pihak dapat bertanggungjawab terhadap tata kelola di Kementerian ESDM.
Ditjen Minerba akan berusaha mengatur tata kelola dengan baik untuk sama-sama ditaati sehingga tidak ada lagi yang bermain dengan masalah aturan yang berlaku.
“Semuanya harus sesuai dengan aturan.
Kalau ada yang melenceng-melenceng, laporkan ke saya. Kalau ada TNI/Polri yang nggak benar, laporkan ke saya,” terangnya.
Bambang menegaskan, tidak ada yang boleh melakukan penekanan dalam proses pengurusan izin di Minerba agar proses perizinan segera dikeluarkan yang diluar aturan. Semuanya harus sesuai dengan sistem yang ada agar proses perizinan lebih tertib.
Selain itu, dia sangat prihatin dengan kondisi praktek pertambangan dilapangan yang tebang pilih. Sehingga marak terjadi ilegal mining atau tambang ilegal, mulai dari adanya dokumen terbang (Dokter).
Sambil berkelakar, dia mengatakan, sebagai tentara murni tidak tahu apa itu dokumen terbang. Dokumen bisa terbang, gimana ini, apa bisa terbang dokumen itu!
“Ngga ada main-main, semuanya harus sesuai dengan sistem. Pengawasan akan kita laksanakan, saya akan koordinasi dan dalam waktu dekat saya akan bertemu dengan Pak Menkopolhukam,” tegasnya.
Ia menuturkan, dirinya mendapat perintah dari Menteri ESDM, Arifin Tasrif untuk segera membentuk Satgas (Satuan Tugas) untuk menindak ilegal mining. Nantinya masing-masing institusi penegak hukum menjadi satu tim gabungan dalam Satgas tersebut yang terdiri dari Polri, Kejagung, KPK dan TNI dan akan segera berjalan.
“Kita akan gabungkan, kita akan masuk ke wilayah-wilayah yang dimungkinkan terjadinya ilegal mining dan ini sangat membahayakan, juga mengurangi adanya permasalahan di daerah, adanya ketidakadilan dan sebagainya,” tuturnya.
Selain itu, Bambang juga mengajak para pihak untuk dapat bekerja sama dalam pelaksanaan tata kelola yang baik. Karena tanpa bantuan para pihak hal ini tidak akan bisa terlaksana dengan baik.
“Oleh karena itu, pada kesempatan ini mari kita sama-sama menangani permasalahan yang ada di Minerba untuk semua kesejahteraan bangsa dan negara ini,” harap dia.

Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (Sekum APNI), Meidy Katrin Lengkey, mempertanyakan, terkait hilirisasi nikel yang saat ini menjadi primadona Indonesia dan sejak tahun 2020, sudah banyak smelter yang berdiri.
Namun sampai saat ini masih banyak konflik yang terjadi, gap antara penambang dengan downstreaming atau pabrik pengolahan, dan untuk masukan dari APNI.
“Bagaimana menyatukan persepsi antara kita biar tidak terjadi kecemburuan-kecemburuan antara penambang dan smelter, karena kita saling butuh, baik bahan baku maupun proses pengolahan karena kita tidak bisa ekspor lagi?” tanya Meidy kepada Plt Dirjen Minerba Bambang Suswantono dalam acara tersebut.
Dia kembali melanjutkan, untuk yang kedua, kalau kali ini ada terjadi impor dari Philipina yang APNI tahu persis kadarnya mungkin bisa dikoreksi apa yang disampaikan Pak Menteri ESDM, bahwa impor dilakukan karena hilangnya suplai dari ilegal mining.
Untuk itu, ia mengkoreksi sedikit, ilegal mining kemarin seperti yang disampaikan tadi tentang dokter atau pelakor bahasa APNI, impor bijih nikel itu dari nikel kadar tinggi. Namun dari data APNI impor bijih nikel itu ternyata dari nikel kadar rendah 1,2%.
“Nah, ini beberapa hal yang mungkin kita butuh mediasi dari bapak (Plt Dirjen Minerba), bagaimana antara penambang dan para smelter itu terjadi keseragaman dan kesinambungan sesuai izinnya,” cecarnya.
Terakhir, Meidy menuturkan, Asosiasi meminta Plt Dirjen Minerba Kementerian ESDM untuk menjadi sebuah catatan terkait berapa lama proses waktu pembuatan dokumen perizinan.
“Boleh juga kita minta kalau pada saat setelah di evaluasi boleh taruh di meja-meja para direktur atau yang lain. Bila diberikan waktu berapa lama, biar kita juga ada kepastian waktunya?” tanya dia.
Ia menjelaskan, sebenarnya dalam proses pembuatan dokumen perizinan yang paling memakan waktu menjadi lama bukan dalam proses evaluasi.
“Dan dalam melakukan kegiatan produksi kita tidak menunggu-nunggu lagi, karena kebanyakan yang lama disitu bukan pada proses evaluasi,” jelasnya.
Meidy memaparkan, permasalahan itu sudah sering disampaikan ke Ditjen Minerba Kementerian ESDM. Namun belum ada solusi permasalahan yang dihasilkan. Hal ini diduga karena masih ada perbedaan dan ego sentral antara lembaga kementerian baik Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM terkait smelter.
Bambang pun menjawab dengan diplomatis, pihaknya sudah merencanakan agenda pertemuan dengan pihak Kementerian Perindustrian untuk duduk bersama membicarakan dan mencari titik temu terhadap permasalahan tersebut.
“Tidak ada yang nggak selesai, kita harus tuntas semuanya. Untuk memberikan yang terbaik untuk kepentingan kalian semuanya. InsyaAlloh, kita tuntaskan semua masalah smelter,” pungkasnya. (Shiddiq)