Beranda Berita Nasional APNI Mencari Pengurus, Pembina, Penasihat, dan Pengawas Periode 2022-2027

APNI Mencari Pengurus, Pembina, Penasihat, dan Pengawas Periode 2022-2027

2060
0

Para pengurus DPP APNI

NIKEL.CO.ID, 4 Februari 2022-Kepengurusan pertama periode 2017-2022 Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) baru akan berakhir pada 6 Maret 2022. Jelang diselenggarakan Musyawarah Nasional (Munas), APNI sedang mencari calon pengurus untuk periode 2022-2027.

Ketika APNI menghelat rapat pada Rabu (2/1/2022) di Kantor DPP APNI Jalan Batu Tulis Raya Nomor 11, Kebon Kelapa, Gambir, Jakarta Pusat, mengangkat tema: Pemilihan Pengurus, Pembina, Penasihat, dan Pengawas APNI untuk kepengurusan 2022-2027.

Rapat dibuka oleh Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey, pukul 13.00 WIB, dan dihadiri pengurus lainnya, yaitu Pejabat Sementara Ketua Umum APNI Wiratno, Maria Chandra, Dody, Eddy, Rusdi Rusmadi, dan E. Ense Da Cunha Solapung.

Selain itu, hadir pula pemerhati pertambangan seperti Komjen Pol. (P) Dr. Drs Mochamad Iriawan, S.H, M.H (Ketua Umum PSSI), Mayjen TNI Rido Hermawan (Tenaga Ahli di Lemhanas), Irjen Pol. Edi Mulyono (Wantanas), Mayjen TNI Karev Marpaung (Wantanas), Richard Tandiono (PT Trinitan), Aghita Lebang (Putri Almarhum Ketum APNI Komjen Pol. (Purn) Insmerda Lebang), Davin Pramasdita, S.H, M.H, (Lawyer Virtue Dragon), Sucianti Suaib Saenong (Ketum HIPMI Sultra), Djoko Widjatno (Indonesia Mining Asosiation), Rizal Kasli (Ketum Persatuan Ahli Pertambangan Indonesia), dan Tri Firdaus Akbarsyah (Sekjen Ikatan Notaris Indonesia).

Sekjen APNI, Meidy Katrin Lengkey ketika mempresentasikan tentang organisasi ini menyampaikan beberapa poin penting. Disampaikan bahwa APNI terbentuk pada 6 Maret 2017, dimana Kepengurusan APNI pertama saat itu dilantik oleh Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, Bambang Susigit, di Direktorat Minerba.

Dewan Pengurus Pusat APNI Periode 2017-2022, yaitu Ketua Umum: Ladjiman Damanik, Wakil Ketua Umum I: Sudirman Tjakradinata, Wakil Ketua Umum II: Wiratno, Sekretaris Jenderal: Meidy Katrin Lengkey, Wakil Sekretaris I: Maman Khairussalam, Wakil Sekretaris II: Taruna Adji, Bendahara Umum: Antonius Septyadi,Wakil Bendahara Umum I: Dadang Praptomo, dan Wakil Bendahara Umum II: E. Ense Da Cunha Solapung.

Satu tahun memimpin APNI, Ketum Ladjiman Damanik tidak dapat meneruskan kepemimpinan organisasi ini, karena menderita sakit. Pada 2018 hingga 2019 APNI dipimpin oleh Pejabat Sementara Ketum, yaitu Wiratno, yang naik dari Wakil Ketua Umum I.

Kemudian, pada 6 Maret 2019 Ketum APNI dipimpin Komjen Pol. (Purn) Insmerda Lebang yang dilantik oleh Direktur Pembinaan Perusahaan Mineral, Ditjen Minerba, Kementerian ESDM, Yunus Saefulhak. Komjen Pol. (Purn) Insmerda Lebang tidak dapat melanjutkan pengabdiannya di APNI, karena menderita sakit hingga meninggal dunia pada 28 Agustus 2021.

Sepeninggal Komjen Pol. (Purn) Insmerda Lebang, kepemimpinan APNI kembali dipimpin Wiratno sebagai Pejabat Sementara Ketum.

