NIKEL.CO.ID, 7 AGUSTUS 2023 – Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia sebesar 72 juta Ton Nikel (Ni) atau 52% dari seluruh cadangan nikel dunia 139.419.000 Ton Ni. Sehingga Indonesia memiliki peran penting dan strategis dalam penyediaan bahan baku nikel dunia.
Kekayaan sumber daya alam mineral berupa logam nikel yang dimiliki Indonesia sudah seharusnya dapat dipergunakan untuk mensejahterakan masyarakatnya. Nikel tidak ubahnya seperti minyak bumi yang dikelola menjadi bahan bakar minyak.
Seperti Amerika Serikat saat ini mampu berhasil menjadi negara adidaya atau negara maju salah satunya berkat penguasaan sumber minyak dunia hingga sekarang. Ada pepatah yang mengatakan, Barangsiapa yang mampu menguasai sumber minyak dunia maka dialah yang akan menjadi negara adidaya energi.
Hal ini sesuai dengan teori Puncak Hubbert, dikutip wikipedia. Teori ini juga dikenal dengan Puncak Minyak, yaitu sebuah teori berpengaruh mengenai pengambilan dan penghabisan jangka-panjang dari minyak bumi konvensional (dan bahan bakar fosil lainnya).
Dinamakan Teori Hubbert sesuai dengan pencipta teori tersebut, yaitu M. King Hubbert yang merupakan seorang geofisikawan Amerika. Dia berhasil menciptakan sebuah model dari persediaan yang diketahui, dan mengusulkan sebuah teori.
Pada 1956, Hubbert mempresentasikan sebuah paper Diarsipkan 27-05-2008 di Wayback Machine. Pada rapat American Petroleum Institute di mana ia memperkirakan produksi minyak di Amerika Serikat akan memuncak pada 1965 dan 1970. Dan produksi minyak Amerika memang memuncak pada 1971 Diarsipkan 11-09-2005 di Wayback Machine, dan telah berkurang sejak saat itu.
Hubbert mengusulkan bahwa perhitungan yang sama dapat diterapkan kekeadaan lainnya, seperti puncak produksi minyak dunia. Beberapa perkiraan untuk puncak produksi dunia telah dibuat oleh Hubbert dan lainnya, dengan beberapa tanggal tersebut sudah lewat pada masa lampau. Hal ini telah menimbulkan kritikan dari metode tersebut dan perkiraan yang dibuat dengan menggunakan metode tersebut.
Teori puncak Hubbert merupakan subjek dari diskusi yang berkelanjutan karena efek potensial dari produksi minyak yang rendah, dan karena debat yang terus berlanjut dari aspek kebijakan energi.
Dalam teori Negara adidaya energi atau adikuasa energi, yaitu negara yang memasok sumber daya energi dalam jumlah besar (minyak mentah, gas alam, batu bara, dll.) ke sejumlah negara lain, dan oleh karena itu berpotensi untuk memengaruhi pasar dunia untuk mendapatkan keuntungan politik atau ekonomi.
Status negara adidaya energi dapat dilaksanakan, contohnya, dengan mempengaruhi harga di pasar global secara signifikan, atau dengan menahan pasokan.
Dari teori tersebut, maka jelaslah bahwa Indonesia merupakan negara potensial menjadi negara adidaya energi. Hal ini seperti dikutip halaman esdm.go.id bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel dunia sebesar 72 juta ton Ni atau 52% dari cadangan nikel dunia sebesar 139.419.000 ton Ni.
Sebaran cadangan bijih nikel Indonesia yaitu sumber daya Ni sebesar 11,7 miliar ton dan cadangan sebesar 4,5 miliar ton. Cadangan nikel sebagian besar 90% tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.
Kemudian kapasitas produksi pertambangan nikel Indonesia terhadap dunia pada tahun 2019 Indonesia merupakan produsen tambang bijih nikel terbesar dunia dengan produksi nikel sebesar 2.668.000 ton Ni.
Dari data Izin Usaha Pertambangan/Kontrak Karya (IUP/KK) peruasahaan tambang telah beroperasi per September tahun 2020, di wilayah Maluku sudah ada dua yang berproduksi. Maluku Utara sudah 5 yang berproduksi, Papua ada dua yang berproduksi, Papua Barat ada empat yang berproduksi. Sulawesi Selatan ada dua eksplorasi, satu produksi. Sulawesi Tengah ada 85 produksi dan Sulawesi Tenggara ada satu eksplorasi dan 154 yang berproduksi dengan total 155. Dengan total eksplorasi tiga dan operasi produksi 293 sehingga total 296.
Untuk memperkuat keberadaan Indonesia sekaligus mewujudkan mimpi Indonesia menjadi pemain atau Raja Baterai dan Kendaraan Listrik terbesar dunia maka diperlukan skema yang tertata dan sinergis. Dimulai dari seluruh aspek pertambangan nikel dari hulu hingga ke hilir. Kedua sektor ini harus saling melengkapi dan menguatkan untuk membangun ekosistem industri nikel yang berkelanjutan.
