
NIKEL.CO.ID, 9 Mei 2022-Kebijakan pemerintah terkait perbaikan tata kelola pertambangan tidak akan berjalan baik, jika tidak didukung stakeholders. Butuh komitmen bersama.
Pemerintah pusat ingin terus memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar terjadi pemerataan, transparan, dan adil. Pencabutan 2.078 izin usaha pertambangan (IUP) adalah salah satu ketegasan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang dinilai tidak mengikuti ketentuan yang berlaku.
CEO salah satu perusahaan Konsultan Manajemen, Nirwan mengatakan, Presiden Jokowi memang sedang membenahi sistem tata kelola pertambangan di Indonesia. Karena itu, perlu dukungan dan sinergitas dari pelaku usaha pertambangan, sehingga kebijakan itu tidak berdiri sendiri.
Menurutnya, salah satu bentuk dukungan perusahaan adalah melakukan pembenahan dari sisi administrasi. Semua proses administrasi harus dilakukan, sehingga tertib administrasi.
“Jika semua proses itu dilakukan, ketika ada perubahan kebijakan, perusahaan itu mempunyai database. Sebaliknya, jika perusahaan itu tidak tertib administrasi, ketika ada perubahan kebijakan perusahaan itu banyak mengalami kendala,” kata Nirwan kepada Nikel.co.id, Senin (9/5/2022).
Sebagai konsultan manajemen, Nirwan mengutarakan perusahaannya memberikan pendampingan bagi para klien. Misalnya, ingin mengajukan perizinan usaha, kelengkapan dokumen, produksi, dan kebutuhan perusahaan lainnya.
Ia mengungkapkan, sejak kewenangan pengelolaan pertambangan ditarik ke pusat, ada penyesuaian-penyesuaian peraturan yang harus dipenuhi perusahaan-perusahaan pertambangan di daerah. Khususnya perusahaan pertambangan mineral dan batubara.
“Bagi perusahaan yang semula terbiasa berhubungan dengan pemerintah daerah, ada kalanya belum terbiasa berkoneksi ke pemerintah pusat. Mereka meminta bantuan kami untuk menjembataninya,” ujar pria yang aktif di Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) di bidang Hubungan Antar-Lembaga.
Nirwan mencontohkan pendampingan yang diberikan kepada perusahaan untuk proses perizinan analisa dampak lingkungan (Amdal), feasibility study (FS), RAKB, dan keperluan lainnya. Masing-masing perusahaan mempunyai kebutuhan pendampingan tersendiri.
“Bagi perusahaan baru yang ingin melakukan kegiatan eksplorasi pertambangan, banyak dokumen yang harus disiapkan. Mulai dari pengajuan permohonan ke Kementerian ESDM, harus ada kajian Competent Person Indonesia (CPI) dalam pembuatan laporan hasil eksplorasi atau estimasi sumberdaya cadangan mineral dan batubara,” jelas mantan Staf Ahli salah satu anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, sejak 2010 hingga 2019.
Ia menekankan, semua syarat itu harus dipenuhi, sehingga menjadi dasar Kementerian ESDM mengkaji, apakah permohonan perusahaan itu ditindak lanjuti atau tidak.
Sementara bagi perusahaan yang sudah berjalan, lanjutnya, ada juga yang mengalami kendala ketika mengajukan laporan tahunan RKAB. Kendala yang dihadapi bermacam-macam, misalnya revisi tentang jumlah produksi yang harus disesuaikan dengan kondisi saat ini. Karena itu dibutuhkan data-data lama perusahaan yang sifatnya teknis, dan tidak semua orang memahami kepengurusan kelengkapan data-data tersebut.
“Divisi kami terklasifikasi untuk menangani berbagai permasalahan yang dimintakan perusahaan. Ada divisi yang menangani amdal, RKAB, FS, atau terkait manajemen perusahaan,” paparnya.
Menurut Bendahara Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jakarta 2021-2023 ini, jika kondisi administrasi perusahaan baik, akan menguntungkan perusahaan tersebut. Misalkan perusahaan ingin menjadi perusahaan terbuka, ingin bekerja sama dalam sebuah proyek, bisa lebih dipercaya oleh investor atau kliennya. (Syarif)