Beranda Berita International Pakar Industri Perkirakan Industri Baterai Butuh 100 Ribu Ton Kobalt hingga 2025

Pakar Industri Perkirakan Industri Baterai Butuh 100 Ribu Ton Kobalt hingga 2025

404
0
Kobalt. Foto: Dok.Wikipedia

NIKEL.CO.ID, 3 Februari 2023- London Metal Exchange (LME) membuka sesi perdagangan Kobalt pada Jumat (3/2/2023) di angka US$ 41.265 per metric ton, setelah kemarin menutup transaksi perdagangan di harga US$ 43.185 per mt.

Hingga siang waktu London, sudah ada penawaran kontrak pembelian kobalt di angka US$ 40.765 per mt. LME menyampaikan perkiraan harga kontrak jual beli kobalt untuk 3 bulan ke depan, dengan tenggat 2 Mai 2023 di angka 41.685 per mt.

LME mengkategorikan transaksi kontrak jual beli kobalt dalam logam electric vehicle (EV). LME menawarkan kontrak fisik kobalt dan pembayaran tunai. Kontrak kobalt yang akan diselesaikan secara fisik diluncurkan pada tahun 2010. Sementara kontak penyelesaian tunai akan diselesaikan dengan harga kobalt MB Fastmarkets, bergabung dengan penawaran bahan baterai EV LME yang sudah dibuat pada 2019.

Kontrak tersebut dirancang untuk memungkinkan pelaku pasar yang memiliki eksposur terhadap harga kobalt dalam fisik mereka. kontrak untuk melakukan lindung nilai di seluruh rantai nilai kobalt

Menariknya, berdasarkan analisis LME, kobalt paling sering dijadikan produk sampingan dari produksi nikel atau tembaga, dengan hanya sebagian kecil yang berasal dari sumber kobalt primer. Padahal, kobalt adalah kunci untuk beberapa teknologi baterai, termasuk baterai nikel-kadmium, nikel-logam hidrida, dan baterai lithium-ion. 

Kobalt juga mempunyai peran penting untuk meningkatkan keamanan, kepadatan energi, dan umur panjang baterai, yang sangat penting untuk kendaraan listrik. Sekitar 50 persen kobalt yang diproduksi secara global digunakan untuk baterai yang dapat diisi ulang dan dalam beberapa tahun terakhir. Permintaan kobalt untuk digunakan dalam baterai lithium-ion telah tumbuh secara signifikan.

Bahan baterai yang paling mahal, harga kobalt tidak stabil, dan rentan terhadap kendala pasokan, masalah etika, dan langkah beberapa produsen mobil untuk mencari cara mengurangi ketergantungan pada kobalt dalam baterai mereka. 

Meski begitu, pakar industri memperkirakan bahwa industri baterai akan membutuhkan 100.000 ton kobalt lebih lanjut pada tahun 2025 untuk memenuhi proyeksi permintaan kendaraan listrik. (Syarif)

Artikulli paraprakJawab Tantangan Hilirisasi, Freeport Pastikan Konstruksi Smelter Sesuai Target
Artikulli tjetërSESNA Membawa Indonesia ke Masa Depan Berkelanjutan dengan Green Energy