Seiring akan berakhirnya Kepengurusan APNI periode pertama pada 6 Maret 2022, maka organisasi ini sedang mencari Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Periode 2022-2027.

Dalam Rapat ini, Meidy Katrin Lengkey juga mempresentasikan soal legalitas, visi dan misi APNI.

“Misi terbaru APNI yaitu bagaimana pertambangan Indonesia dikelola untuk kepentingan lokal,” kata Meidy.

APNI, imbuhnya, memberikan layanan sebagai jembatan para pelaku hulu dengan regulator dan pelaku hilir. Selain melakukan tugas sinergitas dengan beberapa kementerian, baik Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kemudian membuat base mining practices antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak Ketiga, maupun dengan pabrik (user).

Dijelaskan, pembentukan Dewan Pengurus APNI terdiri Dewan Pembina, Dewan Penasihat, dan Dewan Pengawas. Struktur ini di luar kepengurusan inti di DPP APNI, yaitu Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan Sekretaris Jenderal.

Terkait Bidang Kepengurusan, yaitu Humas, Perizinan, Komersil, CSR, Legal, Lingkungan, Pajak, dan SDM. Sedangkan keanggotaan terdiri dari Anggota Utama (Perusahaan Tambang yang terdaftar di Mineral One Data Indonesia/MODI) dan Anggota Pendamping (Perusahaan Jasa Pertambangan, Perusahaan Vendor Pengadaan Pertambangan, Perusahaan Konsultan, Perusahaan Trader, dan Perusahaan Smelter).

Disampaikan Meidy, sejak berdirinya APNI dari 2017-2021 sudah melakukan 509 kegiatan program kerja. Sementara hasil perjuangan APNI di antaranya dimasukkannya ketentuan Harga Patokan Mineral (HPM) dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2020 dan dibentuknya Tim Pengawas HPM melalui Kepmenko Nomor 108 Tahun 2020.

“Kita hanya meminta keadilan. Jika harga nikel tidak ada standarisasi, pembeli akan suka-suka, sehingga hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran penerimaan negara (PNBP),” ujar Meidy.

Ia cerita, dulu para penambang dapat keuntungan 1 dolar AS saja sudah bersyukur, ketika harga nikel masih 20 dolar AS per ton. Sekarang, HPM sudah 46.000 dolar AS per ton, sehingga berdampak kepada penerimaan untuk negara. Karena penambang ketika menjual bijih nikel dikenakan royalty 10% dan PPh 1,5%.

“Sekarang kami sedang berjuang, bagaimana semua transaksi jual-beli nikel sesuai Permen Nomor 11 Tahun 2020, bahwa semua transaksi ini berbasis FOB, tidak terjadi lagi manipulasi analisa, tidak terjadi lagi demurrage tongkang yang berlangsung lama, dan tidak terjadi lagi penambang modali smelter,” paparnya.

Informasinya, sambung Meidy, usulan APNI sudah didengar pemerintah, dengan akan dibuat adendum di Permen No. 11 Tahun 2020.

“Mudah-mudahan dalam waktu dekat akan dikeluarkan sistem transaksi nikel berbasis FOB. APNI juga mengusulkan agar smelter-smelter khusus hidrometalurgi yang mengolah bijih nikel kadar rendah atau limonite dibebaskan royalty 10%,” harapnya.

Perjuangan lain, lanjutnya, APNI menyuarakan agar industri olahan nikel dikenakan pajak ketika ingin mengeksor ke luar negeri, sehingga ada value added untuk negara.

“Walaupun pajak ekspor hanya 1%, bukan karena angkanya, tapi dengan adanya biaya keluar pemerintah akan mendapatkan data berapa NPI dan FeNi per tonase yang sudah diekspor,” jelasnya.

Menurutnya, APNI akan berhenti bersuara jika pengelolaan, eksplorasi, dan produk olahan nikel benar-benar dapat dirasakan manfaatnya untuk rakyat dan negara, sesuai harapan UUD 1945 pasal 33. (Syarif)