NIKEL.CO.ID – Acara CEO Forum 2021 yang diadakan oleh Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI) dihelat secara online pada tanggal 28 April 2021 ini menghadirkan beberapa CEO atau jajaran direksi perusahaan yang berperan dalam industri tambang dan logam. Rangkaian acara yang diselenggarakan oleh MGEI ini bertujuan untuk mempertemukan berbagai sosok di balik perusahaan-perusahaan yang turut andil dalam industri pertambangan mineral logam di Indonesia.
Salah dua dari perusahaan yang berunjuk gigi mengenai sepak terjang hingga rencana pengembangan adalah PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan PT Ceria Nugraha Indotama.
Merepresentasikan PT IMIP, Alexander Barus selaku CEO mengisi slot awal dari sesi pertama dari acara CEO Forum 2021. Alexander memaparkan fakta-fakta dasar mengenai IMIP, seperti tanggal berdiri perusahaan pada 3 Oktober 2012. Selain itu, IMIP memiliki area konsesi mencapai 47.000 hektar dengan area operasi tambang IMIP berkisar 2.000 Ha dan berencana ekspansi hingga 3.000 Ha. Saat ini IMIP mempekerjakan sekitar 46.000 orang, dengan 7.000 di antaranya berkewarganegaraan asing. Dari sisi investor, Alexander menyebutkan Tsingshan Group, Bintang Delapan Group, serta Hanwha.
Alexander juga menyinggung mengenai budaya kerja di IMIP. Perusahaan ini memiliki motto “United We Can”, dengan poin-poin budaya dalam akronim WTS: Working Hard, Target Oriented, dan Smart.
Sepanjang perkembangan dari kiprah dalam industri, IMIP memiliki beberapa anak perusahaan dengan spesialisasi yang berbeda. IMIP memiliki 14 smelter nickel pig iron (NPI), dengan kapasitas smelter mencapai 3 juta metrik ton per tahun (MTPY). Selain nikel, IMIP juga memiliki 1 smelter baja karbon dengan kapasitas 3,5 juta MTPY, 5 smelter katoda nikel-kobalt-mangan berkapasitas 240 ribu MTPY, serta fasilitas pengolahan daur ulang baterai EV dengan kapasitas 20 ribu MTPY. Tidak hanya itu, PT IMIP pun berencana membangun pusat penelitian dan pengembangan yang terkait dengan HPAL.
Dalam perjalanan industri, operasi PT IMIP pun ditunjang oleh pembangkit listrik berkapasitas 3.000 MW, pelabuhan, bandara, serta infrastruktur dasar seperti wisma. Bahkan PT IMIP pun juga memiliki institusi, yakni Politeknik Industri Logam Morowali yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja sesuai kebutuhan perusahaan. Saat ini politeknik tersebut memiliki kapasitas 96 mahasiswa per tahun yang tersebar di tiga jurusan.
Dalam rencana ke depan, PT IMIP tidak berhenti untuk berekspansi selagi mengikuti prinsip yang berkelanjutan. PT IMIP sedang dan akan bergerak ke bisnis ramah lingkungan, dengan fokus pada pengembangan EBT seperti energi surya melalui ekonomisasi slag nikel. Dalam segi operasi, IMIP berencana untuk berfokus lebih ke pengolahan bijih nikel dengan grade rendah. Selain itu, IMIP juga ingin untuk menyerap lebih banyak tenaga lokal, serta meningkatkan wujud dari pengabdian masyarakat.
Selain PT IMIP, sesi pertama juga diisi oleh PT Ceria Nugraha Indotama yang disampaikan oleh CEO, Derian Sakmiwata. Ceria sendiri merupakan perusahaan swasta nasional dengan wilayah IUP berlokasi di Kolaka, Sulawesi Tenggara dan mencakup luas sebesar 6.785 Ha. Ceria berfokus pada komoditas nikel dan kobal.
Pada periode 2017 – 2019 Ceria memperdagangkan sekitar 2 juta metrik ton (wmt) per tahun. Namun sejak Tahun 2020, Ceria hanya melakukan perdagangan domestik. Sesuai RKAB 2021, pada tahun ini, Ceria berencana meningkatkan volume dagang menjadi 4.8 juta wmt.
Saat ini, Ceria sedang membangun Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan kapasitas produksi 379.000 tpa FeNi dan selajutnya HPAL sebagai upaya memproduksi bahan baterai dengan kapasitas produksi 103.000 tpa Mixed Hydroxide Precipitate (MHP). Pembangunan smelter ini telah melibatkan beberapa BUMN diantaranya PT PP, PT WIKA dengan pemasok listrik dari PT PLN.
Tidak hanya fokus di peningkatan produksi dan operasi, Ceria juga berkomitmen terhadap lingkungan, yang dibuktikan dengan sertifikasi Blue Proper Rating dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan selama dua tahun berturut-turut, yaitu Tahun 2019 dan 2020. Selain itu Ceria juga sudah mendapatkan Sertifikat ISO 9001:2015, ISO 45001:2018 dan ISO 14001:2015 serta 12 jam kerja tanpa LTI.
Derian memaparkan bahwa 2021 diperkirakan akan menjadi tahun ekonomi global kembali ke normal (rebound) di tengah ambang pandemik, dengan harga nikel dan kobal kembali mengalami kenaikan. Berdasarkan Wood Mackenzie, 2021, pada tahun 2023, bahkan diperkirakan bahwa permintaan terhadap nikel untuk baterai EV akan sangat signifikan dalam pangsa pasar. Konsumsi nikel akan meningkat sebesar 100 kiloton dalam rentang waktu 2020 dan 2023, dan terus meningkat sebesar 130 kt hingga 2025. Derian juga optimis bahwa mengikuti prediksi, harga nikel akan meningkat ke level 19.275 dolar AS/ ton pada 2030.
Sampai tahun ini, Ceria telah melakukan pengeboran dengan jumlah lubang bor sebanyak lebih dari 40.000 yang umumnya terkonsentrasi di bagian timur dan utara cebakan Lapaopao, mengikuti area prospek laterit. Berdasarkan survey GPR, terdapat cebakan laterit dari 500 juta ton. Hingga Tahun 2019, erdasarkan laporan sumberdaya JORC oleh Ade Kadarusman (AKGC) dan Mick Elias (CSA), dilaporkan bahwa Ceria telah memiliki sumberdaya mineral sebanyak 168 juta dengan potential upside 196 juta ton dan cadangan bijih sebanyak 53 juta dengan potential upside 172 juta ton, kombinasi saprolit dan limonit. Lebih dalam dari itu, Ceria juga memiliki rencana jangka panjang untuk pengembangan industri. Ceria pun berharap tidak hanya sekedar menjadi penyedia sumber daya nikel semata tetapi juga mampu menjadi pusat industri nikel dan baterai dalam skala regional hingga global.
Sumber: duniatambang.co.id