Saat ini, sektor hulu pertambangan nikel mulai bergeliat dengan adanya rencana pembentukan patokan harga nikel dalam negeri yang diinisiasi oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) yang disebut Indonesia Nickel Price Index (INPI).
APNI mengungkapkan pentingnya kehadiran INPI untuk menyelesaikan persoalan rumah tangga dalam negeri sendiri yang selama ini terjadi konflik antara penambang dan pabrik smelter dan pengolahan nikel.
“Sebenarnya, ini berkaca pada apa yang sudah terjadi di lokal dulu. Ide ini muncul karena terjadi perbedaan dari hulu ke hilir, penambang dengan pabrik selalu terjadi konflik,” kata Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey dalam acara IDXNews TV Jakarta, dalam Market Review yang ditayangkan pada Selasa, (4/7/2023), diikuti nikel.co.id.
Meidy mengungkapkan, selama ini harga patokan mineral nikel yang APNI publikasikan setiap bulan setelah ditandatangani oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di dalam negeri, itu berdasarkan tiga bulan terakhir dari patokan London Metal Exchange (LME) yang kemudian di kali dengan formulasi yang telah disepakati di tahun 2017 dan 2020.
Sedangkan untuk nikel olahan Indonesia, seperti NPi (Nikel Pig Iron), Feronikel, dan komoditi nikel lainnya sebagian besarnya menurut data neraca perdagangan lebih banyak di ekspor ke negeri China.
“Mereka mayoritas menggunakan harga Shanghai Metals Market (SMM). Sedangkan Shanghai Metals Market adalah harga on spot (ditempat),” tuturnya.
Dia menegaskan, kalau menggunakan patokan LME tentang harga bijih nikel yang diambil rata-rata tiga bulan terakhir. Sedangkan untuk patokan SMM harga nikel ditentukan di tempat atau on spot.
“Tentu terjadi GAP yang luar biasa! Jadi kalau kami menghitung beberapa bulan kemarin, sekitar bulan Juni kemarin, ada GAP sekitar 30% – 35% antara bijih nikel dengan basis LME dengan nikel olahan yang menggunakan harga China (SMM),” tegasnya.
Meidy memaparkan, ada tiga hal yang mendasari untuk memberi masukan dan pertimbangan dalam pembentukan INPI untuk menyelesaikan konflik internal dalam negeri. Meskipun semua orang bangga atas keberhasilan hilirisasi secara external namun di dalam rumah sendiri masih ribut antara hulu dan hilir.
“Pertama mengenai Perbedaan Harga. Kedua tentang Tata Kelola, dan ketiga Pelaksanaan Good Mining Practice dan Penerapan ESG (Environmental, Social, Governance). Sehingga kita nanti tidak di reject oleh yang namanya IRA (Inflation Reduction Act) atau Pajak Insentif Amerika,” paparnya.
Sekedar informasi, IRA sendiri merupakan undang-undang yang disahkan oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada 16 Agustus 2022 dan dinilai sebagai tindakan signifikan oleh kongres mengenai energi bersih dan perubahan iklim dalam sejarah bangsa. Diketahui bahwa nilai investasi dari undang-undang tersebut adalah senilai US$370 miliar atau setara dengan Rp5,4 kuadriliun.
Pengesahan IRA bertujuan untuk mengkatalisasi investasi dalam kapasitas produksi dalam negeri, mendorong pengadaan pasokan penting di dalam negeri atau dari mitra perdagangan bebas, memulai R&D serta komersialisasi teknologi terdepan seperti penangkapan dan penyimpanan karbon serta hidrogen bersih.
“Hal-hal ini yang sedang kita diskusikan dan kita mencari jalan keluar dan pemerintah sangat setuju Indonesia sudah waktunya mempunyai yang namanya Indonesia price, Indonesia pride, ini kebanggaan kita biar tidak terjadi konflik mulu di dalam,” sambung dia.
Lebuh lanjut, dia memaparkan, parameter dan infrastruktur yang digunakan untuk pembentukan INPI. Menurutnya Indonesia dalam industri nikel termasuk dalam new commerce (perdagangan baru) dan penggunaan teknologi untuk pengolahan nikel dari hulu hingga hilir pun termasuk baru.
“Dengan kondisi yang ada kita masih butuh arahan atau inside atau masukan dari para complayer yang sudah expert. Contohnya, seperti dari LME, SMM, Argus Media, dari beberapa expertise dunia dalam rangka perhitungan formulasi atau metodologi perhitungan komoditas nikel,” urainya.
Bahkan, APNI sudah melakukan beberapa kali diskusi dan menjalin kolaborasi dengan asosiasi dan organisasi internasional, di antaranya dengan LME, Argus Media, Wood Mackenzie, Institusi dan lembaga penelitian, konsultan internasional, SMM, FerroAlloy dan Asian Metals, perguruan tinggi, dan lembaga hukum.
“Bahkan bulan Mei 2023 kemarin kita mengadakan Konferensi bersama SMM dan APNI di Jakarta. Mereka hadir dan siap membantu Indonesia,” tegas Sekum APNI.
Meidy menjelaskan, dasar yang harus diperhatikan dan dikuasai dalam pembentukan dan pengaturan INPI adalah mekanisme perhitungan, metodologi yang digunakan dan juga dari sisi produsen.
