NIKEL.CO.ID, 3 APRIL 2023 – Kementerian ESDM mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) kepada anggota ASEAN untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) dalam Pertemuan para Menteri ASEAN ke-41 Agustus 2023 mendatang.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif membuka peluncuran acara Kick-off Keketuaan ASEAN Sektor Energi Tahun 2023, Jumat (31/3/2023). Arifin Tasrif menegaskan akan memprioritaskan ketahanan energi berkelanjutan melalui pengembangan interkonektivitas pada ASEAN Power Grid.
“Trans ASEAN Gas Pipeline untuk mempercepat transisi energi di Asia Tenggara,” kata Menteri ESDM, Arifin Tasrif.
Sementara Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman Hutajulu menyampaikan bahwa kawasan ASEAN diperkirakan memiliki sumber energi baru dan terbarukan yang sangat besar, lebih dari 17.000 gigawatt (GW) untuk dijadikan modal dalam mencapai target jangka pendek, menengah, dan panjang.
“Kami mendorong seluruh anggota ASEAN untuk mendeklarasikan target NZE pada ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) ke-41 bulan Agustus 2023,” kata Jisman Hutajulu di sela acara Kick-off Keketuaan ASEAN Sektor Energi Tahun 2023.
Jisman menyebutkan, untuk jangka pendek, porsi EBT pada bauran energi ditargetkan akan mencapai 23%, dan porsi EBT pada kapasitas pembangkitan sebesar 35% di tahun 2025 sesuai ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC).
“Untuk jangka menengah, Nationally Defined Contributions (NDCs) tahun 2030 sesuai target penurunan emisi Gas Rumah Kaca masing-masing negara ASEAN dan untuk target Jangka panjang, mencapai Net Zero Emission (NZE) sekitar tahun 2050,” kata Jisman.
Jisman menyampaikan, Indonesia akan menginisiasi pengembangan jaringan listrik interkoneksi dengan beberapa negara ASEAN yakni, Brunei, Indonesia, Malaysia dan Philipina (BIMP). Pengembangan jaringan listrik tersebut menduplikasi proyek perdagangan listrik multilateral Laos-Thailand-Malaysia dan Singapura (LTMS).
Menurutnya, untuk merealisasikan proyek BIMP tentu berbeda tantangannya dengan proyek LTMS. Hal itu karena proyek LTMS hanya menyalurkan udara di land base saja.Sedangkan untuk BIMP ada yang harus terkoneksi dengan kabel bawah laut, terutama di wilayah Philipina yang terpisah oleh laut.
“Kita akan fokuskan proyek ini dulu, dimulai dengan pembicaraan antarpemerintah terlebih dahulu untuk dirumuskan dan disepakati bersama bagaimana realisasinya, baru setelah itu dibuat feasibility study-nya,” sambungnya.
Jisman memaparkan bahwa proyek interkoneksivitas listrik antarnegara ini merupakan satu dari tujuh pilar utama program keketuaan Indonesia di sektor energi ASEAN yang sesuai dengan ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) 2016-2025.
Ketujuh pilar utama tersebut yaitu, Jaringan Listrik ASEAN, Jalur Pipa Gas Trans-ASEAN, Teknologi Batubara dan Batubara Bersih, Efisiensi dan Konservasi Energi, Energi Terbarukan, Kebijakan dan Perencanaan Energi Regional dan Energi Nuklir Sipil.
Adapun pembangunan infrastruktur jaringan listrik di kawasan Asia Tenggara (ASEAN Power Grid) bersumber dari energi baru dan terbarukan (EBT). Sehingga mampu membantu peningkatan pemanfaatan EBT di wilayah tersebut.
“Kebijakan ini ditargetkan akan mendorong pendorongan komponen EBT dengan target peningkatan kapasitas daya terpasang EBT di ASEAN hingga 35% di tahun 2025,” kata Jisman. (Shiddiq)