NIKEL.CO.ID, 14 SEPTEMBER 2022—Penerapan good mining practice (GMP) atau kaidah teknik pertambangan yang baik harus dilaksanakan sebaik mungkin. Kita mengikuti segala regulasi aturan yang berlaku. Karena, memang di industri pertambangan ini adalah Industri yang sangat regulated, diatur oleh aturan dan perundang-undangan.
Demikian diungkapkan Ketua Umum (Ketum) Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Ir. Rizal Kasli, S.T., I.P.M., ASEAN Eng., usai memberikan paparan pada Training of Trainers (TOT) APNI, di Hotel Novotel Jakarta Gajah Mada, Rabu (14/9/2022).
Menurut Rizal, segala sektor, baik dari Kementrian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, maupun Kemendagri mempunyai aturan yang harus kita patuhi.

“Jadi, harapan saya untuk para penambang, apalagi untuk penambang nikel yang hadir pada hari ini harus complete terhadap segala peraturan yang ada. Untuk nikel saat ini, kalau kami perhatikan adalah terjadinya kerusakan lingkungan yang cukup mengkhawatirkan karena orang berlomba-lomba menambang tapi tidak memperhatikan keselamatan lingkungan. Sehingga, terjadi pencemaran di sungai dan laut karena tidak dikontrol dengan baik. Supaya kita menambang ini harus secara bertanggung jawab,” katanya.
Di samping itu, ia memberikan paparan peran penting mengenai Competent Person Indonesia (CPI). Menurut dia, peran CPI cukup besar karena dalam menentukan atau melakukan estimasi sumber daya dan cadangan itu mereka sudah memperhitungkan segala aspek.
Karenanya, dalam TOT tersebut ia menjelaskan soal faktor pengubah (modifying factor) mulai dari teknis, misalnya geoteknik untuk menentukan kestabilan terowongan atau lereng. Dijelaskan pula faktor ekonomis produktivitas, faktor hukum, kemudian lingkungan dan sosial kemasyarakatan hingga persoalan legal.
“Nah, hal-hal itu semuanya mereka sudah perhitungkan. Jadi, CPI itu sangat penting. Memang yang keluar akhirnya itu angka sederhana saja yang kita lihat, tapi prosesnya itu cukup lama. Karena, mereka harus mempertimbangkan dan harus detail dalam segala aspek,” ujarnya.
Namun, acapkali juga terjadi missed pelaku usaha pertambangan dalam penyusunan dan pelaporan dokumen rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB). Menurut Rizal, missed terjadi karena datanya itu tidak lengkap. Misalnya, mereka itu tidak melakukan eksplorasi tetapi melaporkan sumber daya dan cadangan. Kalau diverfikasi oleh CPI datanya tidak ada. Hal itu yang sering menjadi masalah. Makanya, mereka dari sekarang itu harus melakukan eskplorasi, termasuk pengeboran. Sehingga, kita tahu persis bahwa sumber daya atau cadangannya itu ada sekian. Jadi, bisa diverifikasi dan dibuktikan oleh ahlinya (CPI).
“Sayangnya, jumlah CPI kita sangat kurang dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang ada. Bayangkan, jumlah perusahaan tambang itu ada ribuan di Indonesia, sedangkan jumlah CPI hanya 400-500 orang. Itu pun masih dibagi dua. Ada yang dari Perhapi dan IAGI. Di Perhapi ada yang sum berdaya, ada yang cadangan. Jadi CPI memang sangat di butuhkan, apalagi CPI untuk nikel itu sangat kurang,” ujar S1 Teknik Pertambangan ITB yang juga pengurus APNI itu.
Ia mengungkapkan, dalam waktu dekat ini pihaknya melakukan semacam workshop seperti yang baru dilakukan kemarin. Dengan harapan, akan lebih banyak lagi yang mau mengajukan diri sebagai CPI. Dengan banyaknya CPI, tentu akan membantu perusahaan, terutama dalam kemudahan menyusun RKAB. (Syalom/RDj.)