Beranda Nikel Sejarah Perkembangan Nikel di Indonesia

Sejarah Perkembangan Nikel di Indonesia

3065
0

Sejarah Perkembangan Nikel di Indonesia

NIKEL.CO.ID, 06 JANUARI 2022 – Indonesia merupakan salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia. Beberapa daerah di Indonesia banyak menyimpan “harta karun” nikel. Berdasarkan catatan sejarah, pada 1200 berdiri Kerajaan Luwu di Bukit Poko. Di area bukit inilah dijadikan tempat peristirahatan terakhir atau makam para Raja Luwu. Letak makam tersebut di pinggiran Danau Matano, Sulawesi Tengah.

Masyarakat di Luwu ketika itu terkenal sebagai pengrajin keris. Mereka mulai membuat keris pada 1250. Bahan keris yang merupakan besi Luwu sangat populer karena adanya kandungan nikel yang membuat kualitas besi sangat baik dan kerisnya sangat ringan.

Pada 1293 terjadi pernikahan kontrak politik, dimana Raja III Luwu menikah dengan puteri Majapahit. Majapahit kemudian mengamankan impor bahan baku nikel dari Kerjaan Luwu untuk ekpansi militer ke Sumatera, Kalimantan, dan Sunda Kecil.

Sejarah Perkembangan Nikel di Indonesia

Wilayah lain di Indonesia, pada 1500 Kerajaan Padjajaran di Pegunungan Selatan, Jawa Barat menggunakan besi yang dicampur logam nikel menjadi bahan baku senjata serta peralatan rumah tangga lainnya.

Komoditas nikel dari Indonesia mulai diketahui negara lain seiring Kerajaan Sukadana yang berada di Pulau Karimata, Kalimantan Barat, dijadikan pusat ekspor sumber daya alam, termasuk nikel di Semenanjung Malaya pada 1600. Namun, di 1622 Kerajaan Mataram menyerang Kerajaan Sukadana dengan tujuan untuk mengamankan sumber alam besi.

Sejarah Perkembangan Nikel di Indonesia

Kerajaan Sukadana mencoba melawan Kerajaan Mataram. Pada 1631 Kerajaan Sukadana membuat kongsi perdagangan dengan Pemerintah Hindia Belanda. Produksi kerajinan rakyat Kerajaan Sukadana seperti kapak dan parang dikirim ke Belanda. Pada 1637 kekuasaan Kerajaan Mataram di Pulau Karimata pun kian melemah.

Sementara itu, di daerah Sudbury Ontario Canada nikel ditemukan. Dalam mineral yang disebutnya nikolit. Nikel adalah komponen yang ditemukan banyak dalam meteroit dan menjadi ciri komponen yang membedakan meteroit dari mineral lainya.

Pada 1800 mulai masuk impor besi dari negara China dan Eropa ke Nusantara dengan harga murah. Namun besi berbahan nikel masih tetap disukai karena kualitasnya lebih bagus.

Sejarah pertambangan nikel di Indonesia baru dimulai pada 1901, ketika Kruyt, yang merupakan seorang berkebangsaan Belanda, meneliti bijih besi di Pegunungan Verbeek, Sulawesi.

Sejarah Perkembangan Nikel di Indonesia

Kemudian pada 1909, EC Abendanon, juga ahli geologi berkebangsaan Belanda, menemukan bijih nikel di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penemuan ini dilanjutkan dengan kegiatan eksplorasi pada 1934 oleh Oost Borneo Maatschappij (OBM) dan Bone Tole Maatschappij. Di Soroako, pada 1937 seorang ahli geologi bernama Flat Elves melakukan studi mengenai keberadaan nikel laterit. Pada 1938 dilakukan pengiriman 150.000 ton bijih nikel menggunakan kapal laut oleh OBM ke Jepang.

Sejarah Perkembangan Nikel di Indonesia

Namun baru 30 tahun kemudian, persisnya di 1968 diterbitkan Kontrak Karya (KK) untuk penambangan nikel laterit kepada PT. International Nickel Indonesia (INCO) dengan area di beberapa bagian dari tiga provinsi di Sulawesi, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, termasuk Soroako dan Pomalaa. Setelah melalui serangkaian kegiatan eksplorasi, studi kelayakan dan konstruksi, pada 1978 PT. INCO memulai produksi komersial. Saat ini seluruh saham PT. INCO sudah diambil alih oleh perusahan pertambangan nikel dari Brasil dan berubah nama menjadi PT Vale Indonesia.

Selain itu perusahaan BUMN yang memiliki lokasi cebakan nikel yang luas, yaitu PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM). Lokasi tambangnya terdapat di Pulau Sulawesi dan Halmahera. Selain menghasilkan bahan mentah berupa bijih nikel, perusahaan ini juga melakukan pengolahan yang menghasilkan ferronikel, yaitu suatu paduan logam antara nikel dan besi.

Pada 1997 PT. Aneka Tambang masuk pasar modal, dan di 2008 menjual ingot (batangan) feronikel ke negara Jerman, Inggris, Belgia, dan Jepang, dengan feronikel sekitar 10.000 ton nikel dan sekitar 3 juta wmt ( wet metric ton) bijih nikel.

Sejarah Perkembangan Nikel di Indonesia

Sejak 2013 perusahaan China, Rusia, Jepang, Korea, Perancis, Canada, Brazil, termasuk Indonesia mulai membangun industri hydrometalurgi yang mengelola nikel menjadi baterai untuk kebutuhan industri mobil listrik di masa datang.

