Beranda Korporasi Yudi Santoso: EV Bukan Keniscayaan, Pasti Terjadi

Yudi Santoso: EV Bukan Keniscayaan, Pasti Terjadi

717
0

Yudi Santoso (batik hijau) menerima pelakat sebagai pembicara di Nickel Summit

NIKEL.CO.ID, 24 Agustus 2022-General Manager External Relations & Human Resource PT Weda Bay Nickel, Yudi Santoso optimis bijih nikel kadar rendah atau limonit Indonesia akan terserap untuk bahan baku baterai listrik. Indonesia pun akan menikmati nilai tambah dari nikel.

General Manager External Relations & Human Resource PT Weda Bay Nickel (WBN), Yudi Santoso mengakui hingga saat ini industri pengolahan dan pemurnian (smelter) masih dominan menyerap bijih nikel kadar tinggi atau saprolit untuk bahan baku baja tahan karat. Seiring berkembangnya produksi mobil listrik, maka kebutuhan limonit semakin meningkat. Limonit diolah sebagai bahan baku katoda dan prekursur baterai listrik.

Menurutnya, ketika kebutuhan limonit semakin meningkat, maka Indonesia akan merasakan manfaatnya. Karena Indonesia merupakan negara yang memiliki kandungan dan cadangan nikel terbesar di dunia. Dan kandungan serta cadangan limonit lebih besar dibandingkan saprolit.

Yudi Santoso mengatakan, kandungan nikel di Weda Bay sekitar 1,3 miliar ton.  Jika bisa dieksplorasi  1 miliar ton dan diolah 20 juta ton per tahun, maka bisa diproduksi selama 50 tahun. Namun, jika diolah 40 juta per tahun, maka produksinya selama 25 tahun.

“Artinya, sumber daya dan cadangan nikel di Weda Bay masih banyak, tinggal kita olah produk ini sampai ke hilirnya. Seperti Presiden Jokowi mengatakan bijih nikel Indonesia jika diolah di dalam negeri akan memberikan nilai tambah,” kata Yudi Santoso di sela acara Nickel Summit yang diselenggarakan Indonesia Miner di Hotel Westin Jakarta, Rabu (24/8/2022).

Ia menyebutkan saat ini kebutuhan smelter di Kawasan IWIP Halmahera Tengah, Maluku Utara, sekitar 20 juta per tahun. Namun, smelternya belum beroperasi semua.  Jika semua sudah beroperasi, maka kebutuhan bijih nikel akan meningkat sekitar 50 juta ton per tahun.

WBN sendiri selain melakukan kegiatan pertambangan  nikel,  sudah membangun smelter RKEF yang beroperasi sejak 2020. Ia mencontohkan, jika WBN menambang saprolit 1 juta ton, limonitnya pun 1 juta ton. Hanya limonitnya baru termanfaatkan 10 persen atau 100 ribu ton.

Yudi Santoso yakin dengan adanya pabrik HPAL semua penambangan bijih nikel bisa diserap. WBN sendiri tidak hanya menyerap hasil tambang nikel dari perusahaan, tapi juga membeli dari penambang lain. Hasil tambang nikel WBN saat ini sekitar 6 juta per tahun. Sebanyak 3 juta ton disuplai ke smelter WBN, dan 6 juta ton ke smelter lain. Jadi, kekurangan suplai ke smelter lain itu dibeli dari penambang-penambang nikel di sekitar Halmahera.

“Saya yakin prospek baterai listrik ke depan akan bagus. Yang saya dengar di China sekarang ini mereka menjual sekitar 60 atau 70 persen produksi mobil mereka sudah electric vehicle. Jika mobil listrik produk China sudah banyak masuk Indonesia, tentu limonit kita semakin terserap,” tuturnya.

Menurutnya, semua orang bakal ingin mengetahui manfaat penggunaan kendaraan yang menggunakan energi baik dan bersih, apalagi harganya lebih murah.  

Harga mobil sendiri, lanjutnya, sekitar 60 persen merupakan bagian dari harga baterai listrik. Namun, jika riset sudah dikembangkan, tak menutup kemungkinan harga mobil listrik bisa lebih murah.

“Saya percaya, EV bukan keniscayaan, pasti terjadi.  It is a bright future,” katanya optimis. (Syarif/Varrel)

Artikulli paraprakPenurunan Harga Nikel Disebabkan Persediaan dan Kekhawatiran Akan Pasokan Di Rusia
Artikulli tjetërMeidy Katrin Lengkey: Hulu dan Hilir Nikel Beroperasi Mendorong Pertumbuhan Ekonomi