Beranda Berita Nasional Pemerintah Buka-bukaan Alasan Penerapan Harga Patokan Nikel

Pemerintah Buka-bukaan Alasan Penerapan Harga Patokan Nikel

1645
0
Tambang Nikel PT. Ceria Nugraha Indotama/Dok. PT. CNI

NIKEL.CO.ID – Pemerintah telah mengatur tata niaga nikel dengan menetapkan Harga Patokan Mineral (HPM), di mana pihak smelter tidak boleh membeli nikel di bawah HPM yang telah ditetapkan. Namun belakangan timbul polemik antara penambang dan pengusaha nikel soal HPM ini.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, niat dari pemerintah membuat HPM adalah agar ada keadilan antara pihak penambang dan smelter. Pembelian yang dilakukan smelter selama ini relatif lebih rendah dibandingkan HPM.

Sementara badan usaha tambang harus melakukan kegiatan penambangan sesuai dengan aturan atau good mining practice, yakni penambang harus memperhatikan lingkungan dengan baik dan keselamatan kerja yang baik. Untuk menjalankan hal ini, maka menurutnya tidak bisa dipungkiri bahwa ini membutuhkan ongkos.

“Maka itu, harus didudukkan bahwa dia (HPM) harus di atas harga pokok produksi dengan margin tertentu. Nah ini lah kenapa HPM kita tetapkan,” kata Yunus dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Rabu (28/10/2020).

Meski demikian, pengusaha smelter menurutnya juga harus tetap dilindungi agar biaya bahan baku sesuai dengan keekonomian smelter. Lalu, kenapa pihak smelter dan penambang terjadi resistensi? Menurut Yunus, hal ini dikarenakan pembelian bijih nikel sebelumnya biasa dilakukan dengan harga lebih murah. Namun sekarang telah diatur oleh pemerintah.

“Sekarang diatur oleh negara supaya nanti tambangnya melakukan penambangan yang baik, biaya ter-cover, maka akhirnya kita atur HPM. Jadi, mereka kelihatan penolakan karena selama ini sudah relatif terlalu murah dan enak. Kami mengatur supaya bersifat adil, maka ada resistensi,” tuturnya.

Lebih lanjut Yunus mengatakan, HPM ditetapkan berdasarkan harga pasar internasional. Artinya, pemerintah dalam menetapkan HPM ini tidak asal-asalan. Pertimbangan lainnya adalah biaya pokok penyediaan bijih nikel dari tambang.

“Berapa sih biaya itu, kemudian kita berikan margin tertentu. Biaya pokok penyediaan dari tambang berapa kita ambil tengah-tengahnya, sehingga harga bijih nikel yang dibeli smelter itu sesungguhnya sudah lebih murah 30% sampai 40% dibandingkan kalau mereka beli dari luar negeri. Itu sudah lebih murah, tetapi tambangnya pun dalam melakukan kegiatan memproduksi bijih sudah untung dan sudah bisa memperbaiki good mining practice,” jelasnya.

Seperti diketahui, pada 14 April 2020 telah diundangkan Peraturan Menteri ESDM No.11 tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batu bara.

Regulasi ini menyebutkan bahwa HPM logam merupakan harga batas bawah dalam penghitungan kewajiban pembayaran iuran produksi oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi. HPM logam ini juga menjadi acuan harga penjualan bagi pemegang IUP dan IUPK untuk penjualan bijih nikel. Namun apabila harga transaksi lebih rendah dari HPM logam tersebut, maka penjualan dapat dilakukan di bawah HPM dengan selisih paling tinggi 3% dari HPM tersebut.

Sumber: CNBC Indonesia