NIKEL.CO.ID – Indonesia merupakan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia. Pada 2020, cadangan nikel Indonesia disebut mencapai 72 ton Ni (nikel). Jumlah ini merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni.
Data tersebut berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020 dalam booklet bertajuk “Peluang Investasi Nikel Indonesia” yang merupakan hasil olahan data dari USGS Januari 2020 dan Badan Geologi 2019.
Besarnya cadangan nikel di Tanah Air ini menjadi salah satu pemicu banyak pihak luar melirik nikel Indonesia. Namun bukan karena besarnya cadangan, ada faktor lain yang juga membuat perusahaan asing mengincar nikel Indonesia, baik mengincar dalam arti membeli atau bahkan berinvestasi di Indonesia.
Steven Brown, konsultan independen di industri pertambangan, mengatakan banyak pihak di luar negeri mengincar nikel di Indonesia karena selain besarnya cadangan bijih nikel di Indonesia, kualitas dan ongkos produksi nikel di Tanah Air jauh lebih murah dibandingkan di luar negeri.
Sementara di luar negeri, produksi bijih nikel kini lebih sulit karena perlu menggali lebih dalam, jumlahnya tak sebanyak di Indonesia, sehingga ongkosnya lebih mahal.
“..Suplai juga seimbang kalau dilihat terutama dari perkembangan di Indonesia. Suplai bisa keep up dengan demand. Tapi itu semua tergantung dari Indonesia. Jadi di luar Indonesia sama sekali gak keep up dengan demand. Jadi ini semua sangat bergantung pada satu negara (Indonesia),” tuturnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (19/08/2021).
Apalagi, lanjutnya, sejauh ini beberapa proyek smelter nikel yang diumumkan, termasuk smelter nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL), tengah dibangun di Indonesia dan keekonomiannya jauh lebih baik dibandingkan di luar negeri.
Adapun produk dari smelter HPAL ini bisa berupa Mix Sulphide Precipitate (MSP) maupun Mix Hydroxide Precipitate (MHP) yang kemudian bisa diolah menjadi nickel sulphate yang bisa menjadi komponen baterai lithium.
“Karena ore lebih accessible dan lebih bagus dan lebih baik daripada negara lain, sementara di negara yang gak ada bijih sulfida, itu sudah sulit untuk dicari, jadi semakin dalam, makin deep galinya, karena dia underground kalau sulfida, jadi makin mahal untuk mengembangkan bijih sulfida,” paparnya.
“Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar dan keekonomian membangun di Indonesia jauh lebih bagus, lebih murah, dan lebih cepat membangunnya,” ujarnya.
Dia mengatakan, pada semester I 2021, pasokan nikel hanya bertumbuh di Indonesia, yakni meningkat 320 ribu ton atau naik 140% secara tahunan (year on year) dibandingkan periode yang sama 2020. Jumlah tersebut belum termasuk dari produksi nikel PT Vale Indonesia.
Sementara di luar Indonesia secara global, pasokan nikel justru menurun 265 ribu ton atau turun 26% dibandingkan periode semester I 2020.
“Luar biasa memang. Total produksi meningkat hanya karena Indonesia,” ujarnya.
Dia menyebut, tren investasi di industri nikel Indonesia terus meningkat sejak 2014 lalu ketika ada kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel. Dengan kondisi saat ini, menurutnya investasi di sektor industri nikel di Tanah Air akan tetap maju, atau setidaknya tidak akan melambat.
“Ya trennya tidak akan melambat lah. Jadi sejak 2014 investasi jalan terus dan tampaknya masih akan terus seperti itu,” imbuhnya.
Sumber: CNBC Indonesia