Produsen adalah Indonesia itu sendiri dari mulai sektor hulu hingga hilir termasuk user atau pengguna dan user itu bukan hanya satu atau dua negara saja tapi ada banyak negara.
Selain itu, dia menegaskan, perlu juga memperhatikan perkembangan dampak ekonomi global akibat terjadinya resesi dan kemerosotan ekonomi terhadap berbagai negara yang mengalaminya.
“Dan yang paling penting lagi adalah konsep metodologi perhitungan dan tidak melupakan faktor dari sisi produsen itu sendiri,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan, Indonesia sudah mendapatkan masukan dari para pemain papan atas industri nikel (Top Players) sehingga target pemerintah untuk membentuk INPI dapat terlaksana tahun depan.
“Kita bantu doa sehingga betul-betul terlaksana tahun depan dengan sempurna. Sehingga untuk nikel, kita benar-benar membuat yang namanya Negara Adidaya, Masyarakat Sejahtera, Pengusaha Bahagia, karena Nikel,” ungkapnya sambil berharap.
Meidy juga menjelaskan, terkait pelaksanaan INPI untuk mempengaruhi pasar dan mengurangi persaingan yang tidak produktif. Menurutnya Indonesia harus bercermin dan mau menerima masukan dan saran dari para ahli (Expertise).
Kemudian, memahami metodologi yang tepat dan bagaimana mengantisipasi gejolak pasar ketika INPI diberlakukan. Karena pasar merupakan hal yang paling penting untuk berlakunya INPI ini nantinya.
“Inti dari semuanya itu adalah dari seluruh olahan nikel ini bagaimana produk itu menjadi end product. Selama ini kita masih dalam posisi inter mediete (produk antara), NPi, Feronikel, MHP, Nikel Sulfat. Indonesia belum ada yang namanya end product, seperti baterai, EV (Electric Vehicles). Mudah-mudahan kedepannya kita punya baterai made in Indonesia, EV made in Indonesia,” jelasnya.
Dalam hal ini, Meidy sempat bercerita, dalam kunjungannya ke Moskow, Rusia beberapa waktu lalu, dia melihat Electric Booth (Bilik Listrik) dan sempat terpikir kalau Indonesia punya Electric Booth dengan luas 17.000 pulau maka ini akan menjadi Hits Market (laris) dan hemat.
Ketika berbicara Green Energy maka kondisi alam Indonesia sangat mendukung karena semua bahan ada disini dan itu bukan hal yang mustahil untuk dibuat.
“Bukan hanya EV tapi electric booth juga bisa kita buat di Indonesia,” tuturnya.
Selain itu, dia mengemukakan, kalau semua barang sudah menjadi end product dari hulu hingga ke product jadi bukan hanya sampai pada hilirisasi dan inter mediete (produk antara) maka hal ini akan memudahkan mekanisme metodologi perhitungan.
“Untuk harga dari bahan baku nikel sampai ke nikel end product nantinya,” tegasnya.
Sementara untuk optimisme para pengusaha tambang nikel, APNI menilai, ditengah kritik dari pihak internasional terhadap permintaan penghapusan kebijakan larangan ekspor harus ada pembenahan di internal.
“Jangan cuma menggaungkan kita berhasil tapi seperti dalam rumah tangga pasti ada ribut-ributnya di dalam rumah tangga kita sendiri, yaitu hulu dan hilir, penambang dan pabrik masih saja ada konflik,” ungkapnya.
“Konflik-konflik ini yang harus kita lakukan pembenahan sehingga kita mantap untuk berkaca ke depan dan kita sudah sangat berhasil,” sambungnya.
Lebih dari itu, menurut Meidy, yang paling penting adalah bagaimana pelaksanaan Good Mining Practice, Tata Kelola dan Tata Niaga yang benar sehingga dapat memberikan pemasukan keuangan negara dalam penerimaan kas negara.
Kemudian dapat memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang positif dari pelaksanaan hilirisasi. Termasuk memberikan manfaat bagi masyarakat dari keberhasilan hilirisasi bukan hanya dinikmati oleh segelintir orang.
“Tapi yang penting masyarakat. Kembali lagi, masyarakat sejahtera. Jadi negara kita lebih adidaya dari nikel,” tegasnya.
Selain itu, dia menegaskan, pelaksanaan Good Mining Practice, ESG harus benar-benar diterapkan sehingga dapat menjaga lingkungan yang sehat dan berkelanjutan yang dapat dinikmati oleh generasi penerus.
“Untuk lingkungan kita baik-baik saja, tidak tercemar, untuk sosial (para pengusaha) kita harus masuk ke (masyarakat). Dan yang paling penting adalah pelaksanaan good governance untuk memberikan kenyamanan, kepastian dan keamanan untuk investasi di Indonesia,” tegasnya.
INPI merupakan satu langkah maju kedepan dalam pengelolaan sumber mineral nikel yang akan membawa Indonesia menjadi negara adidaya energi. Sehingga Indonesia akan menjadi negara industri maju dan negara besar di masa depan. (Shiddiq)