Beranda Berita Nasional APNI Minta Penjualan Bijih Nikel Dibatasi, Kenapa?

APNI Minta Penjualan Bijih Nikel Dibatasi, Kenapa?

1028
0

NIKEL.CO.ID – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyampaikan tujuh usulan guna mendukung hilirisasi nikel, termasuk untuk mendorong industri stainless steel dan baterai dalam negeri.

Salah satu usulannya adalah dengan melakukan pembatasan kadar bijih nikel yang dapat diperdagangkan. Dalam keterangan resminya, Senin (28/06/2021), disampaikan bahwa dengan semakin banyaknya smelter yang beroperasi, maka diperlukan ketersediaan cadangan.

“Untuk menjaga ketersediaan cadangan dan optimalisasi bijih nikel kadar rendah, diperlukan pembatasan kadar bijih nikel yang diizinkan untuk diperjual-belikan,” sebagaimana dikutip dari keterangan resmi APNI, Senin (28/06/2021).

Usulan kedua untuk mendorong hilirisasi nikel adalah melakukan kegiatan eksplorasi detail untuk seluruh wilayah pertambangan, sehingga bisa didapatkan sumber daya dan cadangan nikel serta mineral pendukung lainnya guna menunjang kebutuhan bahan baku smelter dan smelter dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang semakin banyak berdiri di Indonesia.

Ketiga, harga bijih nikel yang diperjualbelikan harus sesuai dengan harga patokan mineral (HPM). Keempat, demi menghindari monopoli maka surveyor yang digunakan adalah surveyor independen.

Poin kelima yang disampaikan yakni mengenai kebutuhan akan bijih nikel untuk High Pressure Acid Leaching (HPAL) dengan syarat spesifikasi yang ditentukan oleh pabrik, dikhawatirkan tidak akan terakomodir maksimal oleh penambang, dikarenakan syarat MGO.

“Kondisi yang sama saat ini untuk kebutuhan pirometalurgi kebutuhan akan saprolite bijih nikel kadar yang tinggi yaitu di atas 1,8% dengan syarat SiO/MgO maksimum 2,5,” seperti dikutip dari pernyataan APNI tersebut.

Keenam, optimalisasi pabrik hilir nikel dengan pembatasan investasi baru, dan mendukung investasi yang sudah berjalan di Indonesia.

“Terakhir, mengangkat Indonesia dalam kancah industri logam dunia, dengan memacu pabrik dalam negeri untuk industri end product.”

Sumber: CNBC Indonesia