NIKEL.CO.ID, 4 MEI 2023 – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Amerika Serikat tidak diskriminasi terhadap barang-barang ekspor Indonesia ke negeri Paman Sam tersebut.
Pernyataan Presiden Jokowi disampaikan oleh Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi seusai mendampingi Presiden Jokowi menerima kunjungan Delegasi Kongres Amerika Serikat di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Delegasi Kongres AS ber berjumlah delapan orang, enam dari Partai Republik, dan dua dari Partai Demokrat. Dengan lima orang perempuan dan tiga orang laki-laki yang dipimpin oleh Vern Buchanan.
Retno menyampaikan, dalam pertemuan tersebut membahas pentingnya segera dilakukan limited free trade agreement (FTA) antara Indonesia dengan Amerika Serikat. Presiden menyatakan kesiapannya untuk mulai membahas mengenai masalah FTA.
Dalam pertemuan tersebut, kata Retno, juga dibahas beberapa isu penting, di antaranya meningkatkan equal partnership.
“Jadi, partnership kemitraan yang didasari oleh kesetaraan dan menghasilkan kerja sama yang sifatnya win-win solution. Ini betul-betul ditekankan oleh kedua belah pihak, equal partnership,” tegasnya.
Dia memaparkan, pentingnya meningkatkan kerja sama di bidang ekonomi antara Indonesia dan Amerika Serikat sebagai negara mitra. Menurut Presiden, kerja sama ekonomi selalu menjadi prioritas Indonesia dan lebih ditekankan pentingnya isu akses pasar.
Isu penting lainnya, kembali disampaikan Retno, Presiden Jokowi meminta Amerika Serikat tidak memperlakukan diskiriminasi terhadap barang-barang ekspor Indonesia ke Amerika Serikat.
Presiden juga menyampaikan tekad untuk membangun industri hilir Indonesia yang kuat, dan berharap Amerika Serikat mendukung penguatan industri hilir Indonesia
“Presiden mengharapkan Indonesia dapat menjadi bagian dari supply chain Amerika Serikat dan dunia,” tutur Retno.
Retno juga membeberkan, harapan presiden mengenai fasilitas GSP (generalized system of preferences) mendapatkan dukungan Amerika dan terus dilanjutkan.
“Dengan tekanan kemitraan yang setara dan komitmen untuk terus memperkokoh kerja sama ekonomi diantara dua negara,” bebernya.
Sekadar informasi, Amerika Serikat telah menerapkan kebijakan friendshoring, salah satunya untuk penangan inflasi melalui Inflation Reduction Act (IRA).
Dalam kebijakan Inflation Reduction Act (IRA) terdapat paket yang menawarkan diskon pajak besar-besaran pada perusahaan-perusahaan asal Amerika Serikat yang mau berinvestasi di bidang energi bersih. Selain itu juga memberikan subsidi pada kendaraan listrik buatan dalam negeri, baterai, dan proyek-proyek energi terbarukan lainnya.
Sehingga, Pemerintah Indonesia mengajukan proposal perjanjian perdagangan bebas terbatas atau limited free trade agreement (FTA) dengan Pemerintah Amerika Serikat, karena kekhawatiran diskriminasi pajak untuk mineral kritis asal Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA).
Indonesia memiliki daya tawar yang kuat untuk mengajukan FTA secara terbatas dengan Pemerintah Amerika Serikat. Hal ini karena Indonesia memiliki potensi cadangan mineral kritis terbesar di dunia untuk komponen bahan baku baterai hingga kendaraan listrik di dunia.
Pemerintah berharap perjanjian dagang itu dapat membuat Indonesia tetap kompetitif sebagai negara tujuan investasi baterai hingga komponen kendaraan listrik selepas Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan IRA tersebut pertengahan tahun lalu.
Proposal pengajuan limited FTA itu sekaligus mengikuti jejak Jepang yang lebih dahulu mengamankan kerja sama investasi dan dagang dengan Amerika Serikat di bawah kerangka IRA. Seperti diketahui, Jepang baru saja mendapat limited FTA dengan Amerika Serikat dua pekan lalu.
Pemerintah berkeyakinan Amerika Serikat bakal setuju untuk mengesahkan proposal limited FTA dari Indonesia lantaran kepentingan untuk menjaga pasokan mineral kritis pada ekosistem kendaraan listrik mendatang.
Dia berharap kesepakatan dagang terbatas itu dapat mengamankan sejumlah komitmen investasi hijau dari sejumlah perusahaan global di Indonesia nantinya.
Akibat kebijakan IRA oleh Amerika, sejumlah komitmen investasi pada penghiliran mineral kritis dan batu bara di Indonesia belakangan batal dilaksanakan akibat daya tarik IRA yang kuat bagi investor global.
Hal ini tampak terlihat pada Air Products & Chemical Inc (APCI) yang belakangan menarik komitmen investasi mereka sebesar US$2,1 miliar atau setara dengan Rp30 triliun untuk pengembangan gasifikasi batu bara menjadi DME bersama dengan PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) di Muara Enim, Sumatera Selatan awal tahun ini. (Shiddiq)