Menteri ESDM Arifin Tasrif Foto: Dok.ESDM
NIKEL.CO.ID-Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan cadangan nikel dan angka produksi nikel Indonesia menduduki peringkat nomor satu dunia. Data tersebut berdasarkan hasil riset United States Geological Survey (USGS) tahun 2020 yang dipublikasikan Januari 2021.
Menurut Menteri ESDM Arifin Tasrif, dengan posisi cadangan dan angka produksi nikel Indonesia berada di peringkat nomor satu dunia, 23 persen cadangan nikel dunia ada di perut bumi Indonesia. Kondisi ini menjadi daya tarik investasi pertambangan nikel.
Menurut USGS, produksi nikel Indonesia di tahun 2019 sebesar 853 ribu ton, ada penurunan hampir 11 persen year of year (yoy) pada 2020 dibandingkan tahun 2019. Sementara produksi nikel secara global di tahun 2020 diperkirakan mencapai 2,5 juta ton. Output nikel dunia juga menurun 4,2 persen (yoy) dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 2,61 juta ton.
USGS menyebutkan cadangan nikel Indonesia sebanyak 21 juta ton, mengalahkan cadangan Australia yang mencapai 20 juta ton dan Brazil yang sebesar 16 juta ton. Total cadangan logam nikel dunia tahun lalu mencapai 94 juta ton.
Tabel Produksi dan Cadangan Nikel Global 2020
Negara | Produksi (Ribu Ton) | Cadangan (Juta Ton) |
Amerika Serikat
Australia Brazil Kanada China Kuba Indonesia Filipina Rusia Negara Lain |
16
170 73 150 120 49 760 320 280 290 |
0.1
20.0 16.0 2.8 2.8 5.5 21.0 4.8 6.9 14.0 |
Total Dunia | 2.500 | 94.0 |
Sumber: United States Geological Survey per Januari 2021
Arifin Tasrif mengungkapkan Pemerintah Indonesia menargetkan investasi sebesar US$ 21,28 miliar melalui peningkatan nilai tambah mineral, mengingat jumlah cadangan dan produksi beberapa komoditas mineral Indonesia yang masuk 10 besar dunia.
Ia juga menjabarkan cadangan komoditas mineral Indonesia lainnya. Untuk cadangan tembaga Indonesia menempati posisi ketujuh dan produksinya ada di posisi 12 dunia. Komoditi emas berada di posisi lima pada potensi dan enam pada produksi.
“Indonesia juga memproduksi timah mencapai 17 persen dari cadangan dunia atau berada pada posisi kedua, begitu pula dengan produksinya,” ujar Arifin Tasrif seperti dikutip Tempo.Co.
Selain itu, Indonesia juga masih memiliki logam tanah jarang dan lithium yang potensinya sangat besar, namun belum dapat diproduksi. Pasalnya, Indonesia belum memiliki teknologi untuk memisahkan dan memurnikan.
Arifin Tasrif mengatakan, saat ini Indonesia memiliki 19 unit pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) eksisting, 13 di antaranya adalah smelter nikel.
Pemerintah telah merencanakan pembangunan 17 smelter baru dengan nilai investasi US$ 8 miliar, sehingga nanti total smelter nikel menjadi 30 unit. Selanjutnya pada 2023, pemerintah merencanakan ada 53 smelter yang beroperasi di Indonesia.
Demikian juga dengan komoditas lainnya, antara lain bauksit, besi, tembaga, mangan, timbal, dan seng. Nanti diperkirakan akan menarik investasi sebesar 21,28 miliar dolar AS.
Kementerian ESDM, kata Arifin Tasrif, berharap progresnya akan diakselerasi pada 2022, karena pada 2023 adalah batas waktu untuk izin ekspor konsentrat. Karena itu, smelter ini harus sudah dibangun. (Syarif/Rusdi)