NIKEL.CO.ID, 4 JULI 2023 – Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, mengatakan, imbauan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) telat campur tangan hilirisasi nikel Indonesia karena Indonesia saat ini telah berhasil melakukan hilirisasi nikel.
Hal ini disampaikan Sekum APNI, Meidy Katrin dalam acara IDXNews Jakarta TV Program Market Review terkait Kritik IMF terhadap Kebijakan Hilirisasi Indonesia: IMF Minta Indonesia Hapus Larangan Ekspor Nikel yang dibawakan oleh Presenter Prasetyo Wibowo, hari ini.
“Dari kami, bahasa dari para pengusaha, kenapa tidak dari tahun 2020 pada saat kita digugat oleh WTO (World Trade Organization). Di awal tahun 2020 kita digugat karena pelarangan ekspor. IMF dimana pada saat itu, kenapa hadir dan mulai bercuap-cuap saat ini, disaat Indonesia sudah melakukan yang namanya keberhasilan hilirisasi nikel,” kata Meidy sapaan akrabnya dalam acara tersebut, Selasa (4/7/2023).
Menurutnya, hilirisasi nikel telah melampui keberhasilan. Ini dapat dilihat dari data bulan Juni 2023 kemarin, sudah ada sebanyak 53 pabrik pengolahan Pirometalurgi dan memiliki sebanyak 179 furnace yang menghasilkan olahan nikel Nikel Pig Iron (NPi), Feronikel, dan Nikel Matte.
“Bahkan di tahun 2023 ini sudah ada empat pabrik pengolahan Hidrometalurgi yang menghasilkan MHP, Nikel Sulfat bahkan lagi mengolah untuk menuju ke prekursor, yang ujungnya kita punya baterai,” ujarnya.
Dia menegaskan, dari keberhasilan hilirisasi ini, kenapa saat ini IMF baru datang untuk menyampaikan ada pembatasan. Apakah ini khusus nikel atau tujuan IMF untuk mineral lain. Karena pada Juni kemarin pemerintah telah mengumumkan larangan ekspor bauksit.
“Dan nanti akan ada pembatasan atau pelarangan ekspor untuk bahan baku atau bijih-bijih row material yang lain,” tegasnya.
Meidy menuturkan, kalau untuk nikel sepertinya para pengusaha nikel tidak akan melakukan ekspor ore nikel karena sudah berhasil dalam hilirisasi dan sudah banyak pabrik pengolahan dalam negeri sehingga bisa diserap oleh pengusaha dalam negeri.
“Malah yang kita khawatir, kita kurangi cadangannya kalau terlalu banyak, terus nanti kita mau ekspor kayaknya nggak make sale banget. Mari sama-sama kita dukung hilirisasi,” tuturnya.
Dia menjelaskan, keberhasilan program hilirisasi dapat dilihat dari data statistik dan fakta di lapangan dengan peningkatan nilai ekspor dari hasil olahan nikel
“Sekali lagi dari hasil olahan nikel, NPi, Feronikel, Nikel Matte, bahkan sudah ada MHP dan nikel sulfat tahun 2023 ini,” jelasnya.
Ia memaparkan, dari hasil olahan nikel saat ini sudah ada 179 pabrik furnace yang sedang menghasilkan Nikel Pig Iron (NPi), Feronikel, Nikel Matte. Dari semua produksi pabrik furnace itu bisa dikalkulasikan berapa banyak nilai ekspor olahan nikel Indonesia tersebut.
“Kemudian yang baru juga kita bangga bulan kemarin baru saja kita mengekspor yang namanya nikel sulfat (oleh PT Trimegah Bangun Persada, Tbk, atau NCKL), pertama hasil olahan dari Indonesia untuk prekursor sampai ke baterai,” ujarnya.
Dia menjelaskan, nilai investasi dari 179 pabrik furnace ditambah dengan produksi nikel sulfat dengan teknologi hidrometalurgi merupakan nilai investasi yang sangat besar. Bahkan di tahun 2023 ini akan ada empat pabrik baru yang akan Commissioning meskipun belum melakukan produksi.
Dari semua produk olahan nikel yang sangat besar jumlahnya, kata dia, umumnya yang menjadi market utama adalah China dan masih di sekeliling negara di Asia. Untuk pasar Eropa dan Amerika, saat ini ekspor nikel olahan Indonesia belum bisa masuk.
“Mudah-mudahan pangsa pasar Amerika dan Eropa juga nanti akan mengambil produk olahan nikel dari Indonesia. Cuma kembali lagi apa yang kita lakukan ini, keberhasilan hilirisasi ini, tentu harus diperhatikan faktor-faktor di dalam atau faktor internal,” jelasnya.
Meidy memaparkan, keberhasilan hilirisasi nikel di luar harus juga memperhatikan internal domestik dalam negeri. Seperti proses antara sektor hulu dan hilir harus terjalin dengan baik dan sinergis, tata kelola, tata niaga agar mematahkan imbauan IMF tersebut.
Selain itu, kata dia, mengapa IMF baru sekarang mengkritik soal hilirisasi nikel dan komoditi lainya padahal hilirisasi nikel sudah berjalan tiga tahun.
Ia juga memaparkan, di tengah kondisi harga nikel yang saat ini sedang mengalami penurunan nilai, para pengusaha nikel sedang bleeding karena harga mineral nikel sedang jatuh harganya.
“Kalau saya sampaikan lagi berdarah karena harga mineral nikel, komoditas nikel saat ini lagi lumayan drop, lagi turun. Walaupun produksi naik tapi harga lagi turun,” paparnya.
Meidy menerangkan, bahwa Indonesia merupakan negara terbesar yang memiliki sumber daya nikel dan banyak pemain nikel besar serta negara produsen nikel terbesar di dunia sejak tahun 2020 hingga saat ini. Sehingga sudah selayaknya Indonesia memiliki penentuan patokan harga komoditi nikel sendiri yaitu Indonesia Nikel Price Index (INPI).
Ia menghimbau agar Indonesia tidak lagi mengikuti patokan harga dari negara lain seperti, London Metal Echange (LME) dan Shanghai Metal Market (SMM) dan harus memiliki patokan nilai harga sendiri. Negara lain mempunyai patokan harga, Indonesia pun harus mempunyai patokan harga yang ditentukan sendiri.
“Ini sudah mulai kita gaungkan dan pemerintah sangat amat setuju bahwa kali ini Indonesia harus punya INPI. Minimalkan mulai dari nikel sehingga Indonesia jadi punya price dan pride, paling penting punya brand sendiri,” terangnya.
Meidy membenarkan, pemerintah telah mengambil langkah yang tepat dalam kebijakan hilirisasi nikel dan komoditas lainnya.
Dalam catatan pemberitaan, di tahun 2017 tercatat sekitar US$4 miliar ekspor bijih nikel dan sejak dilakukan hilirisasi nikel dari 2020 hingga 2022 melonjak hingga 745% atau berada di posisi US$33,8 miliar.
Untuk volume ekspor nikel Indonesia tahun 2021, sebesar 166.331,7 ton dan tahun 2022 melonjak menjadi 777.411,8 ton.
Untuk pangsa pasar ekspor nikel Indonesia yang utama ke negara China sebesar US$4,49 miliar, Jepang US$1,24 miliar, Korea Selatan US$106,99 juta ton dan Malaysia US$70,67 juta.
Lantas ada Proyeksi kerugian nilai ekspor ilegal bijih nikel ini, yang terihat dari tahun 2021 US$48 juta , kemudian tahun 2022 masih ada bocoran juga menjadi 54,6 juta. (Shiddiq)