Beranda Berita Nasional Tanpa Lampiran DIM, Roro: Jangan Salahkan DPR bila RUU EBET Lambat...

Tanpa Lampiran DIM, Roro: Jangan Salahkan DPR bila RUU EBET Lambat Disahkan

451
0

NIKEL.CO.ID, 18 Oktober 2022 – DPR RI memiliki keinginan yang kuat untuk mendorong pelaksanaan transisi dari energi fosil beralih ke energi ramah lingkungan dan hal ini harus diperkuat dengan aturan perundang-undangan sehingga dapat terlaksana dengan tertib dan teratur.

Peralihan penggunaan dari energi fosil ke energi ramah lingkungan sangat penting untuk mewujudkan ekonomi hijau, mengurangi emisi karbon (CO2), Gas Rumah Kaca (GRK), sehingga Indonesia bisa menekan pencemaran udara.

Untuk memperkuat keinginan itu, pemerintah beberapa hari lalu telah menyerahkan Surat Presiden terkait Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBET) ke DPR. Namun Anggota DPR menyayangkan RUU EBET tersebut tidak disertai Daftar Inventaris Masalah (DIM).

Seperti dilansir halaman resmi DPR, dpr.go.id, anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti, menyayangkan RUU EBET itu tanpa dilampirkan DIM agar bisa cepat selesai dipelajari dan bisa disahkan. Menurutnya, seharusnya RUU tersebut sudah resmi menjadi UU sebelum perhelatan G20 pada November mendatang.

“Surat Presiden (Surpres) terkait Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) memang sudah diserahkan ke DPR, namun sayangnya tidak disertai dengan Daftar Inventaris Masalah (DIM). Ini merupakan hambatan tersendiri bagi kami untuk melanjutkan pembahasan terkait RUU tersebut,” kata Dyah Roro Esti beberapa hari lalu.

Menurut Roro, dalam perhelatan G20 di Bali nanti bersesuaian tema yang akan disampaikan salah satunya adalah transisi energi. Sehingga dalam forum kerja sama multilateral tersebut bisa disampaikan yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU).

“Salah satunya lewat dukungan kebijakan berupa undang-undang energi baru dan energi terbarukan,” ujarnya.

Roro menjelaskan bahwa energi fosil memang menimbulkan dampak masalah terhadap lingkungan terutama emisi karbon yang mencemari udara.

Saat ini sekitar 80 persen industri masih menggunakan bahan bakar dari energi fosil. Namun dia yakin, dengan niat dan tekad yang kuat Indonesia mampu mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Sehingga bisa bebas sepenuhnya dari energi fosil, baik secara ekonomi maupun secara kebutuhan energi.

RUU EBET ini diharapkan nanti bisa menjamin dan mengatur pelaksanaan dalam penggunaan dan pengembangan energi baru dan terbarukan disegala sektor.

Seperti diketahui, saat ini Indonesia telah mengembangkan ekonomi hijau untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat tanpa merusak lingkungan atau ramah lingkungan.

Seperti pengembangan kendaraan listrik untuk kendaraan beroda empat alias mobil dan kendaraan beroda dua alias motor. Pengembangan tersebut diiringi dengan transformasi teknologi yang dikenal dengan electric vehicle (EV).

Dalam pengembangan teknologi EV di Indonesia tidak lepas dari peranan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang telah melakukan penelitian dalam pembuatan dan pengembangan baterai listrik untuk kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat, baik motor maupun mobil yang menggunakan teknologi EV berbahan bakar listrik yang merupakan energi bersih dan ramah lingkungan.

Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur BRIN, Haznan Abimanyu, menjelaskan bahwa dalam pembuatan baterai EV dibutuhkan bahan baku nikel untuk membuat battery cell. Dalam battery cell terkandung komponen penting, yaitu katoda yang menjadi kunci dari baterai itu sendiri.

“Ini adalah tentang battery cell, tentang cost pengadaan atau pembuatan battery cell. Untuk katodanya itu 51 persen. Katoda inilah yang menjadi kunci daripada baterai itu sendiri,” ucap Haznan dalam diskusi yang bertema The Indonesia International Trade Show for Electric Vehicle, Truck, Forklift, Logistics, & Mining Solution di JIEXPO Kemayoran, diikuti Nikel.co.id, Kamis (6/20/2022).

Haznan menuturkan, terkait battery supply chain atau rantai penyediaan baterai itu dimulai dengan membuat battery electric vehicle. Tentunya dibutuhkan bahan baku logam dari tambang sebagai bahan baku utama baterai.

Dari bahan tambang yang menghasilkan bahan logam masih diperlukan proses pemurnian dari bahan logam tersebut. Setelah dimurnikan barulah dibentuk menjadi baterai.

“Kemudian dari logam-logam tersebut kita bentuk menjadi battery cell. Kemudian battery pack yang digunakan oleh electric vehicle. Jika dalam penggunaan lifespend-nya sudah habis, maka harus di-recycling,” tuturnya.

BRIN juga telah membuat desain baterai, seperti cell, paralel/series, module, series dan pack. Desain baterai ini terdiri dari cell, baterai cell, series, paralel dan module. Dari module dibuat menjadi series dan dari series dibuat menjadi pack.

“Battery pack inilah yang akan kita gunakan untuk kendaraan roda dua, roda empat, dan roda lainnya seperti bus dan sebagainya,” jelasnya.

Dalam pengembangan teknologi baterai untuk kendaraan listrik, BRIN telah melakukan berbagai tahap penelitian. Mulai dari riset fasilitas, laboratorium baterai, battery workshop, serta battery assembly and testing.

BRIN juga melakukan penelitian terhadap sistem aktivitas charging (pengisian) dengan mempersiapkan Stasiun Pengisian Kendaraan Lstrik (SPKL) roda dua.

Untuk mencapai hal itu, BRIN dalam hilirisasi SPKL roda dua bekerjasama dengan PT Wiksa Daya Pratama Surabaya, dalam Hilirisasi SPBKL roda dua bekerjasama dengan PT PLN, Grab dan Viar.

Selanjutnya untuk stasiun Penukaran Baterai kendaraan listrik maka disiapkan AC Fast charging Station 22 kW, DC Rapid Charging station 50 kW (+AC 22 kW). BRIN juga membuat TKDN (Local Content) Calculation, dengan pengaturan Charging station management system, Lalu sistem stasiun pengisian kendaraan listrik.

Kembali ke Roro, menurutnya pemerintah jangan menyalahkan DPR bila UU EBET tidak dapat diselesaikan November sesuai target. Karena draft DIM tersebut belum dikirimkan ke DPR untuk dibahas.

“Nah, kalau untuk target penyelesaian RUU EBET ini, kembali saya sampaikan, bahwa kami di DPR masih menunggu DIM dari pemerintah, agar bisa dilakukan pembahasan. Jika target penyelesaian RUU ini tidak tercapai pada November mendatang, jangan salahkan kami, jangan salahkan DPR,” tukas Roro. (Shiddiq).

Artikulli paraprakSekretariat DPP APNI masih Membuka Pendaftaran ToT Analisis Kuantitatif dan Kualitatif Mineral Nikel
Artikulli tjetërDukungan APNI terhadap Sistem Informasi Minerba (SIMBARA)