Sementara itu, kontrak karya pertambangan nikel telah diterbitkan pula oleh pemerintah untuk PT Gag Nickel di Pulau Gag dan PT Weda Bay Nickel di Pulau Halmahera. Setelah memasuki era otonomi daerah yang mengatur perizinan kegiatan pertambangan menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten, maka banyak sekali diterbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel, baik izin untuk tahapan eksplorasi maupun izin operasi produksi. Hampir di seluruh Indonesia yang memiliki potensi endapan nikel laterit, berada dalam wilayah IUP tersebut.

Perkembangan Nikel Tahun 2021

Nikel semakin terdepan dan berkembang pada 2021, karena banyak negara membutuhkan nikel. Pada 2020 persediaan nikel dunia (nickel Reserves worldwide) tercatat total 94 miliar metrik ton dan Indonesia paling tinggi dengan total 22,4%.  Hal ini bisa dikatakan bahwa Indonesia memiliki sumber nikel terbesar dari beberapa negara yang tercatat di dunia yang memiliki nikel. Material bijih nikel sendiri dibagi menjadi dua tipe, yaitu limonite dan saprolite.

Di 2020 jumlah IUP (Izin Usaha Pertambangan) di Indonesia ada sekitar 330 IUP yang terbagi atas 6 provinsi, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Total sumber daya 328 + 2 Kontrak Karya (KK).

Nikel terbagi menjadi 2 total sumber, yaitu total sumber daya dan total cadangan. Total sumber daya bijih nikel sebesar 13. 737, 19 juta wmt, jika jadikan logam sebesar 143,1 juta wmt. Sedangkan total cadangan bijih nikel sebesar  4.561,69 juta wmt, jika dijadikan logam sebesar 49,2 juta wmt.

Badan Geologi melakukan 2 macam pengelompokan, yaitu batas kadar 1,5% dan 1,7%.  Tidak hanya itu, Badan Geoglogi juga mengelompokan berdasarkan tipe material bijih nikel, namun tidak semua perusahaan menyertakan tipe material bijih nikel.

Total sumber daya bijih nikel di 305 lokasi di Indonesia pada update Juli 2020 berjumlah 11.887 juta ton dengan total sumber daya logamnya 174 juta ton. Sedangkan total jumlah cadangan bijih nikel 4.346 juta ton, total cadangan logamnya 68 juta ton yang terdapat di 305 lokasi IUP (Izin Usaha Pertambangan) di Indonesia.

Masih di 2020, di Indonesia terdapat pabrik pirometalurgy sebanyak 71 pabrik, dengan kriteria yang beroperasi 27 pabrik, tahap kontruksi 27 pabrik, tahap perencanaan 17 pabrik. Pabrik pirometalurgy didominasi oleh FeNi dan NPI yang masih merupakan intermediate product. Sementara pabrik hidrometalurgy yang menggunakan sistem High Pressure Acid Leach (HPAL) sebanyak 10 pabrik, dengan kriteria yang sudah beroperasi 2 pabrik, tahap kontruksi 5 pabrik, dan tahap perencanaan 3 pabrik. Pabrik HPAL yang sudah beroperasi saat ini baru pabrik yang menghasilkan produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).

Sejarah Perkembangan Nikel di Indonesia

Industri pengolahan nikel di Indonesia terdapat di 5 provinsi yang terbagi 2 kriteria perusahaan, yaitu Producer Company  dan Raw Material Company. Producer Company terdapat di 2 pulau, yaitu Pulau Sumatera yang lokasinya berada di Sumatera Selatan, dan Pulau Jawa yaitu di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Sementara Raw Material Company terdapat di Provinsi Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Banten.

Pada 2021 Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai menggencarkan program hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah dari bijih nikel. Pemerintah Indonesia juga sudah meluncurkan program pengembangan baterai untuk kebutuhan kendaraan listrik (electric vehicle).

Komitmen dan dukungan Presiden Jokowi dibuktikan dengan telah dilakukannya groundbreaking pembangunan pabrik baterai untuk kendaraan listrik milik PT. HKML Battery Indonesia pada 15 September 2021. Tak hanya di Indonesia, pabrik baterai yang berlokasi di Kompleks Karawang New Industrial City, Kabupaten Karawang tersebut juga merupakan pabrik baterai kendaraan listrik pertama yang ada di Asia Tenggara.

PT. HKML Battery Indonesia merupakan kolaborasi antara perusahaan Indonesia dengan Group Konsorsium Perusahaan Korea Selatan di bidang industri baterai terintegrasi pertambangan, smelter, refinery, precursor chatode, dan sel baterai untuk mobil listrik. Investasi Group Konsorsium Perusahaan Korea Selatan sebesar US$ 9,8 milir.

Presiden Jokowi berharap kolaborasi antara perusahaan Korea Selatan dengan perusahaan Indonesia akan makin diperkuat serta melibatkan usaha mikro, kecil, dan usaha menengah yang ada di Tanah Air, termasuk realisasi kerja sama investasi dalam industri baterai dan kendaraan listrik.

Di penghujung Desember 2021, Presiden Jokowi meresmikan Pabrik Smelter PT. Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Pabrik smelter ini mampu memproduksi feronikel dengan kapasitas 1,8 juta ton per tahun.

GNI merupakan badan usaha yang masih satu grup investor dengan PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT. Obsidian Stainless Steel di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara.

Presiden mengapresiasi pembangunan smelter oleh PT Gunbuster Nickel Industry, karena akan memberikan nilai tambah dari bijih nikel yang diolah menjadi 14 kali lipat. (Syarif/Fia/Sumber: APNI)

Artikulli paraprakPemerintah Cabut 2.078 Izin Perusahaan Minerba
Artikulli tjetërKabar Gembira, Harga Nikel Terkoreksi Naik di Awal 2022