NIKEL.CO.ID, 13 JANUARI 2023 – Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey mengusulkan kepada pemerintah untuk memperbaiki ekosistem hilirisasi nikel terlebih dahulu agar lebih percaya diri (PD) dalam pengajuan banding atas kekalahan gugatan larangan ekspor bijih nikel oleh Uni Eropa (UE) di World Trade Organization (WTO).
“Sekarang yang harus kita pertimbangkan adalah bagaimana perbaikan ekosistem dulu di Indonesia baik, dari hulu sampai ke hilir, bagaimana surprise-nya dulu, bagaimana tata niaga dulu, bagaimana tata kelola dulu. Karena bagaimana pun juga kenapa kita kalah gugatan banding WTO itu dulu,” kata Sekum APNI kepada CNBC, Kamis (12/1/2023).
Menurut Meidy, dalam acara Live streaming CNBC, dia menengarai ada informasi yang beredar di UE terkait kurang fair tentang hilirisasi nikel Indonesia yang menjual harga lebih murah kepada pengusaha.
“Karena apa yang terjadi di Indonesia ada segelintir informasi yang menyampaikan bahwa proses gugatan yang terjadi karena proses hilirisasi di Indonesia juga agak kurang fair. Itu menurut negara Uni Eropa. Apakah kita menjual bahan baku yang seakan-akan terlalu murah juga untuk para pengusaha hilirisasi di Indonesia,” ungkapnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa saat ini di pasar dalam negeri Indonesia untuk industri nikel sudah menerapkan Harga Patokan Mineral (HPM) dan HPM sendiri adalah salah satu hasil perjuangan dari APNI untuk menciptakan regulasi yang adil yang dijadikan aturan oleh pemerintah untuk industri nikel.
Pada 12 Desember 2022 kemarin, pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM) telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Direktorat Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara (Minerba) yang berisi mengenai transaksi jual beli nikel kembali menggunakan basis FOB.
Hal itu karena transaksi penjualan nikel selama ini tidak sesuai dengan dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020 sehingga dikeluarkan SK Dirjen Minerba untuk menggunakan HPM berbasis FOB kembali.
“Tanggal 12 Desember kemarin dari kementerian ESDM telah mengeluarkan di mana seluruh transaksi harus berbasis kembali ke FOB,” jelas Sekum APNI tersebut.
Sebelumnya, Meidy menilai bahwa program hilirisasi nikel Indonesia telah sangat berhasil bahkan telah mengalami over kuota. Hal ini tampak pada banyaknya berdiri pabrik pengolahan nikel hingga awal tahun 2023 saja sudah terdapat sebanyak 43 pabrik pengolahan nikel di Indonesia.
“Nanti di tahun 2025 dan seterusnya itu akan terbangun sekitar 136 pabrik. Kami hanya coba mempertimbangkan untuk cadangan, kita bicara cadangan bijih nikelnya dulu untuk dalam negerinya seperti apa,” cetusnya.
“Di tahun 2025 sendiri itu akan mengkonsumsi sekitar 400 juta ton bijih nikel per tahun. Di tahun 2023 saja mengkonsumsi 145 juta ton bijih nikel,” tambah Sekum APNI tersebut.
Ia menegaskan, dari hal ini saja sudah bisa dilihat keberhasilan program hilirisasi nikel. Tentunya para pengusaha maupun eksportir sangat mendukung program hilirisasi nikel Indonesia tersebut.
“Itu juga cukup membantu Indonesia dalam menghadapi resesi global dunia. Ini salah satu dari nikel. Apalagi cita-cita Indonesia untuk menjadi nomor satu dalam industri baterai ke depan,” tegasnya.
Menurutnya, Indonesia nanti akan membangun tiga pabrik pengelolaan pemurnian nikel yang merupakan pabrik terbesar untuk meraih impian di tahun 2045.
“Jadi secara tidak langsung hilirisasi nikel sudah amat sangat berhasil,” pungkasnya. (Shiddiq)