NIKEL.CO.ID, 9 Maret 2022—Rabu (9/3/2022) pukul 11.00 WIB, London Metal Exchange (LME) masih menangguhkan perdagangan nikel setelah Selasa kemarin harga komoditas ini melonjak gila-gilaan hingga 250%. Lonjakan kenaikan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya pada perdagangan nikel 3 bulan. Situasi ini dipicu oleh sanksi Barat terhadap Rusia.
Harga logam yang saat ini terutama digunakan untuk produksi baja nirkarat melonjak ke rekor di atas 100.000 dolas AS per ton di tengah tekanan yang terjadi dalam waktu singkat dan brutal itu. Bursa logam yang sudah berumur 145 tahun itu kemudian mengambil langkah dengan menghentikan perdagangan.
Dasarnya, setelah diskusi yang intens dengan Komite Khususnya dan memantau pasar LME, serta efek dari situasi yang berkembang di Rusia dan Ukraina, maka LME berkesimpulan situasi tersebut jelas mempengaruhi pasar nikel. Perkembangannya kemudian, bursa metal dunia ini mengumumkan pembatalan semua perdagangan dan menunda pengiriman semua kontrak yang diselesaikan secara fisik. Kontrak tersebut ditangguhkan pada 80.000 dolar AS per ton.
Dalam informasi yang dikirimkan kepada para anggotanya, LME menutup pasarnya beberapa hari ke depan dan merencanakan pembukaan kembali pasar nikel sekaligus mengumumkan mekanismenya sesegera mungkin.
Langkah tersebut, menurut analis BMO, Colin Hamilton, akan melihat pertanyaan muncul kembali mengenai kemanjuran LME untuk bertindak sebagai pasar pilihan terakhir setelah tekanan pendek pada tembaga terlihat akhir tahun lalu.
“Sepertinya ini adalah volatilitas ekstrem terakhir yang kita lihat di pasar komoditas,” kata Hamilton.
Belum Menikmati
Naiknya harga nikel di pasar global tidak langsung bisa dinikmati pelaku usaha pertambangan nikel Indonesia. Karena, menurut Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, harga patokan mineral (HPM) yang dikeluarkan pemerintah melalui Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM RI mengambil patokan harga 3 bulan terakhir, bukan harga hari ini.
“Tentu bila harga nikel dunia, katakanlah di atas 80.000 atau 100.000 dolar AS per ton, stabil selama sebulan ke depan, maka nanti pada April yang akan datang HPM kita akan meningkat,” ujar Meidy.
Namun, katanya melanjutkan, bagaimana para penambang bisa menikmati eforia harga nikel yang lagi tinggi ini jika banyak perusahaan belum mengantongi izin rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) karena belum semua penambang mendapatkan izin RKAB? Bagaimana mau jualan di angka yang fantansis ini kalau tidak ada persetujuan RKAB-nya?
“Padahal, kebutuhan untuk smelter tahun ini kan, menurut perhitungan APNI, hampir 120 juta ton bijih nikel. Kalau semua sudah mendapatkan izin RKAB, kita bisa melakukan penjualan untuk harga nikel sekarang pada Maret,” ujarnya. (Fia/R)