NIKEL.CO.ID, 2 September 2022-Pemerintah Indonesia punya rencana mengurangi emisi karbon hingga nol persen di 2060. Indonesia Battery Corporation (IBC) ikut mendorong pengurangan penggunaan energi fosil.
Senior Vice President Finance Indonesia Battery Corporation (IBC), Yunan Fajar Ariyanto berpandangan, dalam menuju emisi nol karbon di 2060, diperlukan terobosan-terobosan. Pertama, meningkatkan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT). Kedua, pengurangan penggunaan energi fosil.
“Untuk menekan penggunaan energi fosil bisa dilakukan dengan cara menaikkan pajak penggunaan karbon dan perdagangan karbon. Kemudian, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bersama menggunakan energi EBT, dan menghentikan Pembangkit Listrik Tenaga Batubara,” kata Yunan di Jakarta, baru-baru ini.
Kemudian ketiga, lanjutnya, menambah jumlah kendaraan listrik di bidang tansportasi. Keempat, menigkatkan penggunaan listrik di rumah tangga dan industri. Kelima, pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).
Menurutnya, implementasi electric vehicle (EV) akan mendorong pengurangan emisi dan mempercepat permintaan baterai global.
Ia mengestimasi, dalam hitungan jarak tempuh per 12.000 mil/tahun, kendaraan berbahan bakar fosil membutuhkan 4.100 kilogram BBM. Kendaraan listrik (EV) yang terhubung dengan grid (vehicle-to-grid/V2G) membutuhkan 1.300 energi berbahan baku listrik. EV terhubungan EBT nol kilogram.
Gerakan energi ramah lingkungan, menurutnya, sebagai permulaan bisa dilakukan dengan mengkonversi mesin kendaraan roda dua dari mesin Internal Combustion Engine (ICE) ke mesin listrik (EV). Pemerintah sendiri sudah melegalkan aturan konversi mesin ICE ke EV.
Kebijakan ini tentunya akan mempermudah konsumen yang ingin memiliki sepeda motor listrik baru. Hanya dengan mengganti jeroan mesin motor.
Yunan mengungkapkan, biaya baterai merupakan komponen yang signifikan dari total biaya baterai EV. Karena itu, Indonesia harus bisa memproduksi baterai EV domestik yang lebih rendah sehingga dapat meningkatkan daya saing industri EV Indonesia.
“Indonesia memiliki potensi peran strategis dalam ekosistem baterai EV,” ujar Yunan.
Ia mengutarakan, produsen baterai terbesar di dunia akan fokus pada baterai berbasis nikel untuk meningkatkan kepadatan energi. Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia dan menguasai hampir 30% produksi nikel dunia.
Disebutkan, outlook permintaan global baterai lithium-ion di 2030 akan melewati 3,5 TWh per tahun. Total permintaan baterai tahunan pada 2030 adalah 23% lebih tinggi dari perkiraan tahun lalu. Sebagian besar karena permintaan yang lebih tinggi dari penumpang Evs. Kemudian, pada 2035, permintaan baterai melampaui 5,3 TWh. Yunan memperkirakan, permintaan baterai di Indonesia diperkirakan mencapai 59 GWh pada 2035, didorong oleh adopsi ESS, 4W, dan 2W Evs. (Varrel/Syarif)