NIKEL.CO.ID, 11 APRIL 2023 – Anggota Komisi Vll DPR RI, Bambang Pati Jaya dari Fraksi Golkar menilai transisi teknologi yang dilakukan dalam proses investasi di sektor hilirisasi merupakan celah kerugian negara, karena hanya mampu meningkatkan kandungan ore dari 2% hanya sampai 10 hingga 12%.
“Karena problemnya ternyata investasi teknologi yang dibawa masuk itu hanya meningkatkan, misalkan kita temukan transisi teknologi Morowali itu, dari ore yang hanya 2% itu hanya meningkat menjadi NPI 10% sampai 12%. Loh kok smelter hanya meningkatkan 10 sampai 12%, dan itu memang di Shanghai, di pasar komunitas yang lain ada komoditas seperti itu diperdagangkan,” kata Bambang dalam acara Audiens antara Komisi Vll DPR RI dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di Gedung DPR, SenAyan, Jakarta, kemarin.
Menurut Bambang, hal ini merupakan celah yang sangat merugikan yang harus dinilai karena merupakan bentuk lain bagaiman negara itu dirugikan. Dia menilai bahwa bisa jadi Presiden Joko Widodo tidak melihat sedetail itu dan diharapkan peranan para pembantu presiden, para menterinya mampu melihat celah dan menilai itu untuk mencegah kerugian negara agar tidak terus terjadi.
“Ore yang mengandung berbagai macam mineral buat nimbun jalan. Kalau sesuatu buat nimbun jalan itu nggaK ada value-nya. Lalu setelahnya hasil peleburannya berapa, hanya 10-12%, berarti royalty yang dibayarkan hanya 10-12% dikali royalty sekian persen,” paparnya.
“Yang dulu royalty dibayar hanya 2% dan yang 98%-nya nggak jelas barangnya apa. Ini yang saya pikir bahwa sebetulnya hal-hal yang terjadi dalam proses hilirisasi itu tidak serta merta sudah sesuai dengan apa yang dicita-citakan presiden, karena yang terjadi itu hanya seperti itu,” sambung dia.
Dia menduga, pemerintah sendiri yang membuat hambatan terhadap proses berlangsungnya hilirisasi, terutama tampak dalam kebijakan-kebijakan fiskal. “Ini perlu terus didengungkan,” harapnya.
Bambang berpendapat, kebijakan hilirisasi terkadang tidak sejalan dengan apa yang menjadi ide dari Presiden Jokowi. Presiden Jokowi adalah orang yang mempunyai ide tentang transformasi ekonomi Indonesia. Dari sebelumnya ekonomi Indonesia berbasis pada komoditas mentah kini menjadi produk setengah jadi atau barang jadi.
“Inilah yang dinamakan hilirisasi tersebut dan menuju ke arah sana, banyak terjemahan-terjemahan yang kadang-kadang menimbulkan akses-akses,” ujarnya.
Dia juga menjelaskan persoalan lain yang timbul dari kebijakan hilirisasi adalah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM). Banyak IUP Mineral dan Batubara (Minerba) yang bermasalah hingga pencabutan izin terutama di tahun 2020, 2021 dan 2022 di tengah kondisi negara yang sedang sulit diterpa pandemi covid-19.
Hal ini sontak saja menimbulkan kegaduhan karena sebanyak 2078 IUP dicabut izinnya oleh pemerintah di awal Januari 2022. Setelah itu persoalan 2078 IUP diserahkan dari KESDM dipindahkah ke Kementerian Investasi dan Badan Kordianasi dan Penanam Modal (BKPM).
Ia mengungkap, ada juga persoalan lain, yaitu proses melakukan hilirisasi itu sendiri. Seperti larangan ekspor bijih mentah nikel, tembaga, NPI atau feronikel.
“Tapi kita juga menemukan temuan, bahwa investasi-investasi yang masuk itu merupakan investasi-investasi yang harus kita nilai apakah investasi yang berkualitas sudah hilirisasi itu, dalam arti yang sebenarnya atau tidak? ” tanyanya. (Shiddiq)