
NIKEL.CO.ID, 17 Januari 2023-Koordinator Pengawasan Produksi dan Pengawasan Mineral, Ditjen Minerba, Kementerian ESDM, Andri Budiman Firmanto, S.T., M.Eng, menjelaskan filosofi diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Nomor: 3.E/MB.01/DJB/2022 tentang Kewajiban Pelaksanaan Transaksi Penjualan dan Pembelian Bijih Nikel Basis Free on Board (FOB) dan Surat Pemberitahuan LHV Manual Periode Khusus. Ia menepis surat edaran ini over regulated dan ambisius.
Zoom Meeting: Sosialisasi Transaksi Penjualan Bijih Nikel FOB dan LHV Penjualan Mineral yang dilaksanakan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) pada Senin (16/1/2023) kemarin, mampu menyedot perhatian 382 peserta. Mereka ada yang dari kalangan pelaku usaha pertambangan nikel, trader, surveyor, akademisi, dan unsur lainnya.
Sedikit prolog tema pembahasan zoom meeting oleh Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, ia langsung menyilakan salah satu sumber, yakni Koordinator Pengawasan Produksi dan Pengawasan Mineral, Ditjen Minerba, Kementerian ESDM, Andri Budiman Firmanto, S.T., M.Eng, untuk menjelaskan perihal diterbitkannya surat edaran tersebut serta wacana lain di industri pengolahan dan pertambangan nikel.
Andri bercerita, ketika masih di Subdit Pemasaran, Ditjen Minerba, dia terlibat langsung dalam penyusunan Harga Patokan Mineral (HPM) Nikel di 2017 dan 2018. Perjuangannya dalam memperjuangkan HPM tidak mudah. Beberapa kali harus “bertempur” dan meyakinkan teman-teman di Kemenko Marves dengan formulasi-formulasi yang sudah ditetapkan dalam HPM. Subdit Pemasaran menilai ketentuan HPM berazaskan keadilan, karena memperhatikan keuntungan dari masing-masing pihak.
“Alhamdulilillah, sering berjalannya waktu HPM ini diberlakukan dengan diterbitkannya Permen Nomor 11 Tahun 2020. Permen ini mengatur fair prices transaksi penjualan dan pembelian bijih nikel,” bilang Andri mengungkapkan hasil perjuangan tersebut.
Tapi dalam pelaksanaannya, dirinya mengutarakan, ada beberapa persoalan yang muncul. Karena itu, Andri menyampaikan filosofi diterbitkannya surat edaran ini. Pertama, menguatkan atas ketentuan Permen Nomor 11 Tahun 2020 di mana HPM Nikel itu berbasis FOB. Kedua, nanti tidak ada lagi produk nikel yang dijual oleh penambang harganya berbeda-beda di FOB-nya.
Tujuannya adalah seperti yang seharusnya ketika sudah menerapkan harga FOB, maka di semua titik pelabuhan di Indonesia, baik itu di Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, maupun di Sulawesi Tengah, harganya sama. Karena itu adalah bagian dari pemerintah. Karena di situlah titik di mana pemerintah menerapkan atau mengambil pungutan royalti sebagai pendapatan negara.
Filosofi ketiga, nikel merupakan suatu material yang tidak terbarukan. Ketika tambang nikel digali, maka kesempatan penambang untuk mendapatkan barang yang sama hampir tidak mungkin. Karena nikel non renewable. Maka, harus berhati-hati dalam melakukan pengelolaan bijih nikel. Jadi harus dimanfaatkan secara optimal.
“Di sisi lain, ketika kita bicara dampak terhadap kegiatan penambangan dan pengolahan, lebih besar dampaknya terhadap lingkungan adalah di kegiatan penambangan. Karena itu, setiap bijih nikel yang ditambang dan dijual harus mengkover biaya-biaya untuk memperbaiki lingkungan di area pertambangan,” imbaunya.
Berbeda dengan pabrik pengolahan bijih nikel, ketika pabrik berdiri, selama itu pula lokasi produksinya di tempat itu, paling ada slag dan sebagainya.
Berangkat dari situasi tersebut, Kementerian ESDM ingin menegaskan di 2022, selain salah satunya merupakan rekomendasi dari Satgas Kemenko Marves, bahwa bijih nikel harganya tidak boleh lagi dibeli di bawah HPM. Karena HPM itu seharusnya di FOB.
Andri menyampaikan banyak yang mempertanyakan dikeluarkannya surat edaran basis FOB ini, sepertinya over regulated dan ambisius.
“Sebenarnya kita tidak over regulated dan ambisius, kita hanya menegakkan Permen Nomor 11 Tahun 2020,” tepisnya.
