Beranda Berita Nasional Septian Hario Seto Sebut Persentase Peran Nikel dalam Mata Rantai Baterai Lithium

Septian Hario Seto Sebut Persentase Peran Nikel dalam Mata Rantai Baterai Lithium

1244
0
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto.

NIKEL.CO.ID, 30 November 2022-Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto mengatakan, Pemerintah Indonesia saat ini sedang melakukan transformasi ekonomi, dan tidak lagi mengandalkan komoditas bahan baku mentah.

Septian Hario Seto menyampaikan,  industrialisasi berbasis komoditas dapat memberikan nilai tambah tinggi menuju struktur ekonomi yang lebih kompleks, yaitu melalui kebijakan hilir.

Ia menyebutkan, strategi hilirisasi yang ingin diwujudkan pemerintah ke depan, pertama, membangun basis industri berbasis nilai tambah tinggi untuk mendukung digitalisasi ekonomi yang semakin pesat dan tren ekonomi hijau.

“Kalau sebelumnya Indonesi ekspor bijih nikel, sekarang ekspor besi baja, masa depan memproduksi baterai lithium electric vehicle. Jadi, ini sangat penting bagaimana kita bisa mengembangkan hilirisasi dari bahan baku nikel, kobalt, bauksit, dan mineral logam lainnya,” kata Hario Seto  di acara Seminar Nasional “The 1st Indonesia Minerals Mining Industry Conference-Expo 2022” dengan tema: Mineral Kritis dan Strategis untuk Mendukung Industri Nasional di Bandung, Selasa kemarin (29/11/2022).

Kedua, mengalokasikan sumber energi rendah emisi (hijau) untuk industri bernilai tambah tinggi. Ketiga, membentuk talent pool yang berkualitas melalui program penyaringan lulusan S1 jurusan teknik dan sains untuk kemudian diarahkan bekerja di perusahaan kelas dunia di bidang teknologi.

Hario Seto melanjutkan, untuk prioritas kebijakan tata kelola mineral, pertama, penambahan nilai tambah dalam negeri. Hilirisasi industri mineral akan memaksimalkan nilai tambah dari cadangan mineral Indonesia.

“Misalnya produk olahan hilir tidak hanya menghasilkan NPI dan feronikel saja, bagaimana Indonesia bisa membangun yang lebih hilir lagi, seperti stainless steel. Sementara dalam bentuk bateri lithium tidak hanya dalam bentuk MHP, namun sudah bisa memproduksi prekursor dan katoda untuk baterai kendaraan listrik,” tuturnya.

Kedua, peningkatan ketahanan cadangan. Kebijakan tata kelola mineral harus mempertimbangkan umur cadangan nikel Indonesia. Ketiga, peningkatan kontribusi pendapatan negara dan investasi.

Ia menjelaskan, poin tiga ini diarahkan kebijakan hilirisasi mineral berpotensi meningkatkan kontribusi pendapatan negara, baik itu melalui peningkatan pajak dari nilai tambah produk ataupun bea keluar. Di sisi lain, kebijakan tata kelola juga harus mengonsiderasikan tingkat investasi di Indonesia.

Kebijakan hilirisasi mendorong industri pengolahan atau pemurnian serta kawasan industri berbasis mineral terus berkembang di Indonesia. Melalui kebijakan hilirisasi telah tercapai, antara lainpertumbuhan investasi yang signifikan di industri pengolahan mineral.

Untuk komoditas nikel, kembali dicontohkan Hario Seto, saat ini sudah dibangun kawasan industri pengolahan bijih nikel di Morowali Utara ada Gunbuster Nickel Industry (GNI), Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Halmahera, kemudian ada Virtue Dragon Nikel Industry (VDNI) di Konawe.

“Kita membentuk kawasan industri yang nantinya mengundang investasi dan teknologi untuk membangun pabrik-pabrik pengolahan bijih nikel di kawasan industri ini. Di kawasan industri ini dibuat supply chain dari hulu ke hilir sehingga menjadi lebih efisien. Selain itu mereka membangun logistik, power plant, dan fasilitas pendukung industri smelter lainnya,” paparnya.

Hario Seto mengungkap, hilirisasi nikel menjadi besi baja dan bahan baku baterai telah berkontribusi signifikan terhadap peningkatan ekspor. Nilai ekspor olahan nikel di 2021 sebesar 20,9 miliar dolar AS, hingga akhir Desember 2022 ditargetkan nilai ekspor olahan nikel mencapai 30 miliar dolar AS.

Pemerintah terus mengembangkan mata rantai baterai lithium, dari MHP diolah menjadi nikel sulfat, dan saat ini sedang dibangun beberapa pabrik prekursor dan katoda.

Hanya kendalanya, ungkapnya, ketika ingin membuat katoda, Indonesia masih kekurangan lithium yang akan dicampur dengan prekursor menjadi katoda. Untuk membuat baterai sel dibutuhkan elemen lebih banyak lagi, seperti anoda, electrolit, separator, dan aluminium foil.

“Saya kira nikeli menjadi salah satu bagian dari mata rantai baterai lithium. Kontribusinya sekitar 30% dari mata rantai baterai lithium,” kata Hario Seto. (Syalom/Syarif)