Disebutkan, substansi surat edaran ini, pertama, pemegang IUP wajib melakukan basis FOB dalam penjualan bijih nikel, termasuk penjualan kepada afilisiasinya yang mengacu kepada HPM. Dia menekankan, kepada temah-teman di PNBP, Ditjen Minerba, yang berkaitan dengan e-PNBP. Ketika ada transaksi di luar FOB, maka transaksinya semestinya tidak dilakukan. Karena sudah dijelaskan dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020 dan surat edaran ini harus berbasis FOB sejak 12 Desember 2022.
Pihak lainnya yang melakukan pemurnian bijih nikel dan bahan bakunya berasal dari pemegang IUP pun wajib melakukan pembelian bijih nikel dalam basis FOB dan mengacu kepada transaksi berdasarkan HPM Nikel. Jadi, ketika kegiatan transaksi penjualan dan pembelian bijih nikel harus difinalkan di FOB. Baik menyangkut harga, maupun proses kewajiban kepada negara di PNBP dan sebagainya.
Berikutnya, masih disampaikan Andri, untuk bahan usaha surveyor yang telah ditetapkan sebagai Surveyor Pelaksana untuk Verifikasi Kuantitas dan Kualitas Penjualan Mineral, bertugas melakukan verifikasi terhadap transaksi jual beli bijih nikel yang dilaksanakan dalam basis FOB. Ketika transaksi itu tidak berbasis FOB, maka surveyor dilarang mengeluarkan Laporan Hasil Verifikasi (LHV).
Andri mengakui, jika proses transaksi ini dinilai kurang smooth, misalkan tidak berbasis kontrak. Artinya, jika tidak berbasis kontrak agak susah mencari pegangan untuk menilai kebenaraan harga mineral yang dimiliki 270 juta lebih penduduk Indonesia sudah dihargai dengan layak.
“Jika harganya sudah layak, maka indikator pertamanya dapat dilihat dari kontrak tersebut. Jika kontraknya tidak disesuaikan dengan FOB dan HPM, maka penjualan bijih nikel tidak dapat dilakukan,” imbuhnya.
Andri melanjutkan, sekarang instrumen pendukung penjualan berbasis FOB sudah jelas. Karena, proses penjualan harus diinput di MOMS, kemudian nanti dilakukan pengurangan jumlah produksi di RKAB. Begitu disetujui, akan diterbitkan MVP dan LHV.
Ia mengimbau kepada pelaku tambang nikel saat melakukan proses negosiasi dengan pembeli, harus disampaikan bahwa poin ini penting ketika pelaku penambang nikel tidak bisa bertransaksi, maka tidak bisa suplai ke pabrik pengolahan bijih nikel. Karena, proses trading-nya tidak bisa dilakukan dengan sistem yang berlaku sekarang.
Untuk surveyor independen harus menolak transaksi penjualan yang tidak berbasis FOB. Jika surveyor masih mengeluarkan LHV, nanti akan dikenalan sanksi dari sanksi administrasi sampai pencabutan SK Penunjukan Pelaksana Verifikasi Kuantitas dan Kualitas Penjualan Mineral di Kementerian ESDM.
Andri lantas menyampaikan informasi bahwa Ditjen Minerba sedang me-maintenance aplikasi MOMS dan MVP untuk menunjang sekaligus meningkatkan ketahanan terhadap “serangan-serangan” dari luar. Pada 9 Januari 2023 telah diterbitkan proses LHV untuk sementara dilakukan secara manual bagi perusahaan pemegang akun MOMS, sudah terdaftar di MODI, sudah mendapatkan persetujuan RKAB 2023, serta sudah membayar PPN dan melampirkan invoice penjualan untuk pembayaran royalti di PNBP 2023.
“Jadi nanti surveyor dalam masa maintenance ini harus mengecek, ketika invoice penjualan tidak berbasis FOB, maka tidak perlu dikeluarkan LHV-nya,” Andri menegaskan.
Sementara pemegang akun MVP harus melakukan evaluasi dokumen yang disampaikan ke MOMS serta menyampaikan kepada pemerintah bukti pembayaran e-PNBP yang mencantumkan PPN dan LHV yang diterbitkan secara manual.
LHV manual periode khusus ini ketika aplikasi MOMS dan MVP dapat kembali diakses, maka pelaku usaha pemegang akun MOMS wajib menginput seluruh penjualan yang telah diterbitkan LHV secara manual. Sedangkan bagi badan usaha surveyor pemegang akun MVP wajib mensubmit seluruh LHV manual yang diterbitkan ke aplikasi MVP, sesuai dengan transaksi yang diinput dari aplikasi MOMS. (